Nadira masuk ke ruangannya dengan napas yang masih belum stabil. Begitu pintu tertutup, dia berjalan cepat ke sudut ruangan dan meraih botol minumnya. Tangan kanannya yang gemetar hampir tak bisa memegang botol itu dengan benar, namun dia berusaha membuka tutupnya dan mulai minum. Air dingin mengalir di tenggorokannya, namun tidak mampu sepenuhnya menghilangkan rasa tegang yang mencekik sejak insiden tadi. Sambil duduk di kursi, Nadira menatap tangannya yang masih gemetar. Kenapa aku bisa sejauh ini? Bagaimana mungkin aku punya keberanian seperti itu? pikirnya, berusaha meredam kekacauan dalam kepalanya. Saat tadi Frans Demario mengeluarkan pistol, Nadira benar-benar merasa nyawanya berada di ujung tanduk. Namun dia tahu, dalam kondisi seperti itu, tidak ada pilihan selain bertindak ce

