Semalam Dirga sudah menjelaskan apa saja kegiatan putrinya pada Samuel. Dia ingin Samuel terus mengawasi putrinya, dari awal membuka mata sampai matanya terpejam kembali. Bahkan Samuel tidak Dirga ijinkan untuk urusan pribadi pria muda tersebut.
Mau mengelak dari semua perintah Dirga, Samuel tidak bisa melakukannya. Karena rasa ingin membalas budi pada keluarga Bagaskara, Samuel menerima semua pertintah yang diberikan kepadanya oleh Dirga. Lagian kini hatinya juga sudah tertutup rapat untuk mahluk yang bernamakan perempuan.
Pengalaman asmaranya yang berakhir tragis, membuat Samuel menjadi pribadi yang lebih dingin lagi dari sebelumnya. Namun, tidak sedikitpun mengurangi rasa tanggungjawabnya dalam sesuatu hal yang ia perbuat.
Contohnya saja seperti saat ini. Samuel beberapa kali membantu Tisha dalam mengerjakan tugasnya. Samuel merangkap semua hasil laba dari hotel Tisha dapatkan bulan ini. Karena gadis itu tidak bisa mengetik, jadi Samuel lah yang menangani semua.
"Apa semuanya sudah selesai?" Tanya Tisha. Dia duduk di sofa yang berseberangan dengan Samuel. Sementara Samuel duduk di kursi kerjanya.
Setelah lulus kuliah, Tisha tidak mau mengambil pendidikannya yang lebih tinggi lagi. Dia lebih memilih membuka usaha dalam bidang perhotelan. Meskipun usaha itu sangat berbanding terbalik dengan bidang yang ia ambil sewaktu kuliah, akan tetapi karena didikan dan bimbingan dari ayahnya, Tisha berhasil mengembangkan usaha yang ia bangun dari bawah. Berkat kegigihan itulah, Dirga sangat bangga terhadap dirinya.
"Sudah, Nona." Jawab Samuel ala kadarnya.
Karena begitu gemas dengan sikap dingin bodyguard-nya, ide jahil pun muncul di otak berliannya. Senyum tipis mengembang di bibir ranumnya. Lantas, Tisha beranjak dari duduknya, untuk kemudian berdiri di samping Samuel. Tangan Tisha yang sebelah kiri terangkat, guna memindahkan tangan Samuel yang masih berada di atas keyboard komputer-nya. Setelah itu, tanpa meminta ijin, Tisha langsung masuk ke dalam dan duduk di atas pangkuan pria itu.
Samuel terperangah kaget melihat tindakan Tisha yang sangat agresif kepadanya.
"Apa yang Nona lakukan?" Tanya Samuel sedikit menjauhkan tubuh bagian atasnya dari Tisha. Mencoba bangkit pun juga sudah terlambat.
Tisha tersenyum, dia tidak memperdulikan reaksi Samuel yang kaget atas sikapnya. Tisha mengabaikan itu semua. Kemudian matanya menatap ke arah layar komputer. Meneliti hasil yang dikerjakan oleh Samuel sedari tadi. Tisha menelitinya satu persatu, lalu bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman simpul.
"Bagus juga hasilnya." Tisha tidak menyangka kalau Samuel bisa mengerjakan pekerjaannya yang terbilang rumit. Karena yang Tisha tahu, seorang bodyguard itu hanya mementingkan kekuatan ototnya saja.
"Kalau begitu, bisakah Nona berpindah tempat?" Samuel tidak ingin jika ada yang melihat posisi mereka saat ini, akan menyebabkan salah paham nantinya.
"Emm... Kenapa? Aku sudah sangat nyaman dengan posisi ini." Jawab Tisha begitu santai tanpa melihat raut wajah Samuel yang kesal
"Tapi akan menimbulkan salah paham, Nona. Posisi kita sangat tidak nyaman sekarang ini," ungkap Samuel. Samuel juga tidak ingin jika Tisha nanti akan dipandang rendah, karena bersikap yang tak semestinya di dalam kantor, yang seharusnya memberi contoh pada bawahannya.
Tisha nampak memikirkan ucapan Samuel, hingga membuat ia terdiam sejenak tanpa menyanggah terlebih dulu. Seperti yang biasa ia lakukan selama ini. Memotong ucapan Samuel, adalah hal yang paling menyenangkan baginya.
Mempunyai sifat yang dingin dan cuek, lantas tidak membuat Tisha menyerah begitu saja terhadap pria itu. Hal itu semakin membuat Tisha meeasa tertantang untuk menakhlukkan pria datar tersebut.
"Benar juga ucapan Kak Sam," sahut Tisha lalu beranjak dari tempat duduknya yang terbilang paling nyaman tadi. "Kalau begitu, biar tidak menyebabkan salah paham ataupun fitnah nantinya, bagaimana kalau kita resmikan hubungan kita. Dengan cara menikah, mungkin?" Usul Tisha. Matanya memancarkan kebahagiaan saat mengatakan kalimat tersebut. Menatap penuh harap ke arah Samuel, dengan wajah yang sangat serius.
Mendengar hal itu, tanpa berpikir panjang lagi Samuel mengangkat tubuh Tisha dari atas pangkuannya. Lalu dengan segera ia berdiri dari duduknya. Tidak mau lagi jika putri dari bosnya itu akan bertindak di luar nalarnya. Jika pria lain akan senang mendapat perlakuan seperti itu dari wanita cantik seperti Tisha, maka lain hal dengan Samuel. Pria itu lebih memilih menjauh, daripada harus di pusingkan dengan tingkah seorang wanita.
Dipaksa bangun dari tempat duduknya yang paling nyaman dan baru ia rasakan, Tisha merasa kesal dengan pria datar ekspresi dan dingin seperti Samuel. Tisha mendengkus kesal lalu memilih duduk di tempat dudunkya yang semestinya. Dengan nada kesal, ia menyuruh Samuel pergi keluar meninggalkannya di dalam ruangannya sendirian. Hatinya berubah tidak mood gegera pria itu.
“Tinggalkan aku sendiri,” ucap Tisha dengan nada suara ketus. Tak ingin mengambil pusing, Samuel membawa langkahnya keluar dari ruangan bosnya.
Sepeninggal Samuel, Tisha mulai mengecek kembali laporan yang diperbarui oleh Samuel barusan. Ternyata pria itu memang memiliki kemampuan di berbagai bidang. Tidak hanya fisiknya yang kuat, namun juga otaknya tidak bisa di sepelekan. Pantas saja jika ayahnya sangat menyukai pria itu. Tidak salah jika dirinya melabuhkan hatinya pda pria tersebut. Namun, nampaknya ia harus bekerja lebih keras lagi untuk sekedar bisa menarik perhatian pria miskin ekspresi seperti itu.
Cukup lama berada di dalam ruangannya, hingga jam makan siang pun tiba. Tisha masih asik berkutat dengan layar komputernya. Wanita itu nampaknya tidak sadar jika sudah waktunya makan siang. Samuel melihat pintu ruangan Tisah belum terbuka, lantas ia berinisiatif mengambilkan makanan untuk Tisha di restoran yang ada di hotel ini. Selang beberapa menit, ia kembali dengan kotak makanan yang ada di tangannya.
Mengetuk pintu ruangan Tisha, lalu melangkah masuk setelah mendengar sahutan dari dalam. Berjalan ke arah Tisha yang terlihat masih sibuk. “Non, makanlah terlebih dulu,” ucap Samunel seraya menaruh kotak makanan yang ia bawa tadi.
Tisha mengangkat wajahnya, melempar senyum manisnya ke arah Samuel lalu menyambut makanan yang diberikan kepadanya. Ternyata pria ini bisa perhatian juga, pikir Tisha. “Makasih,” ucap Tisha lalu membuka kotak makanan tersebut. “kamu sudah makan, Kak?” Tanya Tisha sambil memasukkan sesuap makanan itu ke dalam mulut mungilnya. Tanpa melihat Samuel.
“Nanti saya akan makan di lantai bawah saja, Non. Yang terpenting Nona makan terlebih dulu, karena kesehatan Nona yang diutamakan,” balas Sanmuel tidak sesuai harapan Tisha. Wanita itu berharap jika Samuel menjawabnya belum makan. Maka ia akan menarinya untuk makan bareng. Namun ternyata apa yang di harapkan oleh Tisha gagal sudah.
“Oh,” jawab Tisha malas karena pria itu memupuskan harapannya di awal.
Dengan setia Samuel menunggu bos mudanya tersebut menyelesaikan makan siangnya. Baru setelah selesai, ia pamit keluar untuk makan siang juga di lantai bawah seperti apa yang sudah dikatakan tadi. Tisha menganggukkan kepalanya untuk kemudian melanjutkan pekerjannya lagi. Ia harus sudah selesai pada jam tiga sore nanti. Karena nanti malam Tisha berniat ingin mengajak Samuel untuk berkeliling di pasar malam. Sebuah pasar yang juga menyediakan berbagai macam mainan untuk orang dewasa juga. Sangat cocok untuknya jadikan tempat kencan baginya.
Meski ini perusahaannya sendiri, yang dengan bebas dirinya bisa pulang kapan saja jika ia mau. Namun, bagi Tisha memberi contoh yang baik adalah langkah utama untuk menjaga kedisiplinan waktu.
Karena terlalu fokus dengan layarnya, hingga tidak sadar jika ada seorang pria yang masuk ke dalam ruangannya. Pria itu mengulas senyumannya ketika melihat Tisha yang sangat serius dengan sesuatu yang sedang dia kerjakan. Sampai-sampai dirinya masuk pun, wanita itu tidak sadar.
“Kamu nampak serius sekali, memang apa yang sedang kamu kerjakan hingga tidak sadar dengan kedatanganku?” ucap pria itu kemudian duduk di kursi tamu yang terletak di depan Tisha.
Suara itu sontak membuat Tisha terperanjat kaget. Pasalnya yang ia tahu adalah orang ini berada di Amerika dan berkata tidak bisa pulang pada tahun ini, pada saat dirinya menghubungi pria itu melalui telepon. Tanpa menunggu lagi, Tisha segera berlari menghambur ke pelukan pria ini.ia sangat rindu dengan sepupu satu-satunya tersebut.
“Kapan Kakak pulang? Lalu Kak Yumna dan Ghani juga ikut pulang, kan?” Tisha memberondong berbagai macam pertanyaan kepada pria yang memiliki paras tampan tersebut, setelkah mengurai pelukannya pada pria itu.
Pria itu tidak serta merta langsung menjawab. Ia tertawa kecil, lalu mengacak rambut sepupunya itu yang dibalas sebuah pukulan di lengannya. “Aku dah besar, Kak. Jangan diacak begini,” kesal Tisha dengan wajah yang cemberut. Semakin membuat pria itu terkekeh.
“Aku akan tetap nganggap kamu masih kecil, karena kita sewaktu kecil nggak bisa bertemu, kan?” ungkap pria yang bernama Langit Bagaskara, putra dari Dion Bagaskara, adik Dirga Bagaskara. “udah selesai, belum? Kalau sudah, sekalian pulang bareng sama Kakak. Tapi kita jemput Kak Yumna dan Ghani terlebih dulu,” tawar Langit.
Tisha nampak bingung antara menerima atau menolak tawaran dari Langit. Pasalnya ia tadi berangkat bersama Samuel. Apa kakak sepupunya ini tidak mengetahui perihal Samuel yang dijadikan bodyguard oleh ayahnya? Jika memang tidak, bagaimana dirinya akan menjelaskannya pada Langit. Sementara dulunya Samuel adalah orang kepercayaan Langit dengan kedudukan jabatan yang tinggi. Nyatanya sekarang pria miskin ekspresi itu turun jabatan dan hanya sebagai seorang bodyguard orang yang tidak penting seperti dirinya.
Leeyuta
1 Des 21