“Menjijikkan sekali,” ucap Jefandra akhirnya, begitu tajam dan menusuk. “Apa yang kamu bilang tadi? Gara-gara alkohol? Gila ! Kamu benar-benar gila, Vani!” Tawa dingin meledak dari bibirnya. Terdengar sarkastik, getir, dan penuh luka. “Dengan suamimu sendiri kamu melakukan hal sebusuk itu?” Pandangan Sharvani mulai mengabur, air mata tak terbendung menetes satu per satu, membasahi pipinya yang pucat. Dia hanya bisa mengangguk pelan, kedua tangannya saling meremas di atas pangkuan. Itu kalimat paling menyakitkan yang pernah dia dengar—dan keluar dari mulut Jefandra Theodoric, pria yang paling dia cintai. “Kupikir hanya pria yang bisa jadi b******n ... ternyata wanita juga bisa,” sindir Jefandra, suaranya pelan namun menusuk. “Maafkan aku, Sayang. Maaf ...,” bisik Sharvani lirih, penuh