Aldi berdecak kesal, kamar yang akan ditempatinya tak sebagus kamar yang biasa ditempati dengan Ranti. Tak ada AC, tak ada perabot mewah. Hanya ranjang yang sudah lama tak dihuni.
"Alas kasurnya harus diganti." Aldi menatap frustasi ranjang itu, warnanya sudah memudar, karena sinar matahari pagi selalu masuk ke kamar ini, jangan harapkan Ranti akan menggantinya, dia akan melakukan jika diarahkan, takkan punya inisiatif sendiri.
"Ah, aku harus menemui wanita d***u itu," keluhnya.
Dia berjalan ke kamar Ranti, kamar utama yang dipisahkan oleh ruang tamu, tanpa permisi mendorong pintu itu.
Aldi tercekat, pemandangan di depannya membuat dia tak percaya dan meneguk ludah susah payah.
Ranti yang terlihat habis mandi, kesusahan memakaikan pengait Bra-nya, tubuh dengan pinggang kangsing itu, tapi b****g dan d**a yang berisi, tak menyadari ada sepasang mata yang tak bisa berkedip menatapnya.
Aldi merasa sesuatu yang tak bisa dibaca, rasa terbakar dan hasrat yang tak bisa dikendalikan, baru kali ini dia melihat Ranti dengan keadaan begini, dia tak menduga, Ranti memiliki tubuh yang aduhai yang tersembunyi di balik dasternya.
Tanpa pertimbangan, Aldi masuk mengejar Ranti bagaikan singa buas yang hendak menerkam mangsa. Menggendong Ranti dan menghempaskan wanita itu ke tempat tidur.
"Mas?" tanya Ranti bingung.
Sedangkan Aldi tak bisa mengendalikan diri. Dia merenggut sisa kain yang melekat di tubuh istrinya itu. Menyerangnya dengan membabi buta.
Ranti menjerit, dia kesakitan, berulangkali kali dia memanggil ayah dan ibunya agar mereka menolongnya.
Wanita itu menangis, tapi sedikit pun Aldi tak peduli padanya. Ranti merasakan tubuhnya dibelah paksa.
"Ampun, Mas!" Dia terisak.
"Diam!"
"Ini sakit."
Aldi tanpa perasaan membuka dasinya dan menutup mulut wanita itu, dia butuh Ranti, meluapkan sesuatu yang sangat mendesak dalam tubuhnya.
Pekikan Ranti tak dihiraukannya. Bahkan ketika wanita itu jatuh pingsan dia tetap tak peduli, ketika hajatnya selesai, Aldi pergi meninggalkan Ranti yang masih tergolek tak sadarkan diri.
***
Ranti bangkit sambil berpegangan ke dinding, apa yang baru menimpanya tadi malam, sama sekali tak dimengerti olehnya. Dia meringis sakit saat menjejakkan kakinya ke lantai. Ranti memungut pakaian dalamnya, mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Pusat dirinya, sangat sakit dan pedih. Ranti menangis saat air shower membasahinya, dia tau, Aldi tak menyukainya, tapi dia tak menyangka pria itu memperlakukannya begini.
Seperti biasa, setelah beres-beres seadanya, Ranti pergi ke rumah Mbak Susi, jaraknya hanya beberapa meter dari rumah. Mbak Susilah yang selama ini baik padanya, memperlakukannya dengan sangat baik.
Susi menatap Ranti heran, saat wanita itu kesusahan berjalan, dia buru-buru menyusul Ranti dan menggandengnya.
"Kau kenapa? Kakimu sakit?" Wajah Susi Cemas, dia begitu menyayangi Ranti, karena almarhum ibu wanita itu sangat dermawan dan baik hati.
Ranti menggeleng, mengalirlah cerita itu dari mulutnya, Susi geram, dia meremas benang wol yang ada di tangannya. Bagaimana pun, Aldi adalah kacang yang lupa kulitnya, dia dulu adalah Supir keluarga Ranti yang disekolahkan sampai sarjana oleh ayah Ranti. Bagaimana bisa dia tak punya hati memperkosa istrinya secara brutal.
"Aku takut berjumpa Mas Aldi," sambung Ranti sambil menunduk.
"Dia adalah suamimu, maafkan dia, mungkin dia butuh padamu, tapi dia tak pandai memulai."
"Dia menyakitiku sampai berdarah-darah." Ranti menambahkan.
Susi tersenyum, dan mengusap rambut Ranti. Kasihan dia, dia tinggal sebatang kara dan dijauhi semua orang, entah apa yang salah, anak satu-satunya di keluarga Budiman itu lahir dengan otak yang bodoh, padahal dia cantik. Sejak kecil menjadi bahan olok-olok, sehingga ibunya menariknya dari pergaulan, mengurung Ranti di rumah dan tak dibiarkan ke mana-mana.
Setelah itu, karena bujukan Susi, Ranti kembali kerumahnya. Susi mengatakan, semua akan baik-baik saja, Susi menerangkan dengan hati-hati perkara hubungan suami istri pada Ranti, agar wanita itu tidak trauma.
Ranti tersenyum lebar, saat mobil Aldi terparkir manis di depan rumah, artinya pria itu pulang ke rumah sebelum waktunya.
Tapi tak hanya mobil Aldi, ada mobil asing yang tak dikenal.
Dua pria keluar beriringan sambil melirik Ranti sekilas.
"Siapa itu Mas?"
Aldi melirik Ranti sejenak, kemudian berkata dengan raut tak peduli.
"Orang Bank."
"Mau apa mereka?"
"Jangan banyak tanya," bentaknya. Pria itu keluar rumah, masuk ke dalam mobil. Dan ... Ranti melihat ada gadis cantik duduk di samping kursi kemudinya.
***
Aldi membaringkan tubuhnya gelisah, dia berusaha untuk melupakan setiap bayangan saat dia merenggut kesucian Ranti dengan paksa. Pagi harinya dia menyesal, bukan karena merasa bersalah, tapi merasa bodoh telah terpukau dengan keindahan tubuh Ranti sehingga dia nekad berbuat sejauh itu.
Tapi setelah dua hari, ada semacam keinginan untuk mengulangi lagi, hal itu membuat Aldi kesal sendiri dengan dirinya. Dia belum pernah berhubungan badan dengan siapa pun, Ranti yang pertama.
Dua jam dia membolak-balikkan tubuhnya, belum juga matanya terpejam.
"Sial," umpatnya sambil menyingkirkan selimut dari tubuhnya, dengan langkah tergesa-gesa, Aldi berjalan menuju kamar Ranti.
Wanita itu telah tenggelam ke dalam mimpinya. Tanpa pikir panjang, Aldi menarik selimut Ranti.
"Mas?" Ranti kaget dan terbangun.
"Diam! Jangan bersuara, jangan menangis, kalau kau lakukan salah satunya, aku akan memukulmu, mengerti?"
Ranti mengangguk takut.
Akhirnya, dia menggigit bibirnya sendiri, menahan rasa sakit yang tak bisa diungkapkan, tak ada kelembutan, tak ada cinta, tak ada kasih sayang, hanya rasa sakit, dari awal sampai akhir.
***
"Kenapa wajahmu?" tanya Hendra, teman kuliah Aldi, dia satu-satunya teman yang mengetahui Aldi telah menikah.
"Aku bosan, sampai kapan aku harus bertahan dengan Nona bodoh anak Pak Budiman, aku juga ingin kayak orang-orang, punya istri cantik, cerdas, punya anak-anak yang lucu, dengan Ranti? Aku tak Sudi, Hen"
Hendra tertawa remeh.
"Ya sudah, ceraikan saja!"
"Masalahnya, tak ada yang akan mengurusnya, Pak Budiman telah mempercayakan dia padaku."
"Terus, sampai kapan kamu nyiksa diri."
"Aku bingung."
"Pilihan ada di tangan kamu."
Aldi gusar, dia mendekatkan kursinya ke samping Hendra.
"Menurut kamu, dua kali berhubungan suami istri bisa hamil nggak?"
"Jadi?" Hendra melotot curiga.
"Jawab aja dulu, nanti aku jelasin."
"Jangankan dua kali, satu kali aja bsia jadi, kalau kalian subur. Wah, kamu nyari mati, Bro. Asli, nyari mati kalau sempat hamilin si Dungu."
"Jangan takut-takutin aku, dong, Hen."
"Aku serius, kalau Ranti hamil, kamu bakal terikat seumur hidup."
"Aku nggak mau."
"Nah, untuk sementara jangan dekati dia dulu, pastikan dia tak hamil. Kalau hamil, tamat riwayat kamu, Bro."
Aldi semakin gusar.