Ranti menyibak gorden jendela, sudah jam sebelas malam, Aldi belum juga pulang ke rumah. Ranti menutup gorden itu kembali, dia mematikan lampu dan masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Ada ketakutan di wajah itu, saat mengingat bagaimana Aldi menggaulinya secara kasar, walaupun Susi telah memberi pengertian, bahwa istri memiliki kewajiban untuk melayani suami di tempat tidur, tapi Ranti masih takut. Dia takut jika tiba-tiba Aldi masuk ke kamarnya dan memaksa dia disertai ancaman.
Wanita itu menutup telinganya dengan bantal, pintu tidak dikunci, dia tak ingin Aldi mendatanginya malam ini. Tak lama setelah itu, ia masuk ke dunia mimpi.
Di tempat berbeda, seorang gadis menangis sesenggukan, Aldi berusaha menenangkannya. Mereka baru saja jadian tiga jam yang lalu, tepat saat makan malam bersama. Jadian yang sangat manis, Aldi bahkan merancang konsep romantis dengan menyewa pemain piano kafe, dia begitu bangga, saat Siska begitu kagum dan takjub.
"Dia suka padaku, Mas. Bahkan dia sengaja ke sini untuk mencariku, dan meminta uang, padahal kami telah lama putus. Dia laki-laki jahat." Siska bercerita di sela tangisnya.
Sebenarnya Aldi telah dalam perjalanan pulang, waktu Siska menelponnya kembali karena ketakutan.
"Tenanglah! Mas akan carikan tempat kos yang lebih mewah dan lebih dekat dengan kantor. Kamu tak perlu khawatir, oke?" Aldi tersenyum lembut, mengusap air mata gadis yang tak lain adalah Siska itu.
Gadis itu mengangguk, sesekali masih sesenggukan.
"Oke, kalau gitu, Mas pulang dulu, ya."
"Jangan!" Siska menahan kemeja Aldi. "Aku masih takut kalau pria itu ke sini, dan meminta uang lagi sama aku, Mas menginap di sini saja malam ini, please!" Siska memelas.
"Begini saja! Mas antar kamu ke hotel, ya. Jadi kamu tak perlu khawatir, besok nggak usah aja dulu masuk kantor, kamu beres-bereskan barang dan siap-siap pindah, Mas akan hubungi teman Mas, dia punya kenalan yang banyak, pasti tau koss-an yang lebih bagus, besok kamu nggak perlu tinggal di kos jelek ini."
"Makasih, Mas. Mas sangat baik." Siska memeluk Aldi manja. Entah siapa yang memulai, mereka hanyut dalam kemesraan nista, mereka berzina. Aldi bahkan mengabaikan bahwa, rasa gadis itu tak seperti Ranti, tak ada penghalang sebagaimana gadis perawan pada umumnya.
Aldi tak peduli, dia mencintai Siska, Siska mencintainya, Siska tak seperti Ranti yang hanya pasrah bagaikan pohon rebah, Siska enerjik, lincah, seperti wanita yang telah berpengalaman. Dan saat dengan Siska, Aldi mengenal apa itu keindahan b******a.
***
Ranti mengucek matanya saat azan subuh terdengar. Wanita berkulit putih itu berjalan pelan menuju kamar Aldi, ia mendorong pintu itu pelan. Ranti melihat, selimut masih terlipat seperti kemaren, artinya suaminya itu tak pulang tadi malam.
Ranti kembali ke kamarnya, mengambil wudhuk dan shalat subuh. Ada kelegaan di hatinya Aldi tak pulang sehingga dia tidur nyenyak tanpa diganggu laki-laki itu.
Selesai shalat subuh, Ranti menuju dapur. Dia membuka kulkas, menemukan bahan-bahan yang akan dimasak.
"Aku buat ayam gulai saja kali, ya," gumamnya sendiri, dia mendapatkan ilmu memasak baru dari Susi, ini sudah yang ke lima kalinya dia membuat menu itu, dan Aldi tak pernah memakannya.
"Kalau Mas Aldi nggak makan, aku kasih tetangga saja, kan bisa sedekah," katanya cuek.
Satu jam berkecimpung di dapur, mobil Aldi sampai di parkiran, pria itu pulang masih dengan baju yang kemaren, baju kemejanya kusut, dan dipastikan dia belum mandi.
"Mas?" Ranti mengejar pria itu ke pintu masuk. Dia tersenyum manis, walaupun dibalas dengusan.
"Sana! Aku mau mandi."
"Semalam Mas nginap di mana? Kok nggak pulang?"
Aldi berhenti dan membalikkan badannya.
"Mulai malam ini, jangan lagi menungguku pulang, nggak usah masak, nggak usah pedulikan aku, berbuatlah sesukamu, aku ingin kita segera bercerai."
Ranti melongo.
"Kan! Kamu nggak ngerti, dasar idiot." Aldi tertawa sinis. Lalu dia berlalu masuk ke dalam kamarnya.
"Kalau kami bercerai, siapa yang akan menemaniku di rumah?" Ranti berpikir keras. "Ah, sudahlah!" Ranti kembali ke dapur dengan wajah tak peduli.
Di kamar mandinya, Aldi memandang pantulan dirinya, dia tersenyum, begitu pintar Siska menciptakan tanda di sepanjang lehernya. Dia tak sabar menemui Siska malam ini.
"Tekadku sudah bulat, bercerai saja."
***
"Berapa yang kau butuhkan!"
"Saya butuh enam ratus juta, Pak Handi. Untuk menebus sertifikat rumah saya. Dua hari lagi, jika tak dilunasi, rumah saya akan dilelang."
Pria yang dipanggil Handi itu mengangguk, cerutu masih bertengger di bibirnya.
"Ingat! Kau harus kembalikan dalam waktu enam bulan, bunga lima puluh persen, kau mengerti?"
"Baik, Pak. Terimakasih banyak." Aldi tersenyum cerah.
Aldi bersiul menuju mobilnya, di dalam mobil Siska telah menunggu.
"Ayo! Kamu bisa pilih perhiasan dan baju mana yang kamu suka. Mas akan bawa kamu makan ke tempat yang paling mewah, setelah itu kita menginap di hotel Rich Rocky malam ini," kata Aldi.
Siska mengangguk semangat.