Niko melamun di ruang kerjanya. Dia tidak bisa berkonsentrasi bekerja pagi ini. Pikirannya melayang pada kata-kata Andini tadi pagi.
Bukannya takut diusirnya dari rumah, tapi ada sedikit rasa kehilangan Andini saat dia mengingat gadis itu pergi begitu saja dari hadapannya. Ya Niko sangat galau saat ini.
Suara ketukan di pintu ruang kerja Niko membuyarkan lamunannya. Adam, masuk dengan membawa sebuah berkas di tangannya. Niko menghembuskan nafas kasar dan menjatuhkan punggungnya di sandaran singgasananya.
"Kesel amat, bos. Lagi pusing?" tanya Adam sambil menyerahkan berkas di tangannya.
"Apa lagi ini?" tanya Niko lemas.
"Laporan bulanan. Bete amat sih? Andini atau Laura?" tanya Adam kepo.
"Laura. Sampai hari ini dia belum hubungin gw lagi."
"Lu, udah hubungin dia?"
"Belum."
"Tumben amat. Biasanya paling ga bisa kalo didiemin ama Laura. Ini udah 3 hari kan. Apa kabar Andini?"
"Mau pulang dia hari ini."
"Kalian jadi nikah?"
"Ga jadi."
"Kenapa?"
"Dia mau batalin semuanya?"
"Alesannya?"
"Gw bilang kalo gw masih cinta ama Laura?"
"Lu yakin?"
Pertanyaan Adam mempu membuat Niko terdiam. Dia tidak mampu menjawab karena sekarang ini Andini juga sedang mengulik mencari sisa tempat yang belum diisi Laura. Nama Andini sedang merayap masuk dalam pikirannya dan membuat pemuda itu tidak bisa berpikir jernih.
"Jangan biarin dia pergi, ato lu bakal nyesel, Ko. Buang gengsi lu jauh-jauh. Lu udah jatuh cinta ke Andini tanpa lu sadari. Semangat bos," ucap Adam melihat raksi Niko.
***
Andini sedang di kamar ayah dan ibunya. Dia ingin bicara pada mereka sebelum dia membatalkan perjodohan dengan Niko ke orang tua Niko.
"Ayah ... ibu, Andin mau ngomong bentar boleh?" tanya Andini saat dia masuk di kamar yang disediakan keluarga Haris untuk mereka.
"Ada apa, Din? Kok kayanya penting banget," tanya Atmadja penasaran.
"Kalo Andin bilang, jangan ada yang marah ya? Dengerin dulu semua yang Andin bilang."
"Ya udah kamu buruan bilang, ayah penasaran loh."
"Ayah ... ibu, sebelumnya Andin mau minta maaf. Andin ga bermaksud untuk melawan keinginan ayah dan ibu. Tapi Andin sepertinya ga bisa untuk yang satu ini. Andin mau mundur dari perjodohan ini, yah," kata Andin yang lalu menundukkan kepalanya.
"Boleh tau alasannya?" tanya Atmadja mencoba tenang.
"Anu Yah ... Andin ga dapet sreg ama Mas Niko. Entah kenapa, hati Andin masih belum terarah ke Mas Niko. Andin masih ragu, Yah."
"Yakin itu alesan kamu?" tanya Atmadja sambil memegang tangan putrinya. Andini hanya menjawab dengan anggukannya.
"Bukan karena sikap Niko ke kamu?" tanya Santi.
"Ya walaupun Mas Niko kadang ngeselin, tapi Mas Niko juga baik kok, Bu. Maafin Andini ya," ucap Andini penuh sesal.
"Kalo emang itu yang kamu inginkan, kami bisa apa. Nanti kita ngobrol bareng Haris ya." Atmadja berusaha mengerti.
Keluarga Andini pamit ke keluarga Haris. Mereka ingin pergi ke undangan sekalian langsung kembali ke Bandung. Ayah Andini juga menyampaikan apa yang sudah diutarakan Andini tadi sebelum mereka pamitan.
"Aku menyesal Kang atas sikap anakku," ucap Pak Haris penuh sesal.
"Ga usah nyalahin siapapun. Mereka ga ada yang salah kok. Kita yang salah, kita yang sudah berusaha untuk memaksakan kehendak kita ke mereka. Nanti kalau jodoh pasti akan menikah juga," kata Atmadja meyakinkan sahabatnya.
"Tapi aku masih bisa melamar Andini kan Kang kalo nanti Niko berubah pikiran?"
"Aku ga bisa janji. Selama Andini masih sendiri, pasti akan kami bukakan pintu rumah kami. Persahabatan kita jangan pecah cuma karena ini ya, Ris."
"Pasti Kang, jangan sampe berdampak ama persahabatan kita. Maafin kami ya Kang."
Keluarga Andini pun segera pamitan. Haris tampak merangkul Atmadja sangat erat dan lama. Atmadja tampak membisikkan sesuatu ke sahabatnya itu.
***
Niko pulang ke rumahnya saat makan malam tiba. Dia mendatangi meja makan dan tidak lagi mendapati keluarga Andini ada di sana. Niko sedikit menoleh ke kamar yang kemarin di tempati Andini.
"Mereka udah pulang. Tadi sekalian berangkat undangan," kata Jojo saat dia melihat arah pandangan kakaknya.
"Ma, bawa makan malamku ke kamar. Papa malas makan di sini." kata Haris ke istrinya.
Niko melihat perubahan sikap papanya yang seolah sedang marah padanya.
"Kamu mengecewakan papa," ucap Amira saat membawa piring makan untuk suaminya.
"Hmm semua pergi, sepi banget rumah ini ya. Gara-gara satu orang, rumah ini jadi dingin banget," celetuk Jojo sambil terus menikmati makan malamnya.
"Maksud lu apaan sih? Kenapa papa marah ke gw?" tanya Niko yang akhirnya penasaran.
"Lu belum nyadar kesalahan lu apa?"
"Apa emangnya, gw ngapain? Seharian gw kerja di kantor dan ga ada yang salah ama kerjaan gw."
"Kerjaan lu emang ga ada yang salah. Tapi sikap lu yang salah. Andini memutuskan perjodohan kalian."
"APAAA!!! Dia bilang kaya gitu? Serius lu?" kata Niko kaget sambil menarik kursi di dekat adiknya.
"Seneng kan lu. Sekarang lu bebas bisa sama Laura lagi."
Niko terdiam dan ada sedikit senyuman di wajahnya. Dia senang karena Andini menepati janjinya. Janji untuk meninggalkannya tanpa menyalahkan dirinya. Masalah papanya, mungkin hanya akan berlangsung selama beberapa hari saja. Ya, Niko bahagia saat ini.
Niko meninggalkan adiknya di meja makan sendirian. Dia ingin segera ke kamarnya lalu bersiap untuk menemui kekasih hatinya. Dia ingin memperbaiki semuanya dengan Laura.
Ya ... dia ingin Laura kembali lagi padanya. Kembali untuk menjalani cinta mereka kembali yang pernah hampir kandas. Dia bertekad akan segera menikahi Laura apapun halangannya.
"Mau ke mana, Ko?" tanya Amira saat melihat putranya turun dari kamar dengan pakaian rapi.
"Mau jalan, ma. Mau ketemu ama temen," jawab Niko sedikit berbohong.
"Tunggu sini bentar," kata Amira sambil berjalan ke sebuah lemari di ruangan itu. Beliau membuka salah satu lacinya dan mengambil sesuatu dari dalam.
"Ini ada surat dari Andini buat kamu," kata Amira sambil memberikan surat di tangannya ke Niko.
"Surat? Surat apa, Ma?" tanya Niko sambil mengambil surat dari tangan mamanya.
"Mana Mama tau. Katanya ini buat kamu. Kamu kalo pulang jangan malem-malem."
"Iya Ma. Niko cuma pergi bentar kok. Niko pergi ya, Ma."
Niko masuk ke dalam mobilnya. Dia meletakkan surat Andini di dalam saku jaketnya. Dia segera mengendarai mobilnya menuju ke apartemen Laura.
Niko menekan bel di apartemen Laura. Dia ingin mendapat sambutan hangat dari kekasihnya yang sudah lama dia rindukan.
"Niko?" kata Laura kaget saat dia membuka pintu dan mendapati Niko ada di depan pintu.
"Hai sayank, aku kangen banget ama kamu," kata Niko sambil meraih pinggang gadis di depannya. Namun gadis itu sepertinya masih marah, karena dia berontak dan mencoba melepaskan diri dari rengkuhan tangan Niko.
"Lepasin, ah. Ngapain sih pake ke sini segala?" tanya Laura jutek dan meninggalkan Niko di belakangnya.
"Loh kok nanyanya gitu. Aku kan kangen kamu sayank," jawab Niko.
"Kamu masih marah ama aku?" tanya Niko dengan tatapan menggoda.
"Ke mana aja 3 hari!! Ngilang ga ada kabar. Ini ga kaya Niko yang dulu-dulu tau ga!!"
"Maaf sayank, aku sibuk banget pikiranku ruwet belakangan ini. Maafin aku ya?" rayu Niko.
"Ruwet ato sibuk ama calon istri?!" tanya Laura dengan nada menghakimi.