Misi Yang Tertunda? (3)

1522 Kata
Klara benar-benar merasa sudah ditipu secara kasar dan terang-terangan oleh Bu Virny, ketika akhirnya acara makan dimulai. Dia dapat menyaksikan sendiri ada beberapa menu yang sudah siap di atas meja. Dan menu itu jelas-jelas bukan yang dia saksikan dimasak oleh Bu Virny dengan Sang Mama saat mereka berada di dapur tadi. Ada rasa kecewa yang menyelinap di hati Gadis itu. Dia merasa dibohongi, dibodohi. Dia juga tahu, walau seakan Bu Virny seperti tak peduli dengan apa yang hendak diperbincangkan oleh Randy dengan dirinya di area dapur, dia toh dapat merasakan betapa tingkah mereka sesekali diintip oleh Dua Orang Ibu. Mamanya, serta Bu Virny. Lucunya lagi, atau bodohnya lagi, Pak Suwandi malah keceletukan, “Ini sengaja dipersiapkan sama Virny buat Tamu spesial, Keluarganya Mas Alvin. Masak sendiri semua lho ini.” Perkataan akrab Pak Suwandi itu mengundang colekan samar di lengannya. Colekan dari Sang Istri yang tersadar rahasianya bocor. Dan Pak Suwandi segera tersadar lantas membelokkan pembicaraan ke arah lain. Baik Bu Ellen maupun Pak Alvin menimpali, seolah untuk memastikan agar Klara tidak tahu akan 'kesalahan kecil' barusan. Bagi Klara, setiap sendok makanan yang dia suapkan ke dalam mulutnya, seolah membuat tenggorokannya semakin terasa seret saja. Alangkah sulit untuk menelan makanan itu. Seolah dirinya tengah menderita radang tenggorokan saja. Apalagi dia sengaja diposisikan duduk bersebelahan dengan Randy. Betapa menyiksanya hal itu bagi Klara. Setelah melewatkan waktu di dapur berdua saja dengan percakapan yang super minim, keakraban yang diperlihatkan Dua pasang Orang tua yang tampak bahagia itu juga tak membantu mencairkan kebekuan di antara Klara dan Randy. Mereka berdua lebih banyak diam, menimpali perakapan yang berlangsung juga tidak. Seakan-akan mereka berdua adalah Juri dari acara masak-memasak yang sedang begitu berkonsentrasi dengan makanan yang mereka nikmati untuk kemudian menilai cita rasanya. Begitu pula setelah acara makan malam bersama itu usai. Kebekuan di antara Klara dan randy belum juga mencair sebagaimana harapan Kedua Pasang Orang tua mereka. Randy masih lumayan. Sesekali memang Randy masih menimpali obrolan yang berlangsung, terutama pada bagian di mana Pak Alvin berkisah tentang strategi pemasaran yang dipakai oleh Para Klien-nya. Dia tampak cukup berminat. Berbeda dengan Klara yang benar-benar diam seribu bahasa. Mulut Klara bagai terkunci rapat. Seolah semua perbendaharaan kata yang dimilikinya sudah dalam keadaan kosong melompong. Lenyap. Sesekali, dia masih mencoba menyunggingkan senyum walau hatinya terasa tak nyaman luar biasa. Dia juga sudah mulai merasa kesal pada Bu Virny Tante tega, mau saja diperalat sama Anaknya Tante. Dia itu Cowok, kalau mau mengenal Seorang Cewek, harusnya nggak dengan cara meminta Tante melakukannya. Umurnya sudah berapa sih? Sepertinya hanya satu dua tahun lebih muda dari Kakakku yang super ribet itu. Dan bukan masalah caranya saja Tante. Asal Tante tahu, bahasa tubuh dia itu benar-benar menyiratkan bahwa dia haus pujian. Padahal apa yang harus dipuji dari diri dia? Huh! Pintar bisnis, otak cerdas? Ya itu kan wajar saja. Anaknya Pengusaha, dididik dengan baik, hidup di keluarga yang mendukung dan ada kesempatan untuk mendapatkan pendidikan terbaik, justru gila kalau nggak pintar bisnis dan otaknya nggak cerdas. Tapi kira-kira apa ada Cewek yang betah berdekatan sama dia, ya? Ih! Kalau ada, bukan aku Orangnya! Pikir Klara yang sibuk membujuk hatinya yang gundah. Saat mereka berpamitan untuk pulang, Bu Virny mengelus punggung Klara dengan sayang. Anehnya, elusan lembut itu sanggup menyentuh palung hati Klara hingga menimbulkan getaran lagi di hatinya. Tatapan Bu Virny juga sangat hangat, seperti sudah menganggap Klaramerupakan bagian dari keluarganya. Dan lagi-lagi tak lupa menambahkan kata ‘Sayang’ di belakang nama Klara. “Klara Sayang, kalau kamu lagi sempat, main dong ke rumah ini atau ke toko kue Tante. Ya? Tante akan sangat senang menerima kehadiranmu. Apalagi kalau kamu juga sempat ke restaurant. Wah, sudah terbayang kita bakal makan sambil mengobrol asyik. Pasti seperti kalau Tante mengobrol dengan Irene, ya.” Klara menangkap harapan yang membersit dari tatap mata Bu Virny. Dan itu membuat Klara merasa gentar. Duh, Tante, jangan begini. Saya merasa Tante menyukai saya. Entah semenjak kapan tepatnya. Kalau hanya untuk akrab dengan Tante, mungkin saya masih bisa usahakan. Tapi kalau dalam konteks harus dekat dengan Anak Tante, aduh sejujurnya saya nggak bisa janji. Anak Tante itu kaku. Dan nggak tahu deh. Pokoknya saya nggak nyaman kalau berada di dekat dia. Itu saja, batin Klara. Dia tak sampai hati kalau harus mengecewakan hati Bu Virny dengan membuat harapan itu menguap. Tetapi sebaliknya, membayangkan harus berlama-lama dengan Randy saja, sudah membuatnya merasa mual, seakan asam lambungnya naik. Persis ketika dirinya sedang dihadapkan pada masalah berat yang menghambat persiapan acara di jam-jam genting, yakni masuk hitungan mundur dari ketepatan saat pelaksanaan acara yang menjadi tanggung jawabnya. ... * Pandangan Bu Ellen menerawang jauh. “Harusnya Mama paham. Selama perjalanan pulang juga kamu nggak mau membahas apa pun. Harusnya Mama paham hal itu.” Bu Ellen setengah bergumam. Ia lantas ingat, ketika dirinya membalas jamuan makan Bu Virny, yang tentu saja diadakan di rumahnya dan sudah dikondisikan dulu agar suasananya dapat lebih cair bagi Klara dan Randy ketimbang acara makan malam di rumah Bu Virny, Klara juga tidak banyak bicara. Yang kamu lakukan selama ini hanyalah menjaga sikap baik. Kamu itu enggan membantah Mama atau mengecewakan Mama secara terang-terangan. Kamu memang berbeda dengan Rene yang bisa menyuarakan apa yang dia mau kapan saja, bahkan kerap memaksakan kehendaknya kepada Siapa saja, pikir Bu Ellen. Kini dia amati lagi ekspresi wajah Klara di dalam foto di ponselnya. Hatinya tergugah. Ekspresi wajahmu, tawa kamu di sini sangat lepas. Beda sekali Sayang, dengan sewaktu dipertemukan dengan Randy. Mama tahu kamu Anak yang baik, Sayang. Kamu sangat menjaga sikap pada saat pemakaman Bu Virny berlangsung, kamu juga berusaha membantu sebisa kamu saat acara Misa Peringatan Tujuh Hari meninggalnya u Virny diselenggarakan. Apa jangan-jangan Mama yang salah? Ya, Mama dan Bu Virny, yang terlalu menginginkan kamu dan Randy berjodoh dan menganggap itu akab merupakan pelengkap yang sempurna untuk lebih mengakrabkan hubungan baik kedua keluarga? Tanya Bu Ellen dalam hati. Bu Ellen terusik. Hatinya tergelitik. Dan ia segera terpancing untuk membandingkan pembawaan kedua Putrinya. Dua Permata hati yang sama-sama dikasihinya. Jangankan aku sama Papa yang merupakan Orang tua mereka. Orang di luaran sana saja kerap berkomentar, sungguh lucu menyaksikan fakta yang ada. Rene yang pekerjaannya lebih banyak berkutat dengan angka dan data, justru ekspresif dan agak bawel. Anak Sulung tetapi sering menunjukkan sikap yang kekanakkan. Sementara Rara yang Putri Bungsu, yang enerjik, lebih suka bekerja di ruangan terbuka dan menghadapi Orang, tetapi sejauh menyangkut hal pribadi, sulit sekali untuk dipancing emosinya. Dan sikapnya juga dewasa serta enggan ribut, kata Bu Ellen dalam hati. Menyadari bahwa Irene telah menemukan kebahagiaannya dengan mendapatkan Seorang Suami yang sangat menyayanginya, sudah pasti membuatnya ingin agar Klara juga mendapatkan Pendamping yang sama-sama baiknya dengan Dhika. Dan dia setuju dengan pemikiran Irene, bahwa Randy memenuhi persyaratan itu. Ya, Randy yang bisa dekat tak hanya dengan dirinya dan Suaminya, tetapi juga dengan Irene. Walau pada faktanya, entah mengapa sampai sekarang seolah begitu sulit untuk menyambungkan dua hati, hatinya Kalara dan hatinya Randy. Dia tak dapat menampik, banyak yang telah diupayakan oleh Bu Virny untuk dapat kembali mempertemukan Randy dengan Klara setelah itu. Tetapi baik Klara maupun Randy mempunyai alasan kuat yang mau tak mau harus dimaklumi. Kesibukan mereka. Dan itu membuat Bu Virny sambat kepadanya pada suatu saat, dengan berkata, “Aku melihat  mulai ada harapan dan kemajuan dalam komunikasi antara Klara sama Randy setelah sekian kali kita pertemukan. Sepertinya aku juga pernah mendengar sendiri Randy berusaha untuk menghubungi Klara. Tetapi memang waktunya yang mungkin belum tepat. Apakah kita harus membantu mereka lagi? Aku nggak mau kalau sampai harapan ini terlepas. Sejujurnya, aku sangat sayang sama Klara.” Saat itu Bu Ellen hanya mampu menjawab, “Sebaiknya kita jangan mendesak mereka terus. Biarkan saja berjalan seperti adanya. Kita bantu ingatkan secara halus saja dan bantu dalam doa agar terbuka jalannya. Kasihan kalau mereka malah jadi nggak nyaman lalu malah saling antipati satu sama lain.” “Tapi tolong jaga Klara buat aku. Jangan sampai dia telanjur menjadi milik Cowok lain. Aku kok takut sekali kehilangan dia. Rasanya nggak rela,” itu yang diucapkan oleh Bu Virny selanjutnya. Maka di detik ini, apa yang diucapkan oleh Bu Virny tersebut kembali terngiang di telinga Bu Ellen. Lantas yang terbayang di pelupuk mata Bu Ellen adalah kenangan manis ketika Bu Virny masih hidup. Bu Virny yang dikenalnya sebagai Wanita yang bersemangat dan tak mau sekadar ‘mendompleng’ kesuksesan Sang Suami. Pun begitu, dia masih memosissikan diri sebagai Pendamping yang baik bagi Pak Suwandi dan Ibu yang sempurna bagi Randy sampai ajal menjemputnya. Ya, Bu Virny yang tak ragu berkisah tentang perasaan kehilangannya serta rasa rindu yang masih rutin dirasanya setiap kali teringat kepada Mendiang Rico. Bu Virny yang tak ragu meneteskan air mata apabila bertutur tentang ‘kisah cinta Sang Putra Bungsu’ yang mempunyai akhir demikian tragis. Bu Virny yang ditengarainya sengaja menyibukkan diri dengan hobby membuat kue dan akhirnya membuka toko kue untuk mengobati lara hati dan rasa sepi yang sesekali menyambanginya di kala dia tidak sedang melakukan apa-apa. Lalu dia terngiang perkataan Irene tadi, yang membangkitkan ingatannya akan apa yang diucapkan oleh Sang Suami beberapa saat lalu. Bu Ellen mendesah. Matanya memejam. Sebuah dilema segera terhampar di hadapannya. * $ $ Lucy Liestiyo $ $
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN