Katelyn menaut dirinya di depan cermin, dengan jaket krem panjang yang menutupi sweeter hitam dan rok rempel hitam dipadukan dengan stoking hitam dan angkle boots krem serta topi rajut yang melindunginya dari hawa malam musim dingin.
Tidak terlalu buruk untuk menemui pangeran, pikirnya. Dengan menggunakan taksi, Katelyn menuntun sang supir menuju alamat yang diberi Pangeran Arthur padanya.
"Terimakasih tuan." Katelyn turun setelah membayar tarifnya.
Katelyn memberikan tatapan memuja pada bangunan di depannya, kastil mewah di balik pagar hitam yang kuat dan jangan lupa penjaga kerajaan yang cenderung mirip patung karena sikap sempurna mereka. Tidak jauh dari sana Katelyn menangkap beberapa mobil limo dan mobil mewah yang terparkir di halaman kastil.
"Permisi pak, uh maksud ku tuan. Aku diundang oleh Pangeran Arthur." Katelyn menggaruk pelilisnya kikuk, berbicara dengan para penjaga istana? Huh rasanya tak jauh beda dengan mengajak tiang lampu jalan berbincang.
"Undangan mu, nona?" Tanya salah satunya.
"Undangan? Undangan apa? Prince Arthur hanya memberi ku kartu namanya." Katelyn menunjukan kartu nama milik Pangeran Arthur.
"Jika begitu anda tidak berkenan masuk, nona." Ucap si penjaga bertopi tinggi itu.
Katelyn mendegus samar hingga menggeluarkan uap karena udara di sini semakin dingin.
"Tapi aku sudah membuat janji dengannya." Tidak mau pulang dengan tangan hampa Katelyn terus mencoba peruntungannya.
"Maaf nona, tapi anda tidak memiliki undangan dan artinya anda tidak diperbolehkan masuk."
"Fine." Katelyn menjauh dari gerbang utama. Untuk pulang? Ah tidak, dia malah berusaha memanjat pagar hitam di sisi lainnya.
"Sedikit lagi Katty, kau pasti bisa." Ujarnya menyemangati, tinggal kakinya naik sedikit lagi. Tapi sayang aksinya itu dipergoki oleh penjaga menyebalkan yang menyambutnya di gerbang tadi.
Jadilah Katelyn digiring ke depan gerbang untuk dimarahi.
"Apa yang kau lakukan nona? Anda tidak bisa masuk tanpa undangan tidak bisakah anda mengerti maksud ucapan ku?" Katelyn hanya diam sembari memperhatikan kakinya yang bergerak sesuka hatinyadi dalam sepatunya.
"Kau tidak mendengarkan ku nona?" Katelyn akhirnya mendongak menatap menjaga yang tingginya menjulang daripada dirinya.
"Kau fikir telinga ku tuli tuan? Jelas aku mendengar semua." Ah ingin rasanya menarik topi panjang yang ada di atas kepala penjaga itu.
"Ada apa ini?" Katelyn langsung menengok suara yang berasal dari belakang penjaga ini.
"Kau.." Seru Katelyn senang, dia, pria besar yang bersama dengan Arthur siang tadi.
"Miss Madison." Sambut Mike.
"Kenapa kalian menahannya? Pangeran sudah menunggu gadis ini." Mike melotot marah pada penjaga yang tadi memarahi Kate.
"Siapa nama mu nona?" Tanya penjaga itu.
"Katelyn Madison." Jawab Kate.
"Jadi anda, maaf Miss Madison."
**
Arthur menatap malas pemandangan di depannya, adalah pesta kecil yang di gelar oleh orang tuanya. Tidak, lebih tepat oleh ibunya. Ibunya mengundang seluruh puteri dari kerajaan yang ada di daratan Eropa, ingat SELURUH PUTERI.
"Apa belum ada yang menarik hati mu, son?" Tanya ayahnya, Philip tidak merasa putranya tertaik dengan ide istrinya ini.
"Mereka bahkan tidak ada yang menarik minat ku." Ucap Arthur.
"Apa aku sudah memiliki calon kakak ipar, Ayah?" Tanya Athala yang tiba tiba ikut bergabung.
Dimana Mandeline? Ibunya itu pasti tengah memilih kandidat yang akan diajukan pada anak keduanya itu.
"Belum sepertinya, bersabarlah kau tau kakak mu yang satu ini sangat pemilih untuk pendamping hidupnya nanti. Tapi dia masih saja suka bermain dengan banyak wanita di club malam." Philip terang terangan menyindir Arthur, anaknya yang satu ini memang tergolong liar dengan gaya kehidupan malamnya. Tapi lepas dari sifat buruknya, dia juga masih tergolong pangeran baik hati di mata rakyatnya.
"My son, ibu sudah memilihkan wanita untuk mu sayang." Mandeline datang bersama empat gadis bergaun mewah.
"Gheandra, Princess of Danish." Satu wanita maju satu langkah lalu menunduk hormat di hadapannya.
"Alice, Princess of Netherland."
"Elena, Princess of Sweden."
"Maria de Colins, Princess of Spain."
Baiklah Arthur mengakui empat gadis dihadapannya adalah gadis-gadis cantik yang menarik hati, tapi bukan hatinya.
"Pilih yang menarik hati mu, my son." Ucap Philip mendukung Mandeline.
Sesungguhnya orang tuanya melakukan hal ini juga untuk kebaikannya, mereka tidak ingin Arthur berlama-lama asik dengan bergonta-ganti pasangan.
"Mau aku pilihkan?" Tanya Leonore kakaknya sang putera mahkota.
"Aku yang akan menikah, bukan diri mu. Atau kau akan menikah lagi? Aku akan katakan itu pada Rendela." Arthur memberi tatapan dingin pada Leo. Kakaknya ini sangat sombong karena dia sudah menikah dua tahun lalu dan mendapatkan seorang putra yang menggemaskan.
"Baiklah adik kecil, kau yang memilih." Leo terkekeh menyambut jawaban dari adiknya.
Dengan segenap keyakinan hatinya, Arthur menarik nafasnya panjang sebelum mengutarakan keputusannya. Dan saat-saat ini membuat para puteri itu tersenyum manis padahal hati mereka bergejolak penuh harapan.
"Aku tidak akan memilih semuanya." Desahan kekecewaan terdengar dari empat puteri itu.
Memang puteri-puteri itu tampak berkelas dengan gaun dan selempang kerajaan mereka masing-masing, tapi mereka tidak berhasil memenangkan perhatian dari pangeran itu.
"Arthur, jika kau terus begini kapan kau akan menikah?" Tanya Mandeline wanita paruh baya yang masih cantik itu memijat pangkal hidung mancungnya.
"Aku akan mendapatkannya bu, nanti." Arthur mencoba membuat ibunya mengerti namun, nihil.
"Tidak ada kata nanti son, pilihlah salah satu dari mereka di sini dan sekarang juga." Mandeline berkacak pinggang di depan Arthur.
Arthur mendegus kasar sebelum menyapukan pandangannya ke seisi ruang ini, senyum manisnya yang jarang terlihat tiba-tiba terbit begitu saja.
"Aku memilihya." Arthur menunjuk arah gadis yang mencuri perhatiannya, dengan senang juga Queen Mandeline, King Philip, Prince Leonore juga Princess Athala mengikuti arah yang ditunjuk Arthur.
"Kau bercanda?"
**
Sepanjang perjalanan mengekori Mike, mata Katelyn tampak menyapukan pandangannya ke setiap sudut kastil yang baru pertama kali ini didatanginya.
"Oh ya tuan, mengapa penjaga itu menanyai undangan?" Tanya Katelyn.
"Miss Madison, kita belum berkenalan bukan? Nama ku Mike D'bora orang kepercayaan Prince Arthur. Panggil saja Mike." Mike hanya melirik sekilas Katelyn yang berjalan di belakangnya.
"Baiklah Mike, jadi kenapa mereka menanyai undangan?" Tanya Katelyn.
"Jelas Miss, karena tengah digelar pesta di sini."
Seketika Katelyn menghentikan langkahnya, mulutnya sedikit terbuka dan kakinya terasa menempel erat di lantai yang diinjaknya. Merasa tidak ada yang mengekorinya lagi Mike berhenti dan menengok ke belakang.
"Pesta?" Tanya Kate.
'Yang benar saja, aku hanya akan merusak pesta itu.' Batinnya.
"Benar Miss Madison, pesta untuk pangeran. Lewat sini miss pangeran sudah menunggu mu." Ucap Mike yang sudah hendak membuka pintu besar di depannya tapi Katelyn tak kunjung beranjak.
"Aku harus pulang Mike, aku tidak ingin mengacau di sini." Katelyn menerawang kemungkinan terburuk yang terjadi jika dia nekat masuk.
"Tidak Miss, pangeran akan sangat marah jika anda tidah hadir mala mini. Lagipula tidak sopan menolak undangan pangeran bukan?" Mike menatapnya penuh harap, ini membuatnya melemah.
"Baiklah Mike aku akan masuk." Katelyn merapikan lagi penampilannya sebelum mereka memasuki ruangan luas mirip ballroom.
'Bukankah dia menundang ku untuk ke garasi pribadinya?'
'Sial.' Umpat batinnya, disini penuh dengan wanita-wanita mengenakan dress-dress mahalnya dan selempang kerajaan jangan lupa ada beberapa dari mereka menggenakan mahkota tanda kedudukannya.
Dalam hati Kate mengutuk dirinya dan penampilannya, akan sangat canggung di sini apalagi mengingat dia bukan keturunan kerajaan manapun.
Dari jauh Katelyn melihat Arthur menunjuk ke arahnya diikuti oleh tatapan sang raja dan ratu serta putra makhota dan puteri Athala yang menatap kearahnya.
"Damn."
**