Buka Bajumu!

884 Kata
"Ahh ... God. Ini enak, Wil." "Shut up! Berhenti menyebut Tuhan saat kau melakukan dosa!" Sisa suara desahan dan makian samar masih terngiang di kepala Katrin Isadora Raven, seperti gema yang tertinggal di dinding apartemennya. Baru pagi tadi tempat itu menjadi sarang dosa. Calon suaminya, William Golton, menggunakan rumah yang Katrin beli dengan susah payah untuk tidur dengan wanita lain. Katrin tak menunggu lebih lama. Ia lemparkan semua barang milik William dari balkon lantai dua. Jas mahal, dokumen kerja, bahkan jam tangan yang pernah diminta khusus dari Paris. Semua berakhir di tempat yang sama, tanah. Beberapa b******n memang tidak tahu diri meski sudah ditampung dan diberi segalanya. Kalau William mau coba sensasi baru, silahkan. Dia bebas tidur dengan siapapun, bahkan perempuan murahan di emperan jalan. Tapi kenapa harus di rumah yang ia beli dengan susah payah setelah kabur dari rumah? Dan yang lebih menjijikkan, wanita itu rekan bisnis Katrin. Bahu Katrina berguncang menahan amarah. Tak setetes pun air mata jatuh, hanya dadanya yang terasa sesak. Emosinya naik lagi saat dia ingat bagaimana Amora Claris mendesah dengan sensual di bawah kukungan William. Bangsat memang. “Kau yakin tidak mau melanjutkan rencana pernikahanmu?” tanya Jessy memastikan Katrin tidak mengambil keputusan yang salah. “Persiapan pernikahanmu hampir seratus persen, kau tidak merasa rugi?” Katrin menoleh cepat, sorot matanya tajam. “Rugi? Yang benar saja. Modalnya cuma berlian sebesar biji anggrek! Aku lebih rela kehilangan itu daripada kehilangan harga diriku.” “Masalah tempat resepsi dan lain-lain, masih bisa kita manfaatkan. Alihkan saja ke venue Tuan Frederick. Undur tanggal acara,tak masalah kalau harus bayar biaya tambahan. Golden Premier lagi naik daun, dan Tuan Frederick pasti tak akan keberatan.” Begitulah Katrin. Meski sudah patah hati dan nyaris rugi, tapi tidak mau kalau harus rugi total. Sebagai pemilik Wedding Organizer, dia sangat pandai memanfaatkan situasi. “Aku bisa atur ini, pembatalan kontrak dengan Clairs juga serahkan padaku,” jawab Jessy. “Tapi Catt … kita butuh vendor pengganti. Dan itu harus segera.” Inilah yang sejak tadi Katrin pikirkan. Keputusannya mengakhiri kerjasama dengan Amora Clairs, juga akan berdampak pada perusahaannya. Selain biaya penalti, dia juga harus memikirkan vendor pengganti, dan yang pasti, harus semurah yang pernah ditawarkan Clairs. Awalnya, Katrin cukup percaya diri bisa mendapatkan vendor pengganti yang setara dengan Clairs. Tapi dia lupa, pengaruh sang ayah masih cukup kuat untuk menekan beberapa perusahaan agar tidak bekerja sama dengannya. Hubungan ayah-anak itu telah retak sejak Mark Raven menikah lagi. Katrin, putri kandung sekaligus pewaris sah grup Raven, perlahan disingkirkan demi adik tirinya, Jeremy. Bagi sang ayah, wanita tidak layak memimpin. Kejadian itu menampar harga diri Katrin. Perseteruan sengit pun sempat terjadi, sampai akhirnya, Katrin memilih pergi, membangun bisnisnya sendiri. Dia ingin membuktikan, bahwa wanita juga bisa menjadi pemimpin. Namun ia salah. Bayangan ayahnya masih mengintai di setiap sudut langkahnya. “Catty, Sayang. I’m so sorry. Padahal papa bilang ingin pikir-pikir dulu, aku kira setuju. Tapi ….” Suara Leana perlahan menjadi samar di telinga Katrin. Berfikir jika sahabat masa kecilnya ini bisa membujuk keluarganya agar bekerjasama dengannya. Dan nyaris saja berhasil. Sebelum akhirnya Leana menghubunginya. “Tidak masalah. Terima kasih sudah mengusahakan untukku.” “Sungguh, aku minta maaf. Apa terjadi sesuatu? Bagaimana kalau aku menanam modal di tempatmu?” Tawaran itu menyentuh hati Katrin. Sebenarnya bisa saja dia menerima modal dari teman baiknya itu, tapi itu hanya solusi sementara. Paling lama sebulan, sebelum ia kembali dihadapkan pada krisis vendor. “No, thank you. Please, jaga dirimu saja, dan calon keponakanku. Aku sudah tidak sabar ingin melihat Dixon kecil.” “Kau harus datang mengunjungiku ke Liège, okey.” Akhirnya, jalan itu pun buntu. Leana bukan satu-satunya teman yang dihubunginya. Katrin sudah menyisir daftar relasi, menjajaki kemungkinan satu per satu. Tapi semua berakhir sama. Pengaruh keluarga Raven masih terlalu besar. Satu-satunya jalan yang tersisa, hanya mencari perusahaan yang kekuatannya melampaui Raven. “Hanya tinggal dua perusahaan, Catt. GIN Enterprise dan Besix,” ujar Jessy, menatap layar laptopnya. “Sayangnya, Besix memasang harga terlalu tinggi. Dan GIN … yah, sedikit misterius. CEO-nya masih baru, empat tahun menjabat. Tidak banyak informasi yang bisa kukorek, tapi desas desusnya, dia pewaris GIN.” “Tidak ada salahnya mencoba, Catt. Mau kubantu kirim pengajuan dulu?” Katrin menghela napas panjang. GIN bukan perusahaan yang mudah ditembus. Kalaupun bisa, harga yang ditawarkan pasti lebih tinggi dari batas kemampuan startup miliknya. “Kita tidak punya pilihan lain selain mengambil risiko, Jes. Kirim saja.” Tak disangka, hanya tiga hari setelah pengajuan dikirim, mereka menerima balasan. Undangan resmi. Katrin bahkan belum sempat mempersiapkan mentalnya. Segalanya terasa terlalu cepat. Padahal ia terbiasa mengatur waktu, jadwal, dan urusan dengan rapi. Namun bukankah memang begitulah hidup? Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka. Dan sekarang, disinilah dia. Berdiri di depan pintu berlapis kaca buram bertuliskan Chief Executive Officer. Ditemani sunyi dan detak jantungnya sendiri yang memukul-mukul keras di d**a. Reins Asher Grayson. Nama itu tidak asing. Justru terlalu familiar. Walau mereka tidak pernah benar-benar dekat, ingatan Katrin tak kesulitan memanggil kembali kesan buruk yang dulu pernah ditinggalkan pria ini. Apa Reins akan mengingatnya? Atau justru tidak? Entahlah, dicoba saja. “Selamat pagi, Tuan Grayson. Saya Katrin dari —” “Buka baju dan celanamu!” potong pria itu tajam, tanpa basa-basi, seolah-olah ia baru saja menyapa seseorang dari masa lalu yang ingin dia permalukan kembali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN