"Woi! Udah dong pacarannya!" teriak Riri.
Seakan baru sadar, Sena langsung melepas pelukan Jo dan sedikit mendorong d**a pria itu menjauh darinya.
"Kenapa?" tanya Jo.
Sena mendelik sebal, bibirnya bergerak hendak menjawab. Namun suaranya tenggelam, kalah sama suara lain yang lebih nyaring.
"Weh, ada Jo?! Kapan ke sini?!" suara cempreng Mbok Surti langsung menyambut Jo. Ia muncul dari belakang dengan nampan berisi perkedel yang masih mengeluarkan asap.
"Iya nih, Mbok! Datang-datang malah bikin live streaming di depan gue yang jomblo ini. Asem!" gerutu Riri.
"Ck, hitung-hitung tontonan gratis lah, Ri!" jawab Jo. Sementara Sena masih diam. Malu sekaligus kesal dengan tingkah Jo berusan.
"Eh, Mbok? Apa kabar, Mbok?" Jo terpaksa menjauh dari Sena. Lalu menghampiri Mbok Surti yang sudah meletakkan nampan di rak menu.
Jo mengulurkan tangannya, tapi Mbok Surti malah memeluk Jo sambil mengacak rambut Jo di pelukannya.
"Kamu ngilang kemana aja, Bocah? Mbok kira sudah ditelan bumi!" ucapnya. Jo tersenyum, lalu melepas pelukan wanita tua itu.
"Aku masih hidup, Mbok!"
"Iya, dan malah tambah ganteng! Si Sena aja gak bisa ngomong dari tadi. Malah bengong tuh anak!" Mbok Surti melirik Sena yang masih diam mematung. Mungkin masih shock karena Jo memeluknya erat tanpa permisi. Riri yang melihat itu hanya tertawa geli sambil menggeleng.
"Aku emang ganteng dari dulu kok, Mbok! Cuma orang kelilipan yang bilang aku jelek!"
"Ck, ini lagi. Pinjam baju sama siapa kamu, Jo? Kayak orang-orang berduit di TV aja bajumu!" tanya Mbok sambil memeriksa jas yang dikenakan Jo.
Jo terkikik geli. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Mbok Surti.
"Aku pinjam punya bosku, biar si Sena terpesona," bisiknya.
Mbok Surti langsung tertawa.
"Oalah, usahamu toh? Haha, tapi cukup berhasil juga. Sen! Bengong aja kamu! Suka ya sama si Jo?"
"Eh, apa? Kenapa, Mbok?"
"Tuh kan? Melamun dia! Jo, kamu memang pinter bikin orang meleleh!"
"Itu keahlianku, Mbok!"
"Eh, kamu udah makan? Ayok, makan dulu! Di dalam ada Bu Retno, beliau pasti senang lihat kamu ke sini," ajak Mbok Surti sambil menarik tangan Jo.
"Tuan Muda! Waktunya sudah habis. Jadwal lain menunggu Anda!" seru salah satu orang yang berdiri di depan warteg mengawasi Jo.
Mbok Surti menatap tak suka pada pria kaku yang memanggil Jo dengan sebutan 'Tuan Muda' itu.
"Ck, bentar lagi!" jawab Jo. Ia masih kangen tempat ini. Dan terutama pada gadis yang sedang membersihkan meja pelanggan.
"Maaf, Tuan. Waktu Anda tidak banyak. Atau Anda mau kami menghubungi Tuan Abimanyu?"
Jo berdecak sebal. Lagi-lagi mengancam!
"Iya, gue balik sekarang!" jawab Jo dengan kesal.
"Maaf, language Tuan!" pria berjas itu menginterupsi lagi.
Jo memutar bola matanya dengan malas, "iya, ralat, saya pulang sekarang. Cukup?"
Pria kaku itu mengangguk.
Sena, Riri dan Mbok Surti hanya melongo. Mbok Surti yang lebih dulu mendekat ke arah Jo.
"Siapa mereka?" bisik Mbok Surti.
"Penjaga pintu neraka!" jawab Jo asal. Ia lalu mengeluarkan sapu tangan dari sakunya.
"Bocah edan! Ngomong seenak jidat!" gerutu Mbok Surti yang gak puas dengan jawaban Jo.
Jo hanya tersenyum tipis. Ia menghampiri Sena dan Riri yang berdiri mematung.
"Ri, gue titip Sena ya? Gue pasti balik lagi!" ucap Jo yang disambut dengan pelototan Riri.
"Apaan maksudnya, woi! Si Sena bukan bayi! Bodo amat, gue gak mau ngurusin dia!" jawab Riri dengan kesal.
Jo tidak mempedulikan jawaban Riri. Ia mengambil tangan Sena dan menyimpan sapu tangan miliknya pada genggaman Sena.
"Simpan ini, kalo lo kangen gue, lo bisa pegang sapu tangan kesayangan gue ini," ucap Jo.
"Apa? Lo apa-apaan sih, Jo?" jawab Sena dengan pipi yang merona. Ia tak tahu harus bilang apa. Lama tidak bertemu Jo membuatnya sedikit canggung.
Jo hanya tersenyum lalu menatap Sena dengan kening berkerut.
"Ah, ini saja, gue simpan ini ya?" ucap Jo, tangannya mengambil ikat rambut Sena. Alhasil rambut Sena tergerai indah. Seketika Jo terkesima. Sial, Sena sangat cantik jika rambutnya digerai.
"Eh, kembaliin ikat rambut gue, Jo!" teriak Sena.
Jo tidak mendengar teriakan Sena. Ia lari ke dapur dan mengambil karet gelang. Dengan langkah cepat, tangannya mengikat rambut Sena dengan karet gelang di tangannya.
"Nah, begini lebih baik," ucapnya sambil tersenyum puas. Lalu ia segera menuju pintu keluar.
"Ish, lo ngapain sih?" Sena gak sadar jika ikat rambutnya sudah diambil Jo.
"Nah, gue pergi!" teriak Jo dengan tangan melambai.
Riri berpangku tangan dan menatap curiga pada Sena.
"Sen, kalian pacaran ya?" tanya Riri.
"Kagak, pacaran dari Hongkong! Ketemu lagi aja baru sekarang kok," jawab Sena.
"Ck, sayangnya gue gak percaya! Tuh dia kasih sapu tangan kesayangannya sama lo! Gak nyangka ya? Si Jo bisa manis gitu ternyata!"
"Apaan sih? Cuma sapu tangan juga!" jawab Sena sambil menatap sapu tangan putih pemberian Jo.
"Lo gak mau? Buat gue aja!" Tangan Riri dengan cepat mengambil sapu tangan itu. Namun, Sena lebih cepat menghindar dari tangan Riri.
"Gue juga butuh! Lumayan kan, buat lap ingus kalo lagi meler!" jawab Sena lalu memasukkan sapu tangan itu ke dalam saku celananya.
"Ck, bilang aja lo suka kan sama si Jo?"
"Kagak!" jawab Sena lalu masuk ke dalam.
"Jangan kelamaan simpen gengsi lo! Diembat orang baru tahu rasa!"
***
Gang di sekitar kontrakan Sena sangat sepi. Mungkin karena ini masih pagi buta. Sena sendiri sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Diwan.
"Kak hari ini ada kuliah?" tanya Diwan lalu duduk dan mengambil jatah sarapannya.
"Gak ada," jawab Sena. Tangannya anteng memegang ponsel.
"Ke Toko Bu Astri?" tanya Diwan lagi. Ia sedikit heran dengan tingkah Sena. Dari semalam, sibuk sama ponsel. Padahal biasanya gak begini.
"Kayaknya Kakak mau berhenti bekerja di toko."
"Lha? Kenapa, Kak?"
"Mau fokus nyusun skripsi. Paling nanti kalau udah lulus mau nyoba cari kerja lagi. Dan Kakak harap bisa dapat kerjaan yang lebih baik," jawab Sena tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
Penasaran, Diwan hendak mengintip apa yang Sena lihat.
"Kak, lihat apaan sih?"
Diwan melongo. Sena dari tadi cuma lihatin foto sapu tangan putih. Apa menariknya coba?
"Ck, kepo kamu! Udah ah, Kakak mau pergi dulu."
"Kemana?" tanya Diwan saat melihat Sena bangkit dan mengambil helmnya.
"Nyari buku di perpus. Biar cepet kelar."
"Owh," jawab Diwan. Meski masih penasaran dengan foto sapu tangan itu, tapi Diwan tidak bertanya lagi.
***
Setelah puas berkeliling, Sena duduk di bangku depan sebuah toko.
Mata Sena tertarik pada kerumunan orang yang berada di seberang jalan. Penasaran, ia bangkit dan menghampiri kerumunan itu.
Sena menepuk pelan gadis gempal yang berada di sana.
"Eh, maaf, boleh tanya?"
"Tanya aja!" jawab gadis itu tanpa menoleh ke Sena. Ia sibuk melihat papan pengumuman yang tertutup orang-orang di depannya.
"Ini ada apaan ya?"
Gadis itu berbalik dan menatap Sena dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Kamu belum tahu?"
Sena menggeleng, "makanya saya nanya!"
"S.E Entertainment buka cast buat aktris dan aktor tuh!"
"Oh, gajinya berapa?"
"Mbak, denger ya? Jadi bintang itu idaman semua orang. Siapa sih yang gak tahu S.E? Bahkan aktris dan aktror asuhan S.E pada sukses semua. Terkenal semua kan? Jadi ya jangan khawatirkan gaji!"
Wah, gaji gede kayaknya! Pikir Sena dalam hati.
"Gitu ya? Apa saya boleh ikut?"
"Boleh kalo mau, siapa pun boleh. Asal masuk kriteria."
"Kriterianya apa?"
"Nah, itu dia! Makanya saya datang kemari buat baca pengumuman."
"Owh, emang gak ada website-nya gitu?"
"Ada lah, cuma kadang pengumuman langsung di sini lebih detail dan kadang bisa ketemu orang dalem."
"Orang dalem? Bisa jamin lolos gitu?"
"Bukan! Maksudnya orang dalem itu pegawainya lah, kita kan bisa tanya-tanya langsung."
"Owh, makasih infonya ya, Mbak!"
"Iya, sama-sama."
Senyum Sena mengembang. Oke, ide gila masuk ke otaknya.
Lulus kuliah, boleh juga lamar kerjaan yang gajinya gede!
Jadi aktris? Why not?