“Cinta itu memang datang karena terbiasa, tapi cinta juga butuh perjuangan. Biasa saja bukan berarti tidak ada usahanya.”
****
Alden terdiam kaku di tempatnya—ruang pasien khusus di rumah Alden—tatkala perempuan cantik pujaan hatinya masih memejamkan mata sejak lima jam yang lalu. Entah itu efek obat bius atau memang Bella belum mau membuka matanya akibat luka tusukan di lengannya. Alden berharap racun tersebut tidak membahayakan tubuh kekasihnya. Sebab, Bella sudah dicoba dengan penyakit bawaannya sejak lahir, jangan sampai ada penyakit lain yang masuk ke dalam tubuh kekasihnya. Alden tidak mau hal itu terjadi. Bahkan jika Tuhan bisa menukar posisinya dengan Bella, Alden sangat ikhlas melakukannya. Sebab, kebahagiaan di wajah Bella adalah tujuan utama Alden hidup di dunia ini. Ya, katakan saja Alden b***k cinta atau gila cinta. Habis dari Alden berusia anak-anak rasa ingin melindungi dan menyayangi Bella lebih besar dibandingkan yang lain. Porsi Bella hampir memenuhi seluruh bagian hidup Alden, makanya kehilangan Bella Alden bisa saja sakit jiwa saat itu juga.
“Sweety, kamu mau terus menutup mata? Kamu tidak mau membantu bocah itu?” tanya Alden entah pada siapa.
Alden yang masih berpakaian sama seperti tadi, terus mencoba mengajak Bella berbicara dengan cara apa pun, bahkan lihat saja sekarang, Alden tengah mencium tangan Bella berulang kali tanpa pedulikan bajunya kotor akan darah Bella tadi. Alden tidak bisa meninggalkan Bella barang sebentar saja. Walau Alden bisa melihat masa depan, Alden tetap tidak ingin beranjak dari tempat duduknya saat ini. Alden mau, dia lah manusia pertama yang Bella temui ketika Bella membuka matanya.
Alea Jhonson—ibu si kembar Jhonson—sedang menatap anak bungsunya dengan tatapan sendu. Alea sangat tahu betapa cintanya sang anak pada perempuan yang tengah dikecup tangannya oleh sang anak. Perempuan yang sangat berjasa bagi keluarganya. Sosok perempuan dingin yang tinggi akan gengsi itu selalu membuat hari-hari keluarganya begitu berwarna. Meski tinggah Bella dingin pada anak bungsunya atau bahkan terkesan cuek sebagai pasangan, Alden tetap mencintainya seperti apa adanya Bella. Bahkan menurut Alea tingkah Bella yang seperti itu terkesan lebih imut dibandingkan perempuan lain di luar sana.
“Al, kamu sebaiknya ganti baju dulu,” kata Alea yang berdiri bersama dengan Arlo—suaminya atau ayahanda Alden.
“Tidak mau, Ma.” jawaban Alden membuat Arlo menarik kerah baju anaknya hingga berdiri. Lelaki beranak dua itu menarik paksa Alden masuk ke dalam kamar mandi yang ada di ruang perawatan khusus Bella di kediamannya dan memberikan baju bersih pada anaknya, “Mandi dan bersih-bersih! Bella akan buka matanya ketika kamu di sampingnya. Jangan berlaga tidak tahu apa yang kamu lihat di masa depan!” omel Arlo membuat Alden terpaksa melakukan apa yang diperintahkan Perdana Menteri di depannya ini.
Alea yang kini duduk menggantikan Alden mengelus rambut Bella dengan penuh kasih sayang, membuat Azzura yang baru saja tiba sedikit lega karena Bella dalam situasi yang aman. Azzura memang baru dikabari oleh Billy ketika Bella masuk rumah sakit, tanpa menunggu lama Azzura izin untuk langsung kembali ke rumahnya dibandingkan ikut serta acara perkenalan siswa dan siswi di sekolahnya. Azzura bisa melihat betapa sayangnya Alea pada Bella dan Azzura pun memiliki perasaan yang sama dengan Alea.
Asal kalian semua tahu, Alea sangat menyayangi Bella melebihi rasa sayangnya pada ponakannya—Azzura. Dan Azzura tahu itu. Bahkan bagi Azzura, Alea yang bersikap seperti itu wajar karena Bella memiliki arti penting dalam kehidupan keluarga Jhonson. Arti di mana Bella adalah penyelamat hidup bagi keluarganya. Penyelamat hidup Arlo, Alea, Azzura, Aidan bahkan kekasihnya sendiri—Alden. Dulu sekali saat Azzura berada di titip terendah dalam hidupnya, bahkan rasanya ia ingin melakukan percobaan bunuh diri, Bella lah korbannya. Pisau yang seharusnya melukai perut Azzura, malah tertahan dengan telapak tangan Bella. Kita semua bisa lihat bekas jahitan di telapak tangan Bella dulu, sekarang luka itu sudah bersih akibat obat ajaib dari kakak kedua Bella. Sedangkan yang lain? Biarkan mereka menceritakan sendiri betapa berhutang budinya mereka pada Bella.
“Mama sudah makan? Azzura bawa makanan untuk kalian semua,” kata Azzura yang masuk bertepatan dengan Alden yang keluar dari kamar mandi. Azzura tebak, sepupunya itu mandi kilat demi merebut kembali tempat duduknya pada Alea.
“Bagus, Mama makan saja sana. Aku mau berduaan dengan Bella.” mendengar nada usir dari mulut anaknya, Alea spontan menjitak kepala anaknya dan beranjak dari sana tanpa sepatah kata pun.
“Kamu ini anak durhaka dasar! Tinggalkan saja satu kotak makanan untuk anak itu, kamu makan sama Papa saja Azzura.” Arlo beranjak dari tempatnya menyusul sang istri yang tengah merajuk pada anak bungsunya. Arlo juga heran kenapa semua orang di rumahnya selalu ingin berdekatan dengan Bella kecuali dia dan Aidan. Setidaknya Arlo masih bisa jaga sikap lah, walau dia rasanya ingin menonjok atau memukul siapa dalang dibalik semua ini.
“Yeuh, siapa suruh ganggu waktu ak—“
“Eughhhhh…” suara lenguhan Bella membuat Arlo spontan berteriak memanggil dokter khusus keluarganya dan hal itu tentu saja menarik perhatian Alea yang tadi bete dengan anak bungsunya.
“Maaf, Tuan dan Nyonya sekalian. Saya izin memeriksa Nona Bella terlebih dahulu.” dokter wanita memeriksa Bella dengan seksama. Percaya lah Bella hanya boleh di sentuh dokter laki-laki yang satu keluarga atau kerababat dengannya di luar itu Alden bersumpah akan mematahkan tangan dokter tersebut karena lancang menyentuh kekasihnya!
“Everything okay?” tanya Arlo serius.
“Semua baik-baik saja. Tapi, Nona Bella harus bedrest total. Sepertinya racun itu memang sengaja dibuat untuk melemahkan seseorang, tapi melihat hasil lab, racun itu tidak berdampak lain pada organ-organ tubuh Nona Bella. Jadi, alangkah baiknya Nona Bella kurangi aktivitas dalam beberapa minggu ini,” kata dokter tersebut.
“Berapa lama kekasih saya harus beristirahat?” tanya Alden serius.
“Jika Nona Bella tidak nakal, seminggu sudah cukup untuknya.” jawaban dokter tersebut membuat Bella sontak tertawa di tempatnya.
“Hahaha… dokter menyindir saya?” kata Bella.
“Tidak, Nona. Saya hanya mengingatkan. Obatnya sudah saya siapkan seperti biasa, kalau begitu saya undur diri. Jika ada yang diperlukan bisa telepon saya.” dokter wanita itu berjalan keluar dari kamar Bella. Dia tidak pulang ke rumahnya, melainkan dia kembali ke asrama yang menjadi tempat naungannya selama bekerja menjadi dokter pribadi keluarga Jhonson.
“Mama lega kamu baik-baik saja, Sayang,” kata Alex tulus.
“Kalian pasti khawatir ya? Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja. Lalu bagaimana dengan pelaku yang tidak bersalah itu?” tanya Bella yang kini tengah menyandarkan kepalanya di bahu Alden, karena lelaki itu duduk di kasurnya.
“Papa sudah berikan pelajaran pada orang-orang yang berani menyentuh kamu. Kamu tinggal dengarkan saja beritanya besok dan masalah perempuan yang menusuk kamu, Papa serahkan sama kamu walau sebenarnya Papa tidak ingin kamu berbaik hati padanya,” kata Arlo yang kini menatap Alden yang terus menciumi kepala Bella di sela-sela dia berbicara dengan Bella.
Bella tersenyum tulis, “Terima kasih, Papa.”
“Kalau gitu, Papa sama yang lain makan dulu ya. Kami lapar karena nunggu kamu lama sekali buka matanya. Terus juga Alden, kekasih kamu kasih makan! Sebab dia harus minum obat. Kalau sampai Bella sakit karena ulah kamu, Papa tidak akan biarkan kamu menemui Bella. Bella akan Papa sembunyikan di tempat yang kamu tidak ketahui.” ancaman Arlo tentu saja berefek pada Alden, terlihat dari bagaimana lelaki itu mengambil makanan yang seharusnya untuknya dan dia suapi pada sang kekasih. Keduanya makan secara bergantian membuat Arlo yang merekam kegiatan mereka menggelengkan kepalanya.
“Katanya bocah itu tetap di keluarkan,” kata Alden yang baru saja dapat kabar dari saudara kembarnya. Sambil meletakkan makanan kosong di nakas yang tidak jauh dari tempatnya.
“Huftttt… kasian dia. Al, bantu dia bersekolah di tempat Opa saja, masalah dengan Putri sepertinya aku akan cari tahu sendiri siapa orang yang ada di belakangnya,” kata Bella sambil menatap mata Alden dengan serius, membuat Alden mengecup bibir Bella sekilas dan mengecup dahinya sebelum beranjak dari tempat duduknya untuk mengambilkan air putih dan obat untuk Bella.
“Kamu tidak perlu ikut campur. Billy dan Bian sudah melakukan tugasnya bahkan si Aidan juga membantu mereka berdua. Yang penting saat ini, kamu sembuh dahulu baru kita cari tahu apa saja yang mau kamu kerjakan.” Alden memberikan air putih beserta obat pada Bella sedangkan perempuan itu menerima dengan baik.
“Alden kenapa kamu mau sama aku? Padahal aku hanyalah wanita penyakitan?” pertanyaan absurd Bella membuat Alden mendengus.
“Sekali lagi kamu tanya hal itu, aku tidak segan unboxing kamu di sini,” kata Alden mengancam.
“Dih, itu mah maunya kamu! Kak Marcelle dan yang lain sibuk urus masalah Gionino ya? Upadatenya sudah ada belum?” tanya Bella lagi.
“Sweety, bisakah kamu tidak memikirkan mereka semua? Aku tidak suka dengan sikap kamu yang seperti ini. Kamu terlalu mengkhawatirkan mereka semua tanpa peduli dengan diri kamu sendiri. Aku tidak suka itu.” jika Bella mendengar nada dingin Alden, artinya Bella harus akhiri semua ini. Toh, masalah penusukan juga dia kan berniat mau membohongi Alden tapi gagal.
“Ah! Besok-besok jika kamu berani menyembunyikan hal seperti ini, aku tidak segan mengurung kamu di apartemen,” kata Alden dingin.
“Kamu egois!” Bella menatap Alden kesal.
“Egois mana sama kamu?” sindir Alden yang kini memeluk Bella dari samping. Lengan satu Bella yang diperban membuat Alden ingin sekali memberi makan Michel—singa milik keluarga Bella—para medusa sialan itu.
“Kenapa tidak jawab pertanyaan aku? Lalu. kenapa tadi kamu suruh Angel jangan beritahu aku? Kenapa? Bisa kamu jelaskan, Sweety?” melihat Alden dalam mode marahnya membuat Bella malas. Rasanya Bella ingin ada orang lain di sini. Sebab, mode marah Alden bisa lebih menyeramkan dari Daddynya.
“Bukan urusan kamu bukan? Lebih baik kamu kembali ke kamar kamu saja, aku malas sama kamu yang lagi gini!”
Suara Bella yang emosi membuat Angel dan yang lain memilih untuk tidak masuk sampai keadaan keduanya membaik. Alden yang mode marah itu memang menyeramkan, hanya saja Alden tidak berani semarah itu dengan Bella. Karena lelaki itu sangat menyayangi Bella. Mana pernah dia bentak Bella. Yang ada Alden cuma berani berkata dingin pada kekasihnya itu.
“Makanya, jangan buat aku khawatir!” kecupan di dahi Bella mengakhiri percakapan mereka, Bahkan Alden mengode kembarannya untuk masuk ke dalam.
“Makanya, Bel! Jadi anak jangan nakal!” sindir Aidan sengaja.
“Dih berisik!” omel Bella.
“Lah, dikasih tahu malah galak. Alden tuh bersikap seperti ini karena dia takut kehilangan kamu, Bella. Terlalu terbiasa bersama dengan kamu membuat Alden lupa jati dirinya sehingga dia terlihat sangat dimabuk cinta pada kamu, padahal nyatanya lebih dari itu.” Aidan menasehati calon adik iparnya supaya Bella yang keras kepala itu menuruti kemauan adiknya.
“Kalau gitu aku pul—“
Cup!
“Diam di sini! Kalian ikut aku ke ruangan.” Alden membawa para lelaki keluar meninggalkan Angel yang ada di sana bersama dengan Bella.
“Dasar kembar freak!”
****