Fakih dan Natalie duduk berdampingan di balkon hotel kamar Natalie. Setelah lelah berkeliling, mereka memutuskan untuk melihat bintang. Hembusan angin malam begitu menusuk tulang, membuat Natalie mengeratkan jaket yang diberikan oleh Fakih tadi. Namun mereka tak peduli. Yang mereka pikirkan saat ini hanya satu—bagaimana menghabiskan waktu yang terlalu singkat ini. Fakih memandangi langit, mencoba menyembunyikan kegundahan dalam hatinya. Tapi Natalie tahu. Ia bisa merasakan detak jantung pria itu lewat genggaman tangan lelaki itu yang makin erat. “Nat,” suara Fakih pelan, nyaris kalah oleh deburan ombak. “Besok … aku akan menikah.” Jantung Natalie seperti dihantam ombak pasang. Ia menoleh cepat, menatap wajah Fakih yang kini tak lagi bisa menyembunyikan kesedihan. “Aku disuruh menikah o