4. Zeva vs Arga

1193 Kata
"Kau yakin bisa memenuhi janjimu padaku?" Zeva dan Ana langsung membalikkan badannya dengan serentak kebelakang, melihat orang yang baru saja melayangkan kalimat tanya pada dirinya. Degh Zeva terkejut melihat sosok pria yang telah terlibat masalah dengan ayahnya, yang tak lain adalah Arga. Zeva langsung berlari mendekati Arga dan menjatuhkan tubuhnya tepat di kaki Arga. Ana yang melihat apa yang Zeva lakukan saat ini sangat diluar dugaan, Ana tidak berpikir bahwa Zeva akan melakukan hal tersebut. Ana jadi semakin penasaran, Sebesar apa masalahnya, dan siapa pria yang cukup dewasa itu, sampai Zeva melakukan hal seperti merendahkan diri karena ketakutan. "Tuan, saya mohon, tolong beri saya kesempatan dan saya akan menyelesaikan masalah ini secepatnya setelah urusan saya dirumah sakit ini selesai." Zeva bersimpuh dihadapan Arga, untuk memohon agar memberi waktu untuk menyelesaikan masalahnya. Arga mulai menurunkan tubuhnya ikut berjongkok mensejajarkan diri dengan Zeva. "Bagaimana bisa aku menolak permintaan gadis cantik seperti kamu, "Arga berbisik tepat di depan wajah Zeva, sambil mengelus pipi mulus Zeva dengan lembut, memperlihatkan dengan begitu jelasnya pada Zeva, bahwa Arga tidak bisa menolak pesona Zeva. Zeva mencoba untuk menghindar dari sentuhan tangan Arga, namun dengan cepat Arga menahan dagu Zeva, agar Zeva tidak bisa menghindar. "Minta berapa waktu aku menunggu mu agar kamu mau menyelesaikan masalahmu denganku?" Tanya Arga tanpa melepaskan tangannya dari dagu Zeva "Du-dua hari." Zeva menjawab dengan terbata. Mendapat pertanyaan mudah dari Arga tidak membuat Zeva merasa lega atau merasa tenang, justru malah semakin takut. "Apa dua hari cukup? Aku beri waktu kamu satu Minggu, dalam satu Minggu ini, persiapkan dirimu untuk menyelesaikan masalahmu denganku. Dan ingat baik-baik, aku tidak mau rugi." Arga memberikan waktu satu Minggu dengan penuh ketegasan dan juga sorot mata keseriusan, hingga membuat Zeva langsung menganggukkan kepalanya karena reflek. Arga menarik tubuh Zeva hingga tubuh keduanya berdiri dengan posisi saling berhadapan. "Jangan melupakan poin penting dariku. AKU TIDAK INGIN RUGI." Arga menekan beberapa kali yang dimaksud sebagai poin penting buat Zeva. Zeva yang tidak tahu dengan maksud dari tidak ingin rugi hanya mengangguk dengan pasrah karena bagi Zeva, yang terpenting saat ini Zeva mendengar ayahnya kembali sehat, hanya itu saja. "Te-terimakasih Tuan." Ujar Zeva dengan terbata. Ia merasa sangat bersyukur karena masih bisa fokus dengan kesehatan sang Ayah, dan bisa menjelaskan apa permasalahannya pada sang Ibu. Arga yang merasa senang, langsung membawa langkahnya keluar dari rumah sakit, dan sesekali melihat pada Zeva yang begitu sangat mempesona di mata Arga. Arga juga tidak tahu, kenapa hatinya begitu sangat bergetar saat melihat wajah cantik Zeva. "Zeva, Ibu tidak mau mengulang pertanyaan yang sama. Ibu minta jelaskan, sekarang!" Titah Ana dengan penuh ketegasan, dan memandang Zena dengan pandangan dingin. Zeva yang memang sudah siap untuk menjelaskan pada Ana, langsung menyiapkan diri jika Ana akan memarahi dirinya. "Sebenarnya, disaat ulang tahun Ayah, tepat pada saat kita ingin jalan-jalan, kita terlibat masalah dengan putra dari Tuan Wijaya. Ibu tahu kan siapa Tuan Wijaya. Jadi, tadi itu putra Tuan Wijaya, orang yang… "Jadi kamu terlibat masalah dengan pria jahat seperti keluarga Tuan Wijaya, tapi kamu diam saja. Kamu tidak lihat, kamu tidak melihat bagaimana hasil dari kebodohan kamu, kamu lihat sekarang kita di rumah sakit karena apa, karena kamu!" Dengan lantangnya Ana langsung memotong ucapan Zeva sebelum Zeva selesai menjelaskan kebenaran pada Ana, hingga membuat Ana salah paham dan menyalahkan Zeva atas sakitnya Yudda. "Ibu, aku tidak salah apa-apa. Sebenarnya… "Sudah jelas-jelas Ayah kamu masuk rumah sakit gara-gara kamu, tapi kamu masih tidak mau mengakui kesalahan kamu, jangan sampai Ibu mengutuk kamu jadi anak durhaka Zeva." Ana tetap tidak memberi Zeva kesempatan untuk selesai menjelaskan, karena bagi Ana, Zeva tetap bersalah. Disaat Zeva dan Ana terlibat perdebatan panas yang menegangkan, dokter yang menangani Yudda keluar, hingga membuat Ana yang masih terselimuti emosi, dengan cepat merubah raut wajahnya jadi terlihat lebih tenang. "Dokter, bagaimana keadaan suami saya?" Ana segera melayangkan kalimat tanya pada dokter setelah dokter selesai menangani Yudda. "Untuk saat ini saya belum bisa memberikan kabar baik pada Nyonya, karena keadaan Tuan Yudda sangat lemah." Zeva yang mendengar jawaban dokter langsung meneteskan air matanya, dan menganggap hari ulang tahun yang seharusnya membahagiakan malah menjadi bencana untuk keluarganya. Zeva bersumpah dalam hati, bahwa selama hidup Zeva untuk kedepannya, Zeva tidak ingin lagi merayakan yang namanya ulang tahun. Ana sendiri yang mendengar jawaban dari dokter tubuhnya langsung melemah, dan detik berikutnya tubuh Ana langsung ambruk dan tergeletak di lantai, pingsan. "Ibu!!!" Pekik Zeva dengan paniknya, saat melihat tubuh Ana sudah tergeletak di lantai. Zeva langsung meminta bantuan dokter agar segera memberi pertolongan pada Ibu Ana. Tepat pada jam 11.00 malam, Ana yang sejak tadi setia menjaga Ana, langsung mendekati ranjang Ana saat melihat Ana sudah bangun. "Ibu. Ibu tidak apa-apa kan, bagaimana keadaan Ibu, apa perlu aku… Pyar Satu hari satu malam, sudah tiga kali Seva mendapat tamparan keras dari Ana. Zeva Langsung memegang pipinya yang terasa sangat panas, kebas, akibat tamparan keras dari Ana. "Jangan tanyakan bagaimana keadaanku saat ini wahai putriku, kamu tidak perlu memanggil dokter, karena sekalipun dokter datang, kita tidak akan mungkin membawa Ayah pulang dalam keadaan sehat seperti sebelumnya. Jadi untuk apa kamu ingin memanggil dokter buat ibu, Untuk apa kamu menanyakan bagaimana keadaan ibu, apa kamu ingin tertawa gembira melihat hancurnya kebahagiaan di keluarga kita atau kamu ingin mengatakan pada ibu kalau kamu sudah puas bersenang-senang, puas memelihara egomu?" berbagai macam pertanyaan Ana lontarkan pada Zeva, membuat Zeva langsung menggelengkan kepalanya sambil meneteskan air matanya merasa sedih mendengar semua kata-kata Ana yang sebenarnya tidak begitu kenyataannya. Padahal, dirinya juga sama tersiksanya, sama menderitanya, sama sedihnya seperti yang dirasakan oleh Ana karena melihat keadaan ayahnya, apalagi dokter mengatakan bahwa untuk saat ini dokter tidak bisa mengatakan kabar baik mengenai keadaan sang ayah itu sama-sama membuat Zeva memiliki perasaan yang sama dengan yang dirasakan oleh Ana. "Sekarang Ibu minta, kamu pergi dari sini!" Dengan penuh ketegasan, dan juga penuh kemarahan, serta sorot mata yang begitu sangat tajam pada Zeva, Ana mengusir Zeva sambil menunjuk tangannya pada arah pintu. Zeva menggelengkan kepalanya dengan berat, tanda dirinya tidak ingin meninggalkan ibunya sendirian. Ana yang melihat Zeva tidak kunjung pergi, langsung mengepalkan tangannya kuat karena emosi. "Ibu bilang keluar, keluar!" Ana kembali meminta Zeva untuk keluar dan menjauh darinya dengan nada suara yang sudah naik beberapa oktaf, karena sudah benar-benar merasa muak melihat Zeva di dekatnya. Satu minggu sudah Yudda dirawat di rumah sakit, dan selama itu juga Dokter masih belum memberikan kabar baik mengenai kesehatan Yudda. Zeva tetap berusaha menjaga ayahnya dari kejauhan, meski Ana selalu meminta Zeva pergi, namun Zeva tetap tidak mengikuti kemauan Ana, karena Zeva tidak ingin jauh dari ayahnya. Jam 11.00 pagi, dokter keluar dari kamar inap Yudda, yang langsung mendapat sambutan dengan raut wajah kecemasan dari Ana. "Dokter, bagaimana dengan perkembangan kesehatan suami saya, apakah… "Apakah kamu melupakan janji kamu sendiri padaku, setelah satu minggu sudah berlalu? "seketika Ana menghentikan pertanyaannya pada dokter, saat telinga Ana mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Ana langsung menoleh ke belakang di mana sumber suara itu terdengar, dan betapa terkejutnya Ana saat melihat putra dari Tuan Wijaya sudah mencekal lengan Zeva dengan begitu kuat, serta sorot mata yang terlihat seperti seseorang yang ingin membunuh musuhnya. Dapat Ana lihat betapa marahnya putra dari Tuan Wijaya itu pada Zeva. "Tu-Tuan…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN