2. Kondisi Yudda

1015 Kata
"Jangan!" Seorang wanita muda yang cantik berteriak sebelum pria itu benar-benar menembak Yudda. Arga, pria dewasa namun masih terlihat muda langsung terpesona melihat Zeva yang sedang membawa Yudda pergi dari hadapannya, ia tidak menyangka bahwa niatnya untuk menembak Yudda harus terhenti hanya karena pesona Zeva. "Tuan Arga!" Ramon segera menyadarkan Arga dari pandangan yang tidak lepas akan wajah cantik Zeva. "Om, sebaiknya Om hati-hati. Kalau aku tidak salah dengar, orang itu adalah anak dari Tuan Wijaya. Aku rasa Om tahu siapa Tuan Wijaya." Fathir langsung memberi peringatan pada Yudda, karena Fathir mendengar kabar dari sesama temannya, bahwa putra dari Tuan Wijaya, orang yang paling ditakuti oleh banyak orang di kota itu sudah kembali dari XX. Yudda yang mendengar informasi tersebut sedikit merasa was-was, takut kalau sampai Tuan Wijaya akan memperpanjang masalah kecil tersebut. Yudda sendiri bukannya tidak tahu siapa Tuan Wijaya, Yudda sangat tahu dan bahkan Tuan Wijaya dikenal bukan karena kebaikan atau karena kekayaannya, melainkan dikenal karena kekejamannya. Zeva sendiri yang mendengar ucapan Fathir langsung merasa khawatir, takut kalau sampai Tuan Wijaya akan memperburuk keadaan, dan menghancurkan keluarganya. "Aku tidak tahu kalau putra Tuan Wijaya sudah kembali. Lagi pula, sekalipun aku tahu putra Tuan Wijaya kembali, kau juga tidak tahu seperti apa rupa putranya." Yudda memang tidak tahu rupa Arga yang sekarang, karena saat Arga ada kota A, Arga masih sangat kecil, jadi wajar saja kalau Yudda tidak mengenali sosok Arga yang sekarang. "Aku berharap, semoga di hari ulang tahun Ayah ini akan membawa kebaikan, dan masalah ini sudah berakhir cukup sampai disini." Zeva berharap untuk masalah ini tidak akan ada kelanjutannya, karena ia ingin hidup dengan tenang seperti kemarin, tidak ingin kebahagiaan yang didapatkan beberapa hari ini berakhir setelah adanya masalah kecil ini. "Ayah, kita pulang saja, aku harus segera istirahat karena besok hari pertamaku kerja." Zeva langsung meminta untuk pulang, yang ternyata permintaan Zeva kali ini mendapat dukungan penuh dari sang adik. "Iya, Ayah. Apa yang dikatakan Kak Zeva benar, kita butuh istirahat. Lagian, Sera besok juga hari pertama kuliah, aku tidak mau di hari pertama kuliah harus kesiangan." Sera langsung mendukung keinginan Zeva, yang membuat Yudda mau tidak mau harus meminta Fathir untuk memutar balik arah, menuruti keinginan Zeva dan Sera agar segera pulang. Sesampainya di rumah, Yudda minta bantuan Fathir agar membantu dirinya keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Zeva dan juga Sera yang melihat tubuh sang ayah terlihat lemah langsung ikut membantu Fathir untuk membopong sang ayah masuk ke dalam rumah. Dari kejauhan, Ana yang melihat suaminya sudah pulang dalam keadaan lemah langsung berlari dan mendekati Yudda. "Ayah, kenapa Ayah jadi seperti ini? "Ana terlihat panik melihat keadaan Yudda yang jauh dari kata baik-baik saja. "Ibu, tadi Ayah… "Aku baik-baik saja. Ayo masuk." Yudda langsung memotong ucapan Sera, yang kemungkinan Sera akan menceritakan kejadian tadi saat di lampu merah. Ana segera membawa tubuh lemah Yudda ke dalam kamarnya. Zeva dengan cepat membuatkan teh hangat untuk sang Ayah. 1 Minggu sudah Yudda tidak bekerja, lantaran kesehatan nya semakin menurun, Yudda pun langsung diberhentikan oleh atasannya. Mendengar dirinya dipecat, Yudda semakin syok dan memperburuk keadaan Yudda, hingga Ana yang sendirian di rumah dan panik sendiri langsung menghubungi Zeva agar segera pulang. Zeva yang masih disibukkan oleh pekerjaannya tetap fokus dan mengabaikan bunyi ponselnya, tanpa tahu siapa yang menghubunginya. "Sudah waktunya jam makan siang, tidak istirahat, makan siang dulu." Jona selaku atasan Zeva menghampirinya, ia pun meminta agar Zeva istirahat. "Sebentar lagi, Pak." Zeva membalasnya dengan senyum ramahnya, karena Zeva ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Yah, Zeva tetap memfokuskan pada pekerjaannya karena Zeva ingin segera pulang. Sejak Yudda sakit-sakitan, Zeva memilih pulang lebih awal dan menolak pekerjaan tambahan yang diberikan atasannya, lantaran Zeva tidak ingin Ana terbebani sendirian. Ana yang panggilannya tidak mendapat respon dari Zeva, segera menghubungi Raka, kekasih Zeva. "Hallo, Tante." Raka langsung menjawab panggilan masuk dari Ana. "Hallo, Raka. Raka boleh Tante minta tolong, Nak. Tolong segera jemput Zeva di kantornya, mintalah Zeva segera pulang, ayahnya harus segera dibawa kerumah sakit." Ana segera mengatakan maksud menghubungi Raka, hingga tanpa menunggu Ana melanjutkan kalimatnya, Raka segera membawa mobilnya menuju kantor dimana sang kekasih bekerja. Zeva dan Raka sudah satu tahun menjalin hubungan. Keduanya saling mencintai, dan bahkan Raka menyematkan sebuah cincin cantik di jari manis Zeva, sebagai janji dan tanda bahwa ucapan Raka untuk menikahi Zeva tidak main-main. Cinta Raka yang begitu besar untuk Zeva membuat Raka harus kuliah dengan sungguh-sungguh, agar bisa membantu sang kekasih dalam memenuhi kebutuhannya, bahkan Raka sampai meneteskan air matanya saat Zeva memutuskan untuk tidak kuliah lagi, yang artinya kebersamaan mereka tidak setiap hari seperti saat Zeva masih kuliah. Raka sudah sampai di area parkir dimana Zeva bekerja. Raka segera meminta bantuan satpam, agar membantu dirinya untuk memanggil Zeva. "Mas, Raka. Tumben kesini lebih awal, ini kan masih jam 01?" Zeva langsung melayangkan kalimat tanya pada Raka, saat Zeva menemui Raka. "Sayang, ikut aku pulang yuk." Ajak Raka tanpa menjawab pertanyaan Zeva, membuat dahi Zeva berkerut karena tiba-tiba Raka mengajaknya pulang. "Pekerjaanku belum selesai, Mas. Tunggu sebentar ya, aku mau… "Ini darurat." Raka segera menarik tangan Zeva agar mau pulang tanpa harus menunggu pekerjaannya selesai. "Sebentar, aku mau ambil tas dulu," Zeva langsung melepaskan tangan Raka, dan berlari masuk lagi untuk mengambil tasnya, dan mengikuti Raka untuk pulang. "Darurat apa maksud kamu, Mas?" Tanya Zeva setelah ia masuk ke mobil Raka. Raka yang sebenarnya merasa tidak tega untuk mengatakan yang sebenarnya pada Zeva, terpaksa harus mengatakannya karena keadaan Yudda benar-benar butuh penanganan. "Ayah kamu harus dibawa kerumah sakit. Tadi ibu kamu minta bantuan aku agar aku menjemput kamu." Jawaban Raka berhasil membuat sudut mata Zeva langsung mengeluarkan air mata hangatnya tanpa Zeva sadari. "Ayah. Apa yang terjadi dengan Ayah?" Lirih Zeva dengan nada pelannya, namun masih terdengar ditelinga Raka. Raka mencoba menenangkan Zeva dengan satu tangannya, namun tidak membuat Zeva merasa tenang, justru Zeva meminta agar Raka menambah kecepatannya supaya cepat sampai ke rumah. Sesuai dengan keinginan Zeva, mobil Raka sudah sampai di depan rumah. Zeva segera keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah. Betapa terkejutnya Zeva saat melihat pemandangan yang menakutkan di depan pintu rumahnya. "Ayah!!! Pyar
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN