87. Kehancuran Dias

1506 Kata

Suasana makan malam di rumah keluarga dokter Budi terasa tenang. Aroma sup buntut hangat menyebar ke seluruh ruangan, berpadu dengan cahaya lampu gantung yang temaram. Piring-piring porselen berisi lauk pauk tersaji rapi di atas meja kayu panjang. Andika, yang baru saja pulang dari rumah sakit setelah shift panjang, duduk dengan wajah letih. Ia melepas jas putihnya dan menggantung di kursi, lalu menyuap nasi dengan tenang. Namun malam itu, sang ayah tampak berbeda. Dokter Budi, lelaki paruh baya dengan rambut yang mulai memutih, menatap putranya penuh perhatian, seakan menyimpan sesuatu yang penting untuk dibicarakan. “Andi,” suara dokter Budi memecah keheningan. Andika mengangkat kepalanya, setengah malas. “Ya, Pa? Ada apa? Kok tatapannya serius begitu?” Dokter Budi tidak langsung men

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN