Adreanne benar-benar marah pada Ayahnya, buktinya di pagi hari ia pergi keluar rumah dengan dalih olahraga. Ia mengatakan pergi olahraga pada asisten rumah tangga yang bernama Bi Rumi.
Hari ini adalah hari sabtu, sekolah memang libur di akhir pekan. Adreanne berjalan keluar dari kompleks perumahan, ia berjalan tidak tentu arah hingga akhirnya berhenti di sebuah cafe yang kebetulan buka lebih cepat.
Adreanne langsung berjalan menuju kasir dan memesan menu sarapannya pagi ini. Ia memesan nasi goreng seafood ditambah cheesecake.
Setelah membayar, ia langsung duduk di kursi yang disudut cafe, di samping kaca ia jadi bisa melihat pemandangan di luar cafe.
Selagi menunggu pesanannya tiba, Adreanne memainkan ponselnya. Tiba-tiba ponselnya menampilkan layar panggilan yang cukup membuatnya kaget. Ternyata Abian lah yang meneleponnya.
"Ada apa, Bi?"
"Coba lihat keluar, Re," titah Abian di seberang sana.
Sontak kepala gadis itu menoleh ke luar jendela dan melihat Abian di seberang jalan. Cowok itu memakai kos putih lengan pendek dan celana training panjang berwarna hitam.
"Gue samperin, ya? Atau lo sedang nggak mau diganggu?" tanyanya meragu.
"Sini aja. Kita sarapan bareng," sahut Adreanne. Membuat senyuman lebar tercetak di wajah Abian.
Panggilan langsung terputus dengan Abian yang segera melangkah menuju cafe. Beberapa menit kemudian Abian sudah berada tepat di depan Adreanne.
"Lo udah pesan?" tanya Abian.
"Udah kok."
"Okay, gue pesen dulu." Abian kembali berdiri dan berjalan menuju kasir. Setelah selesai, ia kembali duduk di hadapan Adreanne.
"Tumben banget pagi-pagi lo di luar, Re. Habis jogging ya?" tanya Abian memulai topik pembicaraan.
"Iya, soalnya udah lama nggak jogging. Kamu habis olahraga juga?"
"Iya. Lagi asik-asik lari eh nggak sengaja lihat ke cafe, taunya itu lo. Ya gue telepon."
Adreanne manggut-manggut paham.
"Habis makan ke taman kota kuy. Pagi-pagi ini adem di sana," ajak cowok itu.
Tidak ada alasan untuk Adreanne menolak, lantas gadis itu mengangguk setuju. "Okay."
Lima menit kemudian pesanan mereka tiba. Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu melahap sarapan dengan tenang dengan sesekali di selingi oleh beberapa topik mengenai pelajaran sekolah.
***
Dante menghembuskan napas beratnya ketika melihat sang Pangeran terkapar di atas permadani di depan televisi.
"Pangeran, anda sedang apa? Ayo kita cari sarapan ke luar."
Edzard tidak menyahut, dan bahkan tidal menoleh sedikitpun.
"Kalau begitu saya akan mencari sarapan sendiri. Anda ingin makan apa Pangeran?" kata Dante lagi.
Lagi-lagi Edzard tidak menyahut.
Dante menghembuskan napas lagi lalu duduk di sofa. Biarlah ia terkesan tidak sopan karena sang Pangeran sedang tiduran di permadani yang tergelar di lantai.
Dante mengeluarkan ponsel canggihnya yang diberikan oleh Edzard. Ia mencari-cari menu makanan yang lezat untuk pagi ini di internet. Ketika sudah selesai dan menentukan makanannya, tangan Dante tak sengaja membuka aplikasi sosial media yang belakangan ini cukup sering ia buka.
Matanya melotot melihat postingan baru Adreanne. Gadis itu memposting sedang breakfast bersama Abian, musuh sang Pangeran di bidang percintaan.
Apa ia harus mengatakannya pada Edzard?
Tapi, buat apa? Toh, sang Pangeran sudah memilih menjauh.
Tiba-tiba ide jahil muncul di pikiran Dante. "Pangeran, anda tahu? Abian pagi ini sedang bersama Adreanne. Mereka sepertinya baru selesai olahraga dan sarapan bersama."
Kontan tubuh Edzard menegak dan langsung duduk. Sorot matanya menatap Dante tajam.
Dante sampai terkejut di buatnya. Padahal ia berbicara pada Edzard dua kali tadi. Tapi tidak di gubris. Sementara menyangkut Adreanne, si Pangeran langsung gerak cepat.
Ini Pangeran Edzard niat menjauh dan move on bukan sih?
"Kau t*i dari mana?" tanya Edzard dengan tatapan menyelidik.
"Beberapa menit lalu Adreanne memposting fotonya."
Edzard segera berdiri dan merampas ponsel Dante. Cowok itu melihat foto yang dimaksud kemudian mendengus keras.
"Ayo kita sarapan di sana! Aku tahu tempatnya." Dengan sembarangan, Edzard melempar ponsel Dante di sofa dan buru-buru meraih kunci mobil dan dompetnya.
Dante menatap ponsel kesayangannya dengan sendu yang dramatis.
"Seharusnya anda tidak melempar ponsel saya, Pangeran,", protesnya berani.
"Jangan banyak protes. Ayo ikuti aku!" pungkas Edzard tajam, tanpa menunggu Dante ia berjalan ke luar rumah terlebih dahulu.
Dante menghela napas lantas berdiri dan mengikuti langkah Edzard. Dante mengunci pintu rumah baru setelahnya masuk ke dalam kendaraan Edzard
Edzard mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi, kebetulan pula jalanan tidak terlalu ramai di pagi ini. Tak berselang lama, akhirnya mereka tiba di cafe yang persis seperti di foto yang Adreanne posting.
Edzard memarkirkan mobilnya di depan cafe, ia dapat melihat Adreanne dan Abian masih menyantap sarapan dengan obrolan. Sesekali Edzard juga melihat Adreanne tersenyum lebar dan tertawa.
Sial, apa yang Abian katakan sehingga membuat Adreanne tertawa cantik seperti itu?
"Pangeran, ayo turun," ajak Dante seraya melepaskan seatbelt nya.
Edzard menatap Dante sejenak. "Nanti ketika masuk, kau harus ber-akting seperti kita kebetulan ke cafe ini. Pokoknya Adreanne tidak boleh tahu kalau kita sengaja ke sini. Paham?"
Dante mengangguk patuh. Sebenarnya ia sendiri heran dengan sikap plin-plan Edzard. Kemarin aja sok-sokan kuat bakal menjauh dari Adreanne, lah sekarang malah mengikuti gadis itu diam-diam. Walaupun pikirannya memprotes segala tindakan Edzard, tidak ada yang bisa Dante lakukan selain patuh. "Paham Pangeran."
Edzard mematikan mesin mobilnya lalu mencabut kunci dan turun. Keduanya berjala ke pintu masuk dan langsung menuju kasir.
Karena bingung hendak memesan apa, akhirnya Edzard asal pilih. Ia melihat sosok pemuda di dekat kasir sedang menikmati Sandwich, alhasil ia memesan itu. Sementara Dante memesan pancake dan Hazelnut latte.
Edzard tidak terlalu suka dengan kopi. Rasa minuman itu sangat aneh, ia lebih suka meminum s**u cokelat buatan manusia.
Setelah selesai memesan, keduanya berjalan mencari tempat duduk dengan berpura-pura tidak melirik ke arah meja Adreanne dan Abian.
"Edzard!"
Senyum Edzard mengembang samar ketika mendengar namanya disebut oleh Adreanne. Tanpa menoleh ia pun sudah tahu bahwa suara merdu nan indah itu adalah milik Adreanne.
Kebahagiaan itu harus Edzard tahan. Cowok itu kembali memasang raut wajah datar dan menoleh menatap Adreanne. Melihat gadis itu melambaikan tangan, Edzard pun menarik Dante agar mendekat ke meja gadis itu.
"Kamu sarapan di sini juga? Duduk di sini aja," kata Adreanne menawarkan. Tanpa ragu ia menepuk kursi di sebelahnya untuk Edzard.
Jika Adreanne tampak senang menyambut Edzard dan Dante, maka berbanding terbalik dengan Abian yang sebal. Edzard sangat mengganggu kebersamaannya dengan gadis yang ia suka.
Edzard menyikut pelan lengan Dante, mengkode agar Dante yang menyahut.
"Kalau gitu, kami di sini!" pungkas Dante langsung duduk di sebelah Abian. Sedangkan Edzard duduk di sebelah Adreanne.
"Kamu masih marah, ya?" tanya Adreanne pada Edzard sembari menggigit bibir bawahnya.
Edzard menoleh sekilas lalu menggeleng. "Biasa aja."
Dahi Adreanne kontan mengernyit. Edzard mengatakan biasa saja, namun raut wajah cowok itu bahkan mengatakan hal sebaliknya.
"Nanti habis sarapan aku mau ngomong sesuatu sama kamu," tandas Adreanne.
"Nggak bisa. Kan, kita udah ada janjian Re," protes Abian angkat bicara.
Mendengar hal itu, tentu saja Edzard langsung mengambil alih, ia tidak akan memberi Abian kesempatan untuk modus pada Adreanne. "Oke, nanti kita bicara."
"Apa-apaan lo? Datang-datang langsung ngerusak rencana, gue sama Rea mau jalan dulu abis makan," protes Abian lagi, tidak terima.
Adreanne menatap Abian dengan menyesal. "Lain kali aja ya, Bi. Maaf banget, ada sesuatu yang penting yang harus aku bicarakan sama Edzard."
Abian masih terlihat kesal, namun akhirnya ia mengangguk. "Oke, besok pulang sekolah kita pergi. Temenin gue ke toko buka. Bisa, kan?"
Adreanne mengangguk setuju. "Bisa kok. Aman deh."
Edzard mendengus dingin. Lihat saja nanti, Abian nggak akan lolos darinya. Mana bisa lelaki itu mengajak Adreanne ke toko buku esok hari.