25. Sosok Misterius

1155 Kata
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Para calon peserta dari sekolah mereka telah berkumpul di lapangan. Setelah memastikan semuanya berkumpul, para guru yang membimbing berseru menyuruh para siswa untuk masuk ke dalam mobil yang telah di sediakan. Tempat duduk mereka pun telah di atur. Ada sekitar sembilan siswa dari sekolah mereka. Edzard berdecak pelan menyadari posisi duduknya berada di belakang Adreanne, sedangkan di sebelah gadis itu seharusnya Arsen, namun Abian meminta pada sahabatnya untuk bergantian tempat duduk. Alhasil mereka duduk berdua. Edzard kalah start cepat. Edzard juga kesal karena Adreanne berlaku seolah-olah tidak peka dengan perubahan raut wajahnya. "Kenapa lo?" tanya Arsen yang duduk di sebelahnya. Edzard menggeleng samar dan membuang arah pandangnya keluar jendela. Tak lama mobil pun melaju meninggalkan pekarangan sekolah menuju sebuah sekolah yang menjadi tempat diselenggarakannya olimpiade itu. Hanya butuh waktu tiga puluh menit, akhirnya mobil berhenti. Di lapangan, sudah ramai pula dengan siswa dari sekolah lain. Mereka segera turun dan membentuk barisan. Bu Delina yang ikut, langsung mendaftar ulangkan para peserta dari sekolah mereka. Sedangkan guru lainnya menjaga kesembilan siswa ini agar tidak berpencar. Beberapa menit kemudian, bu Delina kembali dengan membawa banyak kertas berisi nomor ruangan mereka. Seorang panitia membuka acara dan setelahnya menyuruh para peserta untuk masuk ke ruangan masing-masing. Adreanne langsung memasuki ruangannya dan memilih tempat duduk di belakang. Selagi menunggu pengawas, ia mengeluarkan peralatan ujian dan alat tulisnya. *** Di lain tempat... Adam telah membereskan seluruh barang-barangnya. Pagi ini ia akan check out hotel karena pekerjaan di luar kota sudah selesai. Waktunya kembali pulang. Senyum Adam terbit ketika melihat sebuah box yang berisi hadiah darinya untuk Adreanne. Hari ini putrinya akan mengikuti lomba, ia harap Adreanne menang nantinya. Kemarin siang, Adam sengaja jalan ke pusat perbelanjaan. Mencari hadiah untuk kedua anaknya dan juga istri tercinta. Untuk Adreanne, ia membelikan tas kecil cantik dengan merk terkenal. Begitu pula untuk Tika, yang ia belikan tas dan sepatu bermerk. Sedangkan untum Damien, ia tahu putranya sedang membutuhkan iPad. Maka dari itu, untuk anak laki-lakinya diberi hadiah yang sedikit berbeda. Adam memasukkan tiga kotak berisi hadiah yang berbeda ke dalam paper bag besar. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal di dalam kamarnya ia pun berdiri dan menyeret koper kecilnya keluar dari kamar. Dengan langkah ringan ia menuju lift. Ting! Pintu lift terbuka dan menampilkan sosok yang membuat mulutnya terbuka lebar. Mata pria paruh baya itu juga membelalak kaget melihat sosok itu. "Long time no see, Adam." *** Waktu mengerjakan delapan puluh soal adalah dua jam pas, sesuai dengan mata pelajaran lainnya. Adreanne menyelesaikan jawabannya tepat sepuluh menit sebelum waktu habis. Selagi ada waktu, ia bermain dengan sebuah kertas yang di berikan pengawas. Berbagai hal ia tulis dan coret di kertas itu untuk membunuh waktu yang sebentar lagi habis. Sepuluh menit kemudian. Pengawas pun menyuruh peserta keluar dari ruangan dan meletakkan hasil jawaban di atas meja dengan rapi. Adreanne memasukkan peralatan tulisnya dengan cepat ke dalam tas lalu keluar. Tepat ia melangkah keluar, Edzard menarik tangannya. "Cepet banget kamu udah ada di depan ruangan aku. Kan baru di bolehin keluar," celoteh Adreanne. "Setelah semua soal ku jawab, aku langsung meminta izin keluar dari ruangan dan langsung menuju ruanganmu," ujar Edzard jujur. "Oh, pantes. Bu Delina mana, ya?" "Di situ." Edzard menunjuk guru perempuan yang duduk di sebuah bangku taman sekolah. Abian dan Arsen pun tampak baru menghampiri guru itu. "Setelah ini kita ngapain ya?" tanya Adreanne menerka. "Pulang," jawab cowok itu sekenanya. Adreanne mendengus. Mereka pun tiba di hadapan bu Delina. "Bagaimana tadi? Menjawab soalnya lancar, kan?" tanya Bu Delina pada anak didiknya. "Lancar Bu, walau ada yang susah." Arsen menjawab. Tatapan Bu Delina tiba-tiba mengarah ke Edzard. "Tadi, Ibu lihat kamu keluar cepet banget. Baru empat puluh menit waktu berjalan, kamu udah keluar kelas. Kamu benar-benar menjawab, kan?" tanyanya curiga. Mata Adreanne melotot mendengar ucapan gurunya, yang lain pun begitu. Tidak menyangka Edzard menyelesaikan soal-soal dengan cepat. Edzard mengangguk yakin. "Saya yakin lolos nanti Bu, tenang aja." "Ibu pegang kata-kata kamu." Edzard hanya mengangguk mengiyakan. "Setelah ini apa lagi, Bu?" "Acara penutupan, dan pengumuman tanggal pemberitahuan yang lolos ke tingkat provinsi." "Paling dua minggu lagi sekolah udah dihubungi, Bu," celetuk Abian. Bu Delina mengangguk setuju. "Kalian udah lapar?" "Iya!" jawab mereka serempak. "Sebentar lagi kita makan ya. Mau makan apa nih?" "Terserah Ibu aja di mana tempatnya, yang penting makan, Bu." Arsen menyahut, diikuti anggukan teman-temannya. Bu Delina terkekeh. "Ternyata kalian tidak terlalu pemilih, ya?" "Makanan apa aja pasti di makan, Bu. Asalkan mengenyangkan," celetuk Fahri. Bu Delina tersenyum. "Baiklah kalau begitu." *** Pada siang harinya, tepat pukul satu siang, mereka kembali ke sekolah. Tentunya para peserta yang telah bekerja keras sudah diperbolehkan pulang. Tanpa menunggu jam pulang Dante, Edzard langsung mengajak Adreanne untuk pulang. "Nanti jangan berhenti di depan rumah ya, Ed. Soalnya Ayah udah pulang," kata Adreanne sembari memainkan ponselnya. "Cepet banget. Katanya masih ada beberapa hari lagi," protes cowok itu. "Kerjaan Ayah udah beres, ya pulang lah. Sisanya bisa dihandle sama karyawannya," sahut Adreanne santai. Edzard menghela napas berat dan tidak berkomentar lagi. Beberapa menit kemudian mobil Edzard berhenti tepat di depan rumah tetangga Adreanne. Buru-buru Adreanne turun setelah mengucapkan terimakasih. Setelah Adreanne tak terlihat lagi, barulah Edzard memutar mobilnya kembali dan pergi menuju rumahnya. *** Adreanne memasuki rumahnya yang tampak sunyi. Padahal mobil Ayahnya ada terparkir di garasi. Gadis itu melangkah menuju dapur mencari sang Bunda yang tidak terlihat. Tidak menyerah, ia pun mengayunkan kakinya menuju kamar orangtuanya. "Dia kembali menemui Ayah, Bun." Samar-samar Adreanne mendengar suara Ayahnya di dalam kamar. Karena tidak ingin menguping. Adreanne langsung mengetuk pintu kamar dan setelah mendengar suara Bundanya menyuruh masuk, ia pun masuk. "Ayah, Bunda, aku pulang. Rumah sepi banget, aku kira emang nggak ada orang," celotehnya. Adam dan Tika tampak gugup dan terlihat menyembunyikan sesuatu. "O-oh, Bunda cuma pijatin bahu Ayah aja yang baru balik. Makanya di luar kamar sepi, Damien juga belum balik," kata Tika sedikit terbata-bata. Adreanne mengangguk paham. "Gimana sama Olimpiade kamu? Tadi bisa jawab?" tanya Adam memecah kecanggungan yang ada. "Bisa, Yah. Tapi ada soal yang aku ragu-ragu," curhatnya. Adam tersenyum, menarik tangan Adreanne agar duduk di ranjang lalu memeluknya. "Nggak masalah. Yang penting kamu udah usaha." Pria paruh baya itu mengecup kening Adreanne. "Ayah, ada hadiah buat kamu." Kedua mata Adreanne berbinar. "Mana, Yah??" "Di paper bag itu. Yang box warna kuning," tunjuk Adam pada paper bag di sudut kamar. Langsung saja Adreanne berdiri dan mengambil hadiah yang dimaksud Adam. "Tas LV?!" pekik Adreanne tak percaya. Adam tersenyum lebar. "Suka?" Adreanne mengangguk semangat. "Suka banget, makasih banyak, Yah." Gadis itu memeluk sang Ayah dan mencium pipinya. "Ya udah, kamu mandi dulu terus istirahat. Capek, kan?" kata Tika. "Iya, Bun. Capek banget," keluhnya. "Ya udah aku ke kamar dulu." Gadis itu mengayunkan kakinya meninggalkan kamar kedua orangtuanya. Adam dan Tika menatap punggung Adreanne yang kian menjauh hingga tidak terlihat lagi dengan tatapan yang sulit diartikan. *** to be continued... follow igku: Kangnield (dm for follback!^^)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN