Seperti biasanya, Edzard, Dante dan Adreanne berangkat bersama. Dan sejak turun dari mobil tadi, Edzard sudah curi-curi pandang ke leher Adreanne yang kosong.
"Hm, kalung kemarin di mana?"
"Aku copot pas mandi tadi, terus lupa pakai," jawab gadis itu jujur.
Edzard hanya ber-oh ria, namun ia kecewa karena tak bisa melihat batu ruby yang kata Dante warnanya sedikit berbeda.
Seperti biasanya juga, mereka berdua berjalan menuju perpustakaan. Hari ini adalah hari terakhir mereka belajar, karena esok perlombaan akan dimulai.
Hari ini para calon peserta tidak terlalu ditekan seperti hari biasa. Hari ini, pelajaran mereka sangat ringan karena sengaja. Para guru, tidak ingin para calon peserta stress menjelang perlombaan. Waktu-waktu sebelumnya sudah cukup bagi mereka.
***
Di lain tempat...
Adam menghidupkan rokok yang sudah lama tidak ia cicipi. Matanya memandang lurus ke atas langit. Ingatannya kembali pada masa lalunya.
Bayangan wajah Edzard tiba-tiba melintas di dalam benaknya. Rahang Adam mengeras mengingat fakta siapa Edzard sebenarnya.
Ya, Adam tau bahwa Edzard bukanlah manusia seperti dirinya. Edzard adalah seorang fairy, dan berkemungkinan sangat berbahaya karena setiap fairy memiliki kekuatan yang lebih dari pada manusia.
Adam tidak tahu, apa motif Edzard mendekati putrinya. Dan ia harap, saat ini Edzard telah menjauhi putri kesayangannya.
Adam tidak rela, jika Adreanne jatuh ke dalam pelukan Edzard.
Lelaki itu hanya akan membuat putrinya sedih dan menderita nantinya.
***
Di lain tempat, yang sangat jauh...
"Pangeran, anda benar-benar nekad! Nyaris saja Raja Remon tahu, anda akan di hukum berat jika turun sembarangan ke Bumi!" omel penjaga pribadi Adelard yang bernama Max.
"Tenanglah, Max! Buktinya aku tidak ketahuan, aku akan meminta izin secara resmi nanti pada Ayah."
"Saya yakin, permintaan anda akan ditolak," ucap Max dengan yakin.
Adelard berdecih pelan. "Aku sudah memikirkan rencana yang matang. Tidak sepertimu, meminta izin dengan alasan tidak jelas. Ya tidak diizinkan lah!" pungkas Pangeran Mahkota Kerajaan Voresha itu.
Max hanya mendengus. "Terserah anda. Tapi kalau anda mendapatkan hukuman, tolong jangan bawa-bawa nama saya."
Adelard menyeringai. "Mana mungkin? Kau kan pengawal pribadiku, tentu harus ikut ke mana pun aku pergi."
Max mengumpat pelan.
"Hei, hanya kau yang berani mengumpat di depan Pangeran Mahkota. Kau mau mati?"
"Lebih baik saya mati dari pada menghadapi setiap masalah yang anda timbulkan, Pangeran," jawab Max dengan berani. Lagi pula, ia tahu pasti bahwa Adelard tidak akan membunuhnya, sebab ia memiliki bakat yang luar biasa dalam seni pedang.
"Kali ini kau ku maafkan!" tukas Adelard sinis. Dalam hati ia berdecih, Max tahu saja apa yang tidak bisa ia lakukan.
Sialnya ia memang tidak akan bisa membunuh Max karena keahlian Max yang sangat berguna untuk dirinya dan kerajaan ini.
***
Ketika jam istirahat, Edzard mengajak Dante ke rooftop. Ia merasakan kehadiran Edrea di sekolah ini.
"Putri?! Bagaimana bisa anda turun?!" pekik Dante luar biasa terkejut.
"Tentu aku bisa. Sekarang, ini rahasia kita bertiga, awas saja kau membocorkannya pada Ayah," peringat Edrea penuh ancaman.
Mau tak mau Dante mengangguk. "Baik. Lalu apa yang sedang anda lakukan di sini, Putri?"
"Bertemu dengan kakakku tentu saja. Oh iya, bagaimana persiapan lombamu?"
Edzard yang duduk di bangku yang tak terpakai lagi hanya mengedikkan bahu acuh. "Aku rasa bisa melewatinya. Setelah aku mempelajarinya, terlalu mudah."
Edrea berdecih pelan, kesombongan kakaknya satu itu memang tidak pernah hilang.
"Oh iya, bagaimana dengan gadis yang pernah kau ceritakan itu?" tanya Edrea penasaran.
"Anda tahu tentang Adreanne juga, Putri?" tanya Dante.
Edrea mengangguk kecil. "Kak Edzard bilang dia menyukai manusia itu, dasar aneh!"
Dante terkekeh geli. "Anda belum lihat saja saja sikap Pangeran yang begitu tunduk pada gadis manusia itu, Putri."
"Benarkah dia tunduk?" tanya Edrea tak percaya.
"Sialan, kalian menggosipkan orang yang berada di sekitar kalian!" maki Edzard kesal.
Edrea tertawa. "Tapi saran dariku sih, kau jangan terlalu terlena dengan perasaanmu itu. Aku yakin itu hanya sementara."
Dante mengangguk setuju. "Saya rasa Pangeran hanya penasaran dengan gadis itu, penasaran karena pikirannya tidak bisa dibaca."
Mata Edrea melotot mendengar penjelasan Dante. "Benarkah? Bukannya pikiran manusia selalu terbuka?"
Dante mengangkat bahunya tidak tahu.
"Oleh karena itu, jika kau ke Airya besok malam, kau dan Edrea cari tahu di buku yang ada di perpustakaan. Cari tahu kenapa pikiran manusia tidak terbaca," ujar Edzard serius.
Edrea menatap sang kakak dengan mata yang memicing. "Kau benar-benar ingin tahu?"
"Tentu saja aku ingin tahu, semua harus jelas dan terungkap."
Edrea terdiam membisu. Tiba-tiba ia mengingat perkataan gurunya di sekolah bangsawan. "Aku seperti mengingat sesuatu...," gumamnya.
"Apa?"
"Guruku pernah mengatakan kaum Myrania berbeda."
"Myrania? Apa itu? Kenapa aku baru mendengarnya?" tanya Edzard beruntun.
"Myrania, kaum yang telah lama tidak terlihat. Entah bagaimana mereka menyembunyikan kerajaan mereka selama ini. Entah sudah punah atau masih ada," ucap Dante.
"Nah kau pintar, Dante. Buktinya kau tahu."
"Apa hanya aku yang tidak tahu apa-apa tentang Myrania?!" seru Edzard tidak terima.
"Makanya, jika berada dalam kelas. Seharusnya dulu kau memperhatikan pelajaran dengan baik kak," ejek Edrea.
Edzard mendengus. "Kalau begitu ceritakan padaku tentang Myrania."
Edrea bungkam dan melirik ke arah Dante. Pasalnya ia sendiri lupa-lupa ingat tentang kaum tersebut.
Edzard melengos melihat kebungkaman Edrea. Ia tahu, Edrea pun sebenarnya tidak terlalu mengetahui tentang Myrania. Pandainya cuma mengolok-oloknya.
"Jelaskan padaku apa yang kau ketahui Dante," titah Edzard.
"Mereka sama seperti kita, Pangeran. Hanya saja mereka dapat mengatur pikiran mereka sendiri dan memiliki rupa yang sangat rupawan berbeda dari kaum lainnya. Terus, mereka memiliki sumber daya yang melimpah dan merupakan negeri yang paling kaya. Kononnya, karena kekayaan itu, beberapa bangsa menyusun strategi untuk memperebutkan kekayaan di negeri yang indah itu."
"Namun, mereka tidak berhasil, karena Myrania lebih dulu menyembunyikan negeri mereka, hingga kini tidak ada yang tahu di mana Myrania berada," ujar Dante panjang lebar.
"Jadi, kalian pikir Adreanne adalah keturunan Myrania?"
"Mustahil, bentukannya saja seperti manusia biasa. Dan ia tampak tidak tahu apa-apa tentang makhluk bersayap. Hanya saja, wajahnya memang sangat cantik. Kau saja tidak sebanding dengannya, Edrea," tukas Edzard. Matanya melirik ke arah Edrea dengan tatapan jahil.
Edrea mendengus. "Aku jadi penasaran, seperti apa rupa gadis itu!"
"Saya tidak tahu pasti, Pangeran. Ada kemungkinan Adreanne adalah kaum Myrania. Tapi tidak cukup bukti," sahut Dante serius.
Edzard menyugar rambutnya ke belakang. Ia menatap Dante dan Adreanne serius. "Yang jelas besok aku akan lomba, dan kalian di Istana, harus cari tahu tentang Myrania itu. Paham?"
Dante mengangguk patuh. Sementara Edrea hanya diam.
"Oi, paham nggak?" sentak Edzard pada adiknya.
Edrea mendengus lalu berdehem singkat. "Hm."
"Sebentar lagi bel masuk bunyi, lebih baik kau pulang," suruh Edzard.
Edrea mengangguk. Ia mengeluarkan sayapnya dan terbang tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi.