28. Rahasia

1208 Kata
Keesokan harinya... Edzard buru-buru membersihkan dirinya setelah bangun, dan langsung tancap gas ke rumah Adreanne. Tanpa sadar, ia jadi meninggalkan Dante. Sesampainya di depan rumah Adreanne. Edzard langsung turun dan menekan bel rumah. Pintu dibuka oleh Tika. Tapi ada yang aneh. Biasanya ... Edzard selalu melihat senyuman lebar di wajah wanita paruh baya itu. Namun kini tidak, wajah Tika hanya datar. "Adreanne udah siap, Bun?" tanya Edzard santai. Ia berusaha tidak mengambil pusing dengan asumsinya sendiri atas perbedaan raut wajah Tika. "Masih mandi di dalam. Ayo masuk." Edzard mengangguk cepat lalu masuk. Tila membawa Edzard ke ruang keluarga di mana sudah ada Adam ya g duduk dengan tangan terlipat di depan d**a dan pandangan lurus ke televisi yang tentunya dalam keadaan mati. "Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu," ujar Adam dingin. Tatapan matanya menusuk tajam ke dalam manik Edzard. Edzard melirik Tika yang hanya diam. Mau tidak mau ia mengangguk setuju. "Baik, Om." Adam berdiri. "Ikuti saya." Dengan jantung yang berdetak kencang, Edzard mengikuti Adam ke sebuah ruangan yang ternyata adalah ruang kerja Pria itu. Jujur saja, jantungnya saat ini sedang menggila. Rasanya ia sangat khawatir dan cemas, bahkan lebih parah dibandingkan ketika ia menghadap Ayahnya yang tidak lain adalah Raja. Adam duduk di kursi kerjanya, sedangkan Edzard berdiri di hadapan pria itu. Batas mereka hanya sebuah meja yang berukuran sedang. "Saya tahu kamu siapa. Kamu bukan manusia," ujar Adam to the point. Kedua mata Edzard terbelalak kaget. Namun dengan cepat ia mengontrol mimik wajahnya. Cowok itu tertawa pelan untuk menghilangkan kegugupannya. "Om aneh-aneh aja deh. Mana mungkin aku bukan manusia," elaknya. Tatapan Adam semakin sinis dan tajam, membuat tawa Edzard lenyap. "Jangan berbohong. Sekarang saya tanya, apa mau mu? Kenapa kamu mendekati Adreanne dan memberinya kalung batu ruby?" Edzard bungkam, matanya menatap lurus Adam. "Menurut Om apa?" Adam menggeram. "Jangan main-main!" Edzard menghembuskan napas pelan. "Baik, saya akan mengaku. Benar, saya bukan manusia. Lebih tepatnya saya Putera Mahkota Kerajaan Airya. Om sendiri?" Adam tidak terkejut lagi mendapati fakta bahwa Edzard adalah seorang Pangeran. "Jujur saja, saya juga penasaran dengan Om. Terlebih identitas keluarga Om tidak jelas, saya mencurigai bahwa Om adalah salah satu kaum Myrania." Adam tertawa. Tentu ia tidak menyangka bahwa ada juga kaum lain yang mengingat kaum Myrania. "Sekarang jawab pertanyaan saya, kenapa mendekati Adreanne?" "Om dulu dong, apa benar om kaum Myrania? Saya cari-cari tahu tentang Myrania nggak ada lagi catatan sejarahnya." Sekarang, Edzard berbicara dengan santai, seolah tidak takut seperti di awal tadi. "Ya memang benar. Dulunya saya Putra Mahkota Kerajaan Myrania, namun saya melepas gelar saya dan menjadi manusia. Sekarang kamu puas?! Jadi, saya harap kaum seperti kalian tidak mengganggu keluarga saya terlebih Adreanne." Mulut Edzard menganga. "Kenapa Om melepas gelar Putra Mahkota?" Adam menghela napas. Ia menatap Edzard dengan intens. "Kamu berjanji untuk tidak membocorkan rahasia ini?" Edzard mengangguk cepat. "Duduklah, akan ku ceritakan," ujar Adam. Dengan cepat Edzard duduk di kursi di depan Adam. Wajah pemuda itu tampak sangat penasaran. "Dulu saya turun ke Bumi, untuk melakukan penelitian. Apa saja yang manusia lakukan dan teknologi apa saja yang ada di sini. Semua yang ada di Bumi saya cari tahu. Hingga akhirnya saya berjumpa dengan Tika, dia gadis yang baik dan mengajari saya ini dan itu. Singkatnya, saya betah di Bumi dan tidak ingin kembali. Saya memutuskan untuk menikah dengan Tika dan memberitahu jati diri saya pada istri. Tentunya semua saya lakukan tanpa sepengetahuan Keluarga Kerajaan." "Terus, Om?" Edzard tampak tidak sabaran sekali kala Adam mengambil jeda untuk mengambil napas. "Kesatria pribadi saya turun dan menghampiri saya. Dia melaporkan semua yang saya lakukan pada Raja. Alhasil saya harus pulang. Saya menjelaskan segala hal yang ada di pikiran saya pada Raja. Butuh waktu dua bulan hingga akhirnya posisi Putra Mahkota dicabut dari saya, dan saya menjadi manusia biasa. Tidak hanya gelar, tapi saya pun bukan kaum Myrania lagi secara resmi. Namun, di darah Damien dan Adreanne, tetap mengalir kaum Myrania." "Pantas saja, saya coba baca pikiran Adreanne nggak bisa, Om. Ternyata masih ada darah Myrania. Kaum Myrania terkenal tidak bisa dibaca pikiran dan memiliki kekuatan yang besar." "Apa kamu mendekati Adreanne hanya karena itu?" Edzard menggeleng. "Sebenarnya saya menyukai Adreanne," ucapnya jujur. Kedua mata Adam melotot, sontak kepalanya menggeleng tegas. "Saya tidak setuju! Lebih baik kamu menjauh atau pulang ke negerimu!" "Om takut, kisah Om yang lalu akan terulang lagi?" tanya Edzard tepat sasaran. Adam terdiam, lima detik kemudian menggeleng. "Tidak hanya itu, tapi dengan tindakanmu ini akan membahayakan keluarga saya." "Bahaya gimana maksudnya, Om?" "Kamu memberi Adreanne batu ruby, sudah jelas batu ruby itu menyatu dengan identitas kaum Myrania. Karena kamu, keberadaan keluarga saya terendus sampai Kerajaan Myrania. Tidak hanya itu saja, dengan kamu menyukai Adreanne, itu sudah termasuk kesalahan. Cepat atau lambat, kamu harus kembali ke Negerimu. Dan ingat posisimu sebagai Putra Mahkota!" Edzard menghela napas, jadi ini alasan kalung itu lenyap. Adam lah yang menghancurkan kalung itu, dan juga apa yang dikatakan pria paruh baya ini memang benar. Ia dan Adreanne pasti tidak akan bisa menyatu. Pasti. "Jadi saya mohon, kamu segera kembali ke Negerimu dan berhenti main-main di sini. Jauhi Putri saya," peringat Adam tegas. "Saya akan kembali ke Airya, tapi dalam waktu sembilan bulan lagi. Ketika masa hukuman saya habis." "Baiklah kalau begitu. Kamu boleh tetap di sini, terserah. Asalkan, kamu menjauh dari Adreanne. Sekarang kamu paham?" tegas Adam. Edzard menghela napas berat. Ia tidak mengangguk ataupun menggeleng. Tok... Tok... Tok... "Ed?! Kamu udah siap bicara sama Ayah?" Kedua pria berbeda generasi itu menatap pintu dengan serentak. "Hari ini, saya mengizinkanmu berangkat sekolah bersama Adreanne. Tapi pas pulang, saya yang akan menjemput Putri saya sendiri. Paham?" Kali ini Edzard mengangguk lesu, matanya melirik arloji di tangan kanannya. Sudah hampir pukul tujuh ternyata. Edzard bangkit dari kursinya. "Satu hal yang harus Om tahu, tidak sekalipun saya berpikir akan menyakiti Adreanne." Setelah mengatakan hal itu, Edzard berjalan keluar dari ruang kerja Adam. Adam menatap pintu ruangannya yang telah tertutup kembali. Pria itu menghela napas panjang. Ia harap, kisahnya tidak kembali terulang. Dulu, bisa dikatakan ia melepas gelarnya dengan mudah. Tetapi ia yakin, kali ini tidak akan mudah jika kisah itu terulang. Terlebih Edzard adalah Putra Mahkota Kerajaan Airya, sang calon Raja. Di sisi lain... Adreanne menatap wajah murung Edzard. Baru saja keluar dari ruang kerja sang Ayah, raut wajah cowok itu sangat murung dan masam. "Kamu nggak apa-apa? Ayah marahin kamu atau gimana?" Edzard tersenyum simpul dan menggeleng. "Nggak apa. Ayo berangkat." Adreanne tampak tidak puas dengan balasan pemuda itu. "Tapi belum sarapan, Ed. Kamu juga belum sarapan, kan?" tanyanya memastikan. Edzard teringat, ia juga belum sarapan. Bahkan ia langsung menuju rumah ini setelah mandi dan berpakaian. "Udah kok, aku udah sarapan dengan Dante." "Kalau gitu, sarapan kamu di bekalin aja, ya," celetuk Tika. Wanita itu buru-buru menuju dapur mengambil kotak makan dan memindahkan sandwich buatannya ke kotak itu. Setelah beres, ia menyerahkan kotak bekal berwarna pink itu pada Adreanne. "Sebelum bunyi bel masih sempet makan," katanya. Adreanne mengangguk patuh. "Kalau gitu aku berangkat dulu, Bun." Gadis itu mencium punggung tangan sang Bunda. Edzard melakukan hal yang sama. Walaupun suasana hatinya kacau, ia tidak lupa untuk mencium punggung tangan Tika. Hal itu seperti sudah kebiasaannya karena sering ia lakukan. "Iya hati-hati." *** to be continued... don't forget to tap love and comments^^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN