Sesuai dengan tekad yang ia buat kemarin sore, pagi ini sebelum kelas dimulai Edzard berjalan menuju ruangan guru. Ia berniat menjumpai bu Delina terlebih dahulu.
"Ada apa Edzard?" tanya Bu Delina.
"Saya ingin ikut olimpiade juga, Bu. Apakah bisa?"
Bu Delina tampak berpikir, lalu memeriksa sebuah map yang diambil dari laci.
"Kebetulan, ada satu mata pelajaran lagi yang masih kosong. Mata pelajaran Astronomi, kamu mau?"
"Apa saya tidak bisa ikut yang pelajaran biologi, Bu?"
Bu Delina menggeleng. "Tiap mata pelajaran hanya diikuti oleh satu peserta, tidak ada yang double. Dan biologi itu sudah diikuti oleh Adreanne."
Edzard menghembuskan napas. "Baik, Bu. Saya ikut yang Astronomi."
"Baik, nanti sore kamu jangan pulang dulu. Kemampuanmu di bidang astronomi harus dilihat dulu."
"Baik, Bu. Terimakasih."
Edzard pun pamit dan berjalan keluar dari ruangan guru. Cowok itu segera kembali ke kelas karena bel telah berbunyi.
***
Saat jam istirahat, Edzard memilih untuk tidak mengikuti Adreanne. Dengan langkah lebar ia berjalan menuju perpustakaan.
Jujur saja, ia tidak tahu menahu tentang astronomi. Entah pelajaran apa itu, ia tidak pernah mempelajarinya. Pelajaran sekolah di Bumi ini sangat berbeda dengan di dunianya.
Oleh sebab itu ia berinisiatif untuk membaca satu atau dua buku di perpustakaan. Satu atau dua buku itu setidaknya cukup untuk dirinya serap dalam ingatan dan nanti ketika menjawab soalan tes ia bisa menjawabnya dengan baik.
Setelah mendapatkan buku yang ia perlukan, Edzard segera duduk dan membacanya.
Waktu istirahat hanya tiga puluh menit, dan itu ia targetkan untuk membaca satu buku. Sedangkan buku yang lainnya akan ia baca di jam istirahat kedua.
Bermenit-menit telah berlalu, Edzard sangat fokus membaca buku tersebut. Pikirannya juga ia alihkan sepenuhnya terhadap buku itu. Hingga tak terasa ia sudah di halaman terakhir membacanya.
Seperti biasanya, hanya dengan sekali baca. Ia sudah hafal semua yang ada dibuku itu. Susunan letak dan halaman pun ia tahu. Beberapa kata yang typo sudah ia tandai pula.
Tepat di halaman terakhir, Edzard sudah menyelesaikan bacaannya.
Cowok itu menutup buku astronomi itu dan meminta izin pada penjaga perpustakaan agar ia bisa membawa buku itu ke kelas. Setelah mendapatkan izin, barulah ia berjalan kembali ke kelasnya.
Sesampainya di kelas, selagi menunggu guru masuk, Edzard membuka buku astronomi kedua untuk ia baca. Sontak saja apa yang dilakukan Edzard mengundang tatapan heran dari Nicholas dan kawan-kawan tak terkecuali Lily.
"Buset, tumben banget lo belajar, Ed. Kesambet ape nih?" tanya Nicholas sembari melangkah mendekati meja Edzard.
"Iya ya, aneh. Seharian ini lo nggak ada nempel-nempel ke Adreanne," timpal Lily yang kemudian melirik Adreanne dan Edzard bergantian.
"Berisik kalian," tukas Edzard sinis.
Mendapat sahutan sinis dari Edzard mau tidak mau mereka bungkam dan tidak bertanya lebih lanjut lagi.
***
Sepulang sekolah, Adreanne langsung menuju perpustakaan seperti biasanya.
"Kok ngikutin aku?" Kaget gadis itu ketika melihat Edzard mengikutinya dari belakang.
"Aku juga ikut olimpiade," sahut Edzard enteng.
"Hah? Kok bisa?" tanyanya dengan tak percaya.
"Ya bisalah. Aku, kan pintar." Edzard menyahut dengan sombong.
Adreanne memutar bola matanya malas. "Terserah deh."
Bu Delina pun tiba dengan membawa buku biologi yang sangat tebal.
"Edzard, kamu akan diberi tes oleh Pak Akmal. Sekarang kamu ke meja itu," ujar bu Delina seraya menunjuk seorang guru laki-laki yang duduk di meja yang tak jauh dari posisi mereka.
"Baik, Bu." Edzard bangkit dan meninggalkan meja Adreanne.
Edzard dan Adreanne melakukan tugas mereka dengan baik. Tak terasa sudah satu jam berlalu.
Adreanne sudah diperbolehkan pulang oleh Bu Delina, begitu pula dengan Edzard.
"Tunggu aku!" Edzard berlari untuk mensejajarkan langkahnya dengan Adreanne.
Adreanne berhenti dan berbalik. Seharian ini Edzard tidak ada mendekati dirinya, dan waktu pulang seperti inilah waktu cowok itu mendekatinya.
"Apa?"
"Kita pulang bareng."
"Ayah aku udah jemput di depan," tolak gadis itu.
Edzard mendesah kecewa. "Ya udah, kita ke depannya sama-sama."
Entah kenapa Adreanne jadi tidak tega melihat raut wajah kecewa Edzard. Padahal ia hanya menolak pulang bersama, tapi raut wajah cowok itu tampak sangat kecewa.
Edzard pun menarik tangan Adreanne agar kembali berjalan karena gadis itu tiba-tiba melamun.
"Itu Ayah kamu," bisik Edzard dan buru-buru melepaskan tangannya dari tangan Adreanne.
Melihat Adam menunggu di luar mobil, Adreanne pun segera menghampiri sang Ayah.
Lagi, Edzard tertegun melihat tatapan Adam yang menghunus tajam ketika melihatnya.
Saat Adreanne dan Ayahnya sudah meninggalkan pekarangan sekolah barulah Edzard bernapas lega. Edzard tidak tahu kenapa ia sangat takut pada Adam, yang jelas raut wajah Adam sangat keras dan tegas.
Berbeda dengan Ayahnya yang tak lain adalah Raja dari Kerajaan Airya. Raja Philips sangat berwibawa ketika di hadapan para dewan mentri dan bangsawan lainnya. Tapi pada keluarganya, raut wajah Philips berubah menjadi hangat.
Mengingat tentang Philips, Edzard jadi merindukan Ayahnya itu. Ia sadar ia telah melakukan kesalahan yang fatal, tak heran jika Ayahnya marah besar dan memberinya hukuman ke Bumi seperti ini.
Edzard melangkahkan kakinya menuju mobil. Sudah sangat sore, ia harus pulang sekarang.
***
Sesampainya di rumah, Adreanne langsung menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah selesai ia turun ke bawah karena Tika sudah memanggilnya dan Damien untuk turun ke bawah dan makan malam.
"Edzard itu, kenapa dia pulang telat juga seperti kamu?" tanya Adam.
"Dia juga ikut olimpiade, Yah," jawab Adreanne.
Adam pun ber-oh ria. "Ayah kira dia sengaja nungguin kamu terus modus."
Adreanne terkekeh kecil. Dugaan Adam tak sepenuhnya salah karena selama ini itulah yang dilakukan Edzard.
"Edzard baik kok, Yah. Nggak bakal macam-macam ke aku," bela gadis itu.
"Kamu suka sama dia?" Sekarang tatapan pria paruh baya itu memicing curiga.
Sontak Adreanne menggeleng cepat. "Nggaklah."
"Halah bohong, pas Ayah dinas keluar kota aja mereka main keluar. Mana sampai sore," cepu Damien.
"Kok Bunda bolehin, sih?" tanya Adam jadi kesal pada istrinya.
"Kenapa? Waktu itu hari Minggu, si Rea bosan. Ya diajak Edzard lah main keluar," sahut Tika santai.
"Lagian, Yah. Jangan overprotektif gitulah, Putri kita pasti tahu mana yang benar dan salah. Cukup percaya padanya kalau ia tidak akan macam-macam ketika berteman dengan lelaki," lanjut Tika panjang lebar.
Adreanne menatap sang Bunda dengan haru. Ya itulah yang ia inginkan, ia ingin dipercaya dan tidak dikekang.
Adam tampak tidak setuju. "Adreanne putri Ayah satu-satunya, kesayangan Ayah. Jadi wajar dong Ayah sangat ketat menjaganya."
"Iya, Yah. Aku nggak bakal macam-macam, Ayah jangan khawatir." Adreanne menyahut kalem agar sang Bunda dan Ayah tidak berdebat.
***
Edzard terkejut ketika melihat Edrea berada di depan pintu rumahnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya cowok itu heran.
"Aku bosan di atas sana, jadi aku cuci mata di Bumi ini. Dan ingin menghampirimu saja," jawab Edrea.
Edzard mengangguk paham. Lantas ia membuka kunci pintu dan mengajak sang Adik untuk masuk.
"Bagaimana kabar Ibu di sana?" tanya Edzard sembari menuangkan air mineral ke gelas.
"Baik-baik saja. Tapi belakang ini Ibu sering masuk ke kamar kak Edzard, Ibu merindukan kakak," jawab gadis itu dengan lesu.
"Bilang juga, aku juga merindukan Ibu."
Edrea menggeleng. "Mana bisa begitu, ketahuan dong nanti kalau aku sering turun ke Bumi?"
"Bilangnya ke Ibu saja, jangan ke Ayah. Nanti Ibu pasti jaga rahasia."
"Iya juga ya, ya udah nanti aku bilangin."
"Kak, buatin makanan dong. Aku lapar."
"Masak saja aku tidak bisa," sahut Edzard acuh tak acuh.
"Bukannya tempo lalu kakak bilang bakal belajar sama gadis manusia itu? Siapa namanya? Reanne?"
"Adreanne," koreksi Edzard.
"Tidak. Belakangan ini aku tidak bisa mendekatinya. Pawang nya seram," kekeh cowok itu.
"Pawang?" tanya Edrea tak paham.
"Yang menjaganya menyeramkan, alias Ayahnya."
Edrea ber-oh ria. "Ya sudah kalau gitu belilah makanan di luar."
"Malas."
Edrea melotot. "Jadi makan malam kau akan makan apa, kak?"
"Pesan saja lewat ponsel."
Edzard mengeluarkan ponsel canggihnya yang dijamin tidak akan ditemukan di kerajaannya maupun kerajaan lainnya.
Edzard mengoceh memberitahu Edrea bagaimana fungsi dan cara kerja benda pipih buatan manusia ini.
Edrea berdecak kagum. "Aku juga pengen punya ponsel deh."
"Tidak bisa, nanti ketahuan sama Ayah di atas sana."
Edrea jadi merengut sebal. Apa yang dikatakan Edzard memang benar.
"Canggih juga ya di dunia manusia ini."
"Memang. Ya sudah, kalau pengantar pesanannya sudah tiba, kasih uang ini. Aku akan berendam dulu."
Edrea mengangguk patuh dan menerima uang yang diberikan sang kakak.
***
to be continued...