Sudah empat hari berlalu sejak Adreanne mendaftarkan diri untuk ikut olimpiade Biologi. Seperti yang dikatakan bu Delina, para peserta dari sekolah mereka saat pulang sekolah harus tetap stay di sekolah untuk belajar di perpustakaan.
Adreanne sedang membaca buku di perpustakaan, menunggu guru pembimbingnya yang tak lain adalah Bu Delina.
"Lo ikut juga ya?" Tiba-tiba seorang cowok datang mendekati Adreanne.
Adreanne menoleh kemudian mengangguk. "Aku ikut mapel biologi. Kamu ikutan mapel apa, Bi?"
Cowok bernama Abian Rishab itu tak langsung menjawab, ia duduk di kursi sebelah Adreanne. "Kimia."
"Oh ... aku kira yang ikut kimia itu Arsen," katanya.
Abian menggeleng. "Arsen itu ikut juga sih, cuma dia mapel matematika."
Abian dan Arsen juga murid tercerdas di sekolah ini selain Adreanne. Kedua cowok itu berbeda dengan cowok kebanyakan, keduanya sangat rajin. Berbeda dengan siswa lain yang lebih suka bermain game dari pada belajar.
"Oh itu Bu Delina. Kamu guru pembimbingnya Bu Alia?"
Abian mengangguk mengiyakan. "Ya udah, gue ke bu Alia dulu. Semangat belajarnya!" Cowok itu mengangkat kedua tangannya memberikan semangat.
Adreanne tersenyum. "Kamu juga semangat."
"Bagaimana Adreanne? Masih kuat belajar sore ini?" tanya Bu Delina ketika sudah di depan Adrenalin.
"Kuat dong, Bu."
"Ya sudah, kita mulai pelajarannya." Guru muda itu mengeluarkan buku paket yang sangat tebal dan meletakkannya di tengah-tengah.
Adreanne membaca judul materi yang akan di pelajari. Pelatihannya pun dimulai, sebisa mungkin ia menyimak seluruh yang dikatakan oleh Bu Delina.
***
Edzard menunggu di dalam mobilnya yang masih terparkir di parkiran sekolah. Tadi ia sempat melihat Adreanne menyuruh Abangnya Damien untuk pulang, setelah itu Adreanne kembali masuk ke dalam sekolah.
Karena penasaran, Edzard mengikuti gadis yang membuatnya tertarik itu. Ternyata Adreanne masuk ke perpustakaan.
Edzard hanya mengamati gadisnya dari luar perpustakaan, lebih tepatnya ia mengintip dari jendela yang tidak terlalu tinggi. Saat ia melihat seorang cowok mendekati Adreanne, rasanya ia ingin segera menghampiri gadis itu dan mengusir cowok yang entah siapa namanya Edzard tidak tahu.
Namun dengan kemampuannya ia mencoba curi dengar dan cari tahu apa yang sedang di bahas kedua.
Ternyata ada sebuah lomba yang akan diikuti mereka. Seketika Edzard merasa menyesal karena tidak ikut pula, ia baru tahu informasi tentang lomba ini. Apakah masih bisa mengatakan ikut pada Guru?
Dari percakapan Adreanne dan laki-laki yang ternyata namanya Abian, Edzard jadi tahu. Mata pelajaran olimpiade yang diikuti Adreanne adalah Biologi, berbeda dengan Abian yang kimia.
Setidaknya Edzard dapat menghela napas lega karena mereka tidak di mata pelajaran yang sama. Jadi tidak perlu menghabiskan waktu berduaan.
Edzard bertekad, esok hari ia akan berbicara pada guru dan meminta ikut.
Walaupun Edzard belum terlalu tau dengan materi pelajaran di dunia Manusia ini, tapi nanti ia bisa dengan mudah menyerap hal-hal yang ada di buku dengan sekali baca.
Setelah melihat Bu Delina masuk dan mengajari Adreanne, saat itulah Edzard memutuskan ikut masuk ke perpustakaan juga.
Edzard berlagak mencari sebuah buku dan membawanya ke meja yang tidak jauh dari posisi Adreanne yang sedang belajar.
"Oh, Kamu anak baru itu, ya?" Bu Delina yang sadar akan kehadiran Edzard.
Edzard mengangkat kepalanya lalu mengangguk. "Iya, Bu."
"Kamu, ngapain di sini? Nggak pulang?" tanya Bu Delina.
Sementara Adreanne hanya memperhatikan Edzard sambil bertanya-tanya di dalam hati apa yang dilakukan cowok itu di perpustakaan.
Edzard mengangkat buku yang ada di meja. "Saya lagi baca buku, Bu. Lumayan nambah ilmu," ujarnya sok bijak.
Bu Delina tampak senang dengan jawaban sok bijak Edzard. "Wah bagus itu, Nak. Rajin terus ya, jangan malas untuk baca buku."
Edzard mengangguk saja. "Iya, Bu."
"Ya sudah sana lanjut baca buku."
Edzard mengangguk patuh dan membaca bukunya lagi. Sedangkan Bu Delina kembali mengajar siswinya.
***
Sekitar satu setengah jam Adreanne dibimbing oleh Bu Delina, akhirnya pelajaran tambahan itu berakhir.
Edzard pun menutup bukunya dan langsung menghampiri Adreanne yang sialnya ia telat karena Abian juga menghampiri gadis itu.
"Mau pulang, kan? Ayo gue antar," ujar Abian.
Adreanne tampak tergiur dengan ajakan Abian. Namun sebelum gadis itu menjawab, Edzard sudah lebih dulu menarik tangan Adreanne agar berdiri di sisinya.
"Adreanne pulang sama gue, Abangnya nitip tadi," pungkas Edzard.
Raut wajah Abian tampak kecewa, "Ya udah deh. Kalau gitu gue duluan ya, Re."
Adreanne pun hanya bisa mengangguk. Setelah Abian pergi, Adreanne melipat kedua tangannya di depan d**a.
"Apa maksudmu bang Damien nitip?"
Edzard menggeleng samar. "Udah jangan dibahas. Ayo pulang!"
"Aku minta jemput bang Damien aja deh. Jadi kamu nggak usah repot," tolak gadis itu.
"Lupa? Tadi kamu nyuruh abang kamu pulang, masa sekarang minta dijemput."
"Ya kan tadi aku lupa bilang ke bang Damien kalau ada kelas tambahan," bela Adreanne.
"Bang Damien pasti sibuk. Aku aja yang antar, nggak repot kok. Atau kamu pulang sendiri? Mau dicegat preman kayak bulan lalu?"
Adreanne menggeleng cepat. Kilasan saat ia pulang sendiri terlintas di dalam benaknya, dan preman itu memang tampak mengerikan.
"Ya udah ayo pulang." Tanpa menunggu balasan dari Adreanne lagi, Edzard menggenggam tangan gadis itu dan membawanya menuju mobilnya.
Di dalam mobil, keheningan tercipta. "Ed, aku boleh nanya?"
Edzard mengangguk samar. "Tanya apa?"
"Bukannya maksud apa-apa ya. Cuma aku penasaran, jangan marah ok?"
Lagi, Edzard mengangguk.
"Kamu kan tinggal sendirian, ini mobil kamu juga bangus banget. Mana mobil sport, pasti mahal. Kamu dapat uang dari mana?"
Sontak Edzard menoleh menatap Adreanne.
Adreanne langsung menggeleng cepat seraya mengibas-ngibaskan tangannya. "Bukan maksud aku nuduh kamu nyuri atau apapun," ujarnya panik.
Edzard terkekeh geli. Ekspresi panik Adreanne tampak lucu di matanya.
Adreanne menatap cowok itu kesal karena terkekeh. Edzard pun berdehem singkat.
"Warisan keluarga," jawab Edzard berbohong.
"Kamu orang kaya ya?"
Tanpa ragu Edzard mengangguk. Memang benar bukan? Ia orang kaya. Kerajaannya di Airya juga merupakan kerajaan yang memiliki kekayaan yang berlimpah, statusnya sebagai pangeran mahkota pun tidak diragukan lagi. Dengan statusnya sebagai Pangeran Mahkota, ia bisa mendapatkan apa yang ia mau.
Keheningan pun kembali tercipta setelah Edzard mengangguk mengiyakan pertanyaan Adreanne.
"Kamu nggak jauhin aku, kan? Kemarin kamu ngejauh terus."
"Nggak jadi, soalnya kamu nempel terus. Susah dibilangin, ya udah aku nggak larang-larang lagi," sahut gadis itu.
Edzard tertawa pelan. Ternyata keras kepalanya berguna juga, Adreanne jadi menyerah untuk menjauhinya.
"Oh iya aku mau nanya lagi."
"Apa?"
"Kalista kenapa kamu tolak? Dia cantik lho, Ed."
"Masih cantikan kamu."
Blush.
Kedua pipi Adreanne sontak merona. "A-apa sih!"
Edzard tergelak. Kalau saja ia tidak sedang menyetir, ia pasti akan mengambil ponselnya dan memotret wajah Adreanne yang tengah malu-malu seperti sekarang.
"Serius tau."
"Udah, jangan ngomong lagi," tukas Adreanne sok tegas, menutupi rasa malu yang tengah ia rasakan.
Sekali lagi, Edzard terkekeh. Mau tidak mau ia mengunci mulutnya seperti yang diinginkan gadis itu.
Hingga sampai di rumah, Adreanne langsung turun. Ketika Adreanne berbaik hati menawarkan untuk turun dan mampir, Edzard menggeleng cepat.
Saat ini masih ada Adam. Ia sedikit kurang nyaman dengan tatapan Adam yang terang-terangan tidak menyukainya.
"Ya udah deh, makasih ya Ed. Hati-hati di jalan."
Dengan senyum lebar, Edzard mengangguk.
Kalimat Hati-hati dijalan membuat hati Edzard berbunga-bunga. Ia seperti diberi perhatian oleh gadis itu.
***
to be continued...