34. Kisah di Masa Lalu

1662 Kata
Setelah mendapatkan izin dari Adam dan Tika, Adreanne pun pergi bersama Lily. Tak membutuhkan waktu yang lama, dalam lima belas menit mereka tiba di salah satu pusat perbelanjaan besar. Keduanya langsung turun dan masuk. "Mau makan apa, Re?" Keduanya sudah berada di lantai dua dan di lantai ini banyak sekali restoran-restoran dengan berbagai jenis. Mulai dari korean food, italian food, Chinese, Indonesia, hingga Jepang. "Sushi aja deh." Lily mengangguk setuju. Keduanya pun masuk ke salah satu restaurant Jepang. Setelah selesai memesan, mereka diharapkan menunggu selama dua puluh menit. "Besok udah hari senin aja," ujar Lily lesu. "Iya," sahut Adreanne seadanya. "Pr matematika udah siap, Re?" Adreanne tersentak lantas mengingat kembali tentang tugasnya kemudian ia menggeleng. "Belum. Aku lupa kalau ada tugas." Lily menatap sahabatnya dengan tatapan tak percayanya. "Seriously?! Seorang Adreanne lupa sama tugas?! Dari kemarin lo ngapain aja?" Adreanne meringis malu, ia menatap sekitar yang juga menatap ke arah meja mereka. Suara Lily memang sangat besar, pasti mengganggu sekali. "Ssttt, jangan kencang-kencang, Ly." "Oke sori-sori." Adreanne mengangguk santai. Dan masalah tugas, ia benar-benar lupa. Karena permasalahan yang terjadi dan juga perdebatan di antara keluarganya kemarin, ia jadi melupakan tugas-tugasnya. "Nanti aku kerjain tugasnya. Masih ada waktu sampai nanti malam," kata Adreanne singkat. "Gue udah siap lho," ujar Lily dengan nada agak songong. Adreanne mendengus. Sepertinya keadaan mereka memang sedang terbalik. "Iya, kamu hebat. Ngerjain tugas udah bisa tepat waktu, biasanya lihat punya aku dulu," sindir gadis itu dengan menyeringai. Lily merengut sebal. "Iya aku jadi rajin karena Papa udah makin disiplin setelah lihat nilai-nilai semester lalu dan juga nilai ulangan belakangan ini," keluhnya. "Bagus dong. Kalau gitu nanti kamu terbiasa rajin terus nilai kamu jadi bagus. Nanti bisa gampang masuk universitas," kelakar Adreanne. "Lo mau lanjut di mana besok, Re? Mau ke luar negeri atau luar kota?" "Kayaknya di kota ini aja." "Kenapa gitu? Lo pinter loh, masalah finansial pun keluarga lo mampu buat kuliahin ke luar negeri." "Males aja jauh-jauh, lagian aku belum terbiasa hidup jauh dari orangtua,", ungkapnya. "Ah iya, gue lupa kalau lo anak manja," ejek Lily menyebalkan. Kekesalan Adreanne kembali tersurut, namun seorang pelayan mengantarkan makanan mereka, alhasil ia harus me-pending kekesalannya. "Selamat makan!" seru Lily, mulai mengambil sumpit. "Selamat makan." *** Di lain tempat... Kerajaan Voresha. Beberapa menit yang lalu, Adelard baru saja keluar dari ruangan kerja sang Ayah. Senyumnya terbit dengan lebar ketika sang Raja akhirnya mengizinkan dirinya untuk pergi ke Bumi. Setelah menyakinkan dengan berbagai alasan, akhirnya langkah ia untuk mengganggu Edzard tinggal sedikit lagi. Sebetulnya, Adelard tidak akan berurusan dengan Edzard sampai sejauh ini. Bahkan, dulu dirinya dan Edzard bersahabat baik. Namun dendam dan amarahnya masih berkobar hingga saat ini. Di masa lalu, lima puluh tahun yang lalu saat itu Adelard sedang melangsungkan pertunangan dengan Putri dari Kerajaan Ziryantia. Putri yang bernama Velia Tiara. Velia merupakan putri yang cantik jelita. Parasnya mampu membuat dirinya jatuh hati sedalam-dalamnya. Ia tak berpikir panjang, ia langsung melamar Putri Velia. Niat baiknya ternyata di sambut oleh Raja dan Ratu Kerajaan Ziryantia. Lamarannya diterima, kedua Kerajaan pun mulai merencanakan pertunangan. Sejujurnya Adelard tidak tahu bagaimana perasaan Velia padanya. Hanya saja ia yakin, bahwa Velia pun juga menyukai dirinya dan pasti akan mencintainya setelah mereka menikah nanti. Di hari pertunangan, satu jam sebelum mereka bertukar cincin. Adelard melangkah memasuki ruangan yang menjadi tempat merias Putri Velia. Betapa kagetnya dirinya ketika mendengar Velia berkata bahwa gadis itu sangat mencintai Edzard. Yang mengejutkannya lagi, Edzard berada di ruangan itu pula. Mereka bertemu secara diam-diam. Adelard tentu tidak terima. Ia langsung memasuki ruangan itu dan mengikis jarak Edzard dan Velia. Saat itu, perasaan Adelard benar-benar kacau. Sahabatnya mengkhianati dirinya. Flashback on... "Aku akan melepaskanmu, Velia. Kamu ditakdirkan bersama Adelard," kata Edzard. "Omong kosong! Aku mencintaimu, Edzard!" pekik Velia tertahan. Airmata pun mengalir dengan deras dari pelupuk matanya. Edzard maju selangkah dan menghapus jejak airmata di wajah gadis yang juga ia cintai. Sebenarnya, hubungan mereka sudah terjalin secara rahasia selama satu tahun. Edzard berencana melamar Velia bulan depan, namun siapa sangka bahwa Adelard lebih dulu melamar gadis yang ia cintai. Tidak ada yang bisa Edzard lakukan selain melepaskan dan merelakan Velia. Ia yakin, sahabatnya Adelard mampu membahagiakan Velia. "Apa-apaan kalian?!" teriak Adelard marah. Lelaki itu memisahkan Edzard dan Velia yang berhadapan dan berjarak sangat dekat. "Kau salah paham, Lard," sergah Edzard panik. "Aku sudah mendengarnya. Kalian sudah mengkhianatiku!" seru Adelard semakin emosi. "Aku tidak mengkhianatimu," sela Edzard lagi. Adelard menatap Edzard dengan aura permusuhan. "Kalau kau memang tidak mengkhianatiku, pergi dari Kerajaan ini. Jangan hadir di pertunangan dan pernikahanku nanti!" Edzard mengangguk cepat. Tanpa menatap Velia ia bergegas keluar dari ruangan itu. Adelard kembali menatap Velia yang menangis dan ketakutan. "Bersiap-siaplah, rapikan riasanmu. Sebentar lagi acara pertunangan dimulai. Aku akan mencoba untuk melupakan yang tadi. Jadi jangan memancing amarahku lagi," pungkasnya tajam. Velia mengangguk patuh dan menghapus jejak airmatanya. Tidak ada lagi harapannya bersama Edzard dan juga Adelard, lelaki ini sangat keras. Setelah kejadian itu, Edzard benar-benar menjauhi Kerajaan Ziryantia dan tidak bertemu dengan gadis pujaan hatinya lagi. Ia sibuk bolak-balik ke kerajaan Voresha untuk bertemu dengan Adelard. Namun, Adelard kala itu masih sangat enggan untuk bertemu dengan sahabatnya itu. Ah, apa masih pantas mereka dikatakan sahabat sekarang? Sehari sebelum hari pernikahannya, Adelard bertemu dengan Edzard. Adelard mencoba memaafkan Edzard dan memperbaiki hubungan persahabatan mereka lagi. Lagi pula sebentar lagi Velia akan resmi menjadi istrinya. Terlebih beberapa minggu belakangan Edzard tampak bersungguh-sungguh dan menyesal telah mendekati Velia. Kala itu Adelard memaafkan Edzard. Edzard pun bahagia mendengarnya. Hubungan mereka kembali terjalin baik sebagai sahabat. Di hari pernikahannya, Adelard sungguh bahagia dan jantungnya berdetak dengan kencang. Satu jam lagi, ia akan resmi menikah. Di ruang pengantinnya, Adelard ditemani oleh Edzard dan beberapa pelayan. Edzard menyadari kegugupan sahabatnya lantas menepuk pundak Adelard. "Tenanglah, semua akan berjalan lancar." Adelard mengangguk gugup. "Aku gugup sekali, Ed! Hari ini aku akan menikah dengan gadis yang aku cintai." Edzard tersenyum kecut, namun Adelard tak melihatnya. Adelard sibuk menatap penampilannya di kaca. Edzard mengingat kembali kisahnya dengan Velia sebelumnya, gadis itu, masih menjadi sosok yang ia cintai. Tapi hari ini, ia harus benar-benar melepaskan perasaannya untuk sahabatnya. Velia akan menjadi istri Adelard, yang tak lain adalah sahabatnya. Ia tidak boleh menghancurkan pertemanan mereka yang sudah terjalin puluhan tahun, bahkan sejak mereka kecil. "Apa kau mau melihat pengantin wanita mu?" tanya Edzard dengan nada sedikit menggoda. Adelard menatap Edzard penuh harap. "Benarkah? Apakah aku boleh?" Sontak Edzard tertawa lepas. "Tentu saja boleh untuk sekedar melihat. Aku akan mengantarmu, ayo!" Adelard tampak antusias. Lantas ia kembali memeriksa penampilannya. "Penampilanmu sudah rapi, kau pun terlihat tampan. Jangan berkaca lagi!" seru Edzard mulai jengah. Adelard terkekeh pelan lalu merangkul pundak Edzard. "Mari kita menemui pengantinku." Keduanya berjalan beriringan menuju ruang riasan Velia. Perjalanan mereka diiringi obrolan ringan dan ucapan-ucapan Edzard yang cenderung lebih banyak menggoda Adelard. "Masuklah, aku akan menunggu di sini," kata Edzard. Mulai melepaskan rangkulannya pada Adelard. Adelard mengangguk. "Baiklah, aku masuk lebih dulu." Cklek! Kaki Adelard melangkah maju memasuki ruangan, dahinya mengerut samar melihat meja rias yang kosong. Lantas tatapannya beralih ke sofa. Matanya terbelalak kaget melihat sosok calon pengantinnya sudah berlumuran darah tergelak tidak sadarkan diri di sofa. "Velia!" Adelard mencapai Velia secepat mungkin. Ia menepuk pipi gadis itu beberapa kali seraya memanggil namanya. Namun tidak ada sahutan. Tangan Adelard tergerak menyentuh darah yang berada di perut Velia. Darah itu benar-benar nyata. Tubuh Adelard mulai bergetar, pemikiran buruk mulai berkeliaran di benaknya. "EDZARD!" BRAK! "Ada apa?!" tanya Edzard panik. Mata lelaki itu sontak terbuka lebar menatap Velia berada dalam pangkuan Adelard dengan tak sadarkan diri. "Panggil dokter atau siapapun!!!" titah Adelard kencang, lelaki itu sangat panik. Edzard berlari keluar dari ruangan itu dan segera melakukan perintah Adelard. Ia juga menemui Raja dan Ratu dan mengatakan sesuatu telah terjadi. Dokter tiba lebih dulu dari pada Edzard. Edzard kembali dengan bersama kedua orangtua Velia, orangtua Adelard dan juga Ayah dan Ibunya. "Maafkan saya, Yang Mulia Raja. Luka di perut Putri Velia sangat dalam, dan danyut jantungnya sudah tidak bisa saya rasakan lagi," ujar Dokter itu penuh penyesalan pada Raja dan Ratu Ziryantia. Tubuh Edzard merosot jatuh setelah mendengar itu. Sementara Ratu Ziryantia menangis tersedu-sedu bersama dengan Ratu Alia. Tidak menyangka bahwa Velia akan mengambil jalan yang mengenaskan itu. Adelard sudah berteriak kencang melampiaskan kekecewaannya dan juga airmata mengalir di pipi lelaki itu. Mata Edzard memandang nanar pada tubuh Velia yang berbalut baju pengantin. Namun matanya tak sengaja melihat secarik kertas di meja rias, lantas ia berdiri dan memungut kertas itu. Jantungnya berdetak dengan kencang ketika tahu surat itu adalah surat terakhir yang ditulis oleh Velia sebelum memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Edzard menundukkan kepalanya ketika selesai membaca seluruh isi surat itu. Semua ini, Velia merasa tertekan akan pernikahan yang terjadi. Ternyata lamaran Adelard diterima oleh Velia karena paksaan dari kedua orangtuanya. "Kertas apa itu, Ed?" tanya Adelard dengan suara serak. Karena tak mendapat sahutan dari Edzard, Adelard pun bangkit dan menghampiri sang sahabat. Ia merebut paksa kertas itu dan membaca isinya. Hati Adelard terkoyak untuk kesekian kalinya setelah membaca seluruh isi surat dari Velia. Tangan Adelard terkepal kuat, lalu tanpa aba-aba, ia melayangkan tinjunya pada wajah Edzard. Suasana yang semula duka tiba-tiba berubah menegangkan. Raja dan Ratu dari tiga Kerajaan itu pun terkejut atas tindakan Adelard yang begitu tiba-tiba. "Apa yang kau lakukan, Adelard?! Kenapa kau meninju Sahabatmu sendiri?!" teriak Raja Remon penuh emosi. "Ayah lihat sendiri." Adelard meletakkan surat itu di atas meja rias dan menatap Edzard dengan tajam. "Semua ini karena kau, aku akan membalasmu nanti," bisik Adelard. Edzard hanya diam mendengarkan. Ia tabu bahwa Adelard sedang dalam pengaruh emosi yang besar. Lebih baik ia mendengarkan dan sabar. Hari itu, hadi di mana seharusnya menjadi hari yang membahagiakan menjadi hari penuh duka. Putri Velia, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya satu jam sebelum pemberkatan pernikahan dilaksanakan. Kerajaan Voresha dan Ziryantia sangat kehilangan akan kepergian sang Putri. Terlebih lagi, Adelard. Lelaki itu, ditinggalkan oleh calon pengantin wanitanya di hari pernikahan mereka. Flashback off...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN