Layar ponsel Naina menyala, memancarkan sebaris pesan. [Jangan lembur ya, nanti saya minta supir buat antar kamu pulang. Saya ada meeting dadakan.] Jempolnya menari cepat membalas hanya dengan satu kata: 'Baik.' Cukup. Tidak perlu lebih. Dia meletakkan ponselnya, dan saat mengangkat kepala, pandangannya secara tidak sengaja tertambat pada seorang wanita di seberang ruangan. Wanita itu adalah salah satu dari mereka, yang kemarin suaranya berbisik tajam seperti pisau di balik pintu toilet. Tiba-tiba, wanita itu—Sara—telah berdiri di depan kubikelnya, dengan sebuah file di tangan. Senyum tipisnya tidak sampai ke matanya. "Hai, Nai. Tolong revisi ini dong, kamu lembur kan?" pinta Sara, suaranya manis tapi terasa palsu. Naina menghela napas dalam-dalam. Dia duduk sedikit lebih tegak, menat

