Venus menghabiskan banyak waktu dan air mata di ruang psikiaternya. Menangis, tertawa, kemudian menangis lagi. Terus seperti itu dalam waktu yang cukup lama. Satu tahun penuh dan satu tahunnya lagi untuk proses penyembuhan. Lelaki di sampingnya ini tidak tau seberapa berat hari-hari yang pernah dilewati Venus.
Fase kehilangan, kecewa dan marah semua bercampur aduk menjadi satu.
Pengobatan memang membantu banyak, bahkan Venus merasa dirinya sudah sembuh. Tapi ternyata saat jarak antara dirinya dan Regan kurang dari satu meter, tubuhnya kembali bereaksi. Gemetar dan dan jantungnya memompa lebih cepat. Nafasnya terasa berat, seolah persediaan oksigen di bumi ini menipis.
"Mbak Venus kenapa?" Tanya Mega, ia melihat Venus menautkan kedua tangannya dan beberapa kali menghela lemah.
"Sakit lagi?" Mega yang duduk di bangku belakang mendekat untuk memastikan kondisi Venus.
"Pak Regan bisa berhenti dulu nggak, Mbak Vee kayaknya sakit."
Regan menoleh dan mendapati wajah Venus pucat dan berkeringat.
Regan langsung mencari tempat yang bisa digunakan untuk berhenti, ia memilih bahu jalan yang terlihat lengang.
"Mbak Vee mau minum? Sebentar saya belikan minum dulu." Tanpa menunggu jawaban dari Venus, Mega sudah terlebih dulu turun menuju warung yang ada di seberang jalan.
"Kamu sakit?" Regan mengubah posisinya dan menatap dengan seksama ke arah Venus.
"Nggak." Venus menggeleng, tapi ia benar-benar merasa sesak.
"Sesak nafa?" Tanya Regan lagi, lelaki itu semakin mendekat dan tanpa Venus duga ia mengulurkan tangannya untuk menyapu keringat yang menetes di dahi Venus.
"Tidak!" Venus mengelak. "Jangan!" Sentaknya lagi.
"Vee, kamu kenapa?" Regan semakin panik melihat reaksi Venus yang terlihat ketakutan.
"Jangan mendekat! Tidak!" Teriaknya.
"Vee."
Dan tiba-tiba saja Venus menangis.
Keadaan menjadi tidak kondusif setelah Venus tiba-tiba menangis tanpa alasan. Regan dan Mega panik, tapi Regan jauh lebih panik setelah melihat Venus menangis dengan rintihan yang terdengar begitu tersakiti. Apa yang membuat wanita itu menangis seperti itu?
"Mbak Vee kenapa?" Mega kebingungan.
"Sebaiknya kamu berangkat lebih dulu ke kantor, bisa pakai ojek online atau apapun. Venus bias sama saya." Ucap Regan.
Meski enggan meninggalkan Venus dalam keadaan seperti itu, Mega pun menuruti saran Regan dan berangkat ke kantor dengan menggunakan ojek online. Kini hanya tinggal Regan dan Venus yang masih berada di dalam mobil.
Butuh waktu beberapa menit hingga akhirnya tangis Venus berhenti.
"Vee," Panggil Regan. Ia memberikan sebotol minuman pada Venus. "Minum dulu."
Venus menghela beberapa kali, ternyata sangat sulit mengendalikan diri. Ia pun merogoh obat dari dalam kantong celananya. Obat kedua yang dikonsumsinya hari ini, tapi Dokter Riman memperbolehkan Venus mengkonsumsi obat tersebut lebih dari satu jika kondisi tidak bisa dikendalikan. Seperti yang terjadi hari ini.
"Vee," Panggil Regan lagi.
Perlahan Venus mulai tenang, mungkin karena efek obat yang sudah mulai bereaksi juga karena ia sudah menuntaskan tangis yang begitu mengganjal dalam hatinya.
"Aku mau pulang," Venus mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata.
"Kamu kenapa?" Tanya Regan lagi.
"Aku bisa naik taksi online, kamu bisa langsung ke kantor." Alih-alih menjawab, Venus justru hendak keluar dari dalam mobil Regan. Tapi Regan terlebih dulu menahannya.
"Aku antar pulang." Cegah Regan.
Jika dalam kondisi biasa Venus pasti akan menolak tawaran Regan apalagi setelah hari ini Regan pasti tau dimana ia tinggal. Tapi Venus merasa begitu lelah, hingga ia tidak punya tenaga untuk menolak.
Bahkan setelah mobil Regan memasuki kawasan apartemen tempat tinggalnya, Venus tidak langsung mengusir lelaki itu, ia justru membiarkan Regan mengikutinya dari belakang.
Sampai akhirnya mereka sampai di rumah yang selama ini menjadi tempat tinggal Venus.
Pemandangan pertama yang dilihat Regan adalah kesederhanaan yang tercipta dari situasi rumah Venus. Tidak banyak perabotan, hanya sofa lemari televisi, meja makan dan dapur. Tidak ada benda-benda lainnya yang menegaskan bahwa Venus ingin terlihat mewah. Bisa disimpulkan tempat tinggal Venus kali ini kelewat sederhana. Tapi memang begitulah Venus. Dia tidak terlalu begitu menyukai kemewahan, bahkan saat masih menyandang sebagai istrinya.
"Vee," Regan menahan satu tangan Venus saat wanita itu hendak masuk kedalam rumahnya. Salah satu bagian rumah yang tidak mungkin Regan masuki, meski sangat ingin.
Kali ini Venus tidak bereaksi seperti saat di mobil, tapi Venus memilih diam.
"Aku minta maaf," Ucap Regan. Regan tahu keadaan tidak akan berubah jika ia tidak memulai terlebih dulu tapi saat melihat wajah Venus sayu dan terluka hatinya kembali seperti teriris.
"Vee," Panggilnya. Ingin rasanya ia memeluk Venus, mendekap tubuhnya dan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja. Tapi ternyata tidak semudah itu, melihat Venus menangis dengan tubuh bergetar ketakutan, membuat Regan akhirnya menyadari bahwa kondisi wanita itu tidak baik-baik saja.
"Kamu boleh pulang," Jawab Venus dengan suara lemah.
"Aku sangat lelah." Lanjutnya.
"Baiklah." Regan tidak akan memaksa. Venus ibarat kaca yang sangat rapuh, jika Regan tetap memaksa maka bisa dipastikan Venus akan kembali pecah dan hancur.
"Tolong hubungi aku kalau kamu butuh sesuatu."
"Aku hanya butuh kamu pergi. Hanya itu." Ucapnya pelan, sebelum akhirnya Venus masuk kedalam rumah dan meninggalkan Regan sendiri.
Membiarkan orang asing masuk kedalam rumah untuk pertama kalinya. Biasanya Venus tidak akan membiarkan siapapun masuk kedalam kawasan pribadinya kecuali Selvi dan Kalila. Tapi Regan bukan orang asing, Regan pun tidak berpotensi mengambil harta bendanya karena lelaki itu sudah mencuri seluruh hidup Venus.
Setelah Venus menutup rapat pintu kamarnya, Regan pun memutuskan untuk pergi. Ia melangkah perlahan menuju pintu keluar hingga akhirnya langkahnya terhenti saat melihat pajangan foto yang tersusun rapi di salah satu meja. Foto bayi perempuan. Dari awal bayi itu berumur kurang dari satu tahun, hingga usianya sudah cukup besar mungkin sekitar dua tahun atau tiga tahun. Gadis kecil itu memiliki daya magnet yang kuat hingga tanpa sadar Regan menyentuh permukaan salah satu bingkai foto. Siapa dia?
Apakah gadis kecil itu putri kandung Venus. Tapi kenapa Venus terlihat tinggal sendirian di rumah ini?
Venus sempat mengatakan bahwa gadis kecil itu bukan putrinya, tapi dengan melihat sekilas saja Regan seolah bisa menyimpulkan bahwa gadis kecil itu sangat mirip dengan Venus. Terutama senyumnya. Rasa penasaran kiat menguat dalam hati Regan, ia harus mencari tahu siapa gadis kecil itu.
Mungkin jika hubungan rumah tangga mereka tidak kandas di tengah jalan, saat ini mereka pasti sudah memiliki anak seusia gadis kecil itu dan mereka hidup bahagia. Tapi kenyataannya yang direncanakan tidak berjalan seperti skenario yang sudah disusun Regan dengan rapi. Kebohongannya terungkap sebelum ia mengatakannya secara langsung dan menyesali segala perbuatannya. Tapi saat Venus benar-benar pergi, saat itu juga Regan menyadari bahwa ia begitu mencintainya.