11. Putri yang masih tersembunyi

1024 Kata
"Bagaimana kondisi Kalila?" Venus langsung menuju kamar dimana Kalila berada sesaat setelah Selvi membuka pintu, bahkan Venus tidak sempat mengucapkan terima kasih pada Rei karena terlalu khawatir akan kondisi Kalila. "Hanya demam biasa, kamu tidak perlu khawatir." Eli juga ada di dalam kamar Kalila. "Sudah tidak terlalu panas." Lanjutnya. Venus mengusap lembut kening Kalila dengan perlahan, tiba-tiba saja lelehan air mata jatuh tanpa bisa ditahan. "Lila anak yang kuat, kamu tidak perlu khawatir. Lebih baik sekarang kamu ganti baju dan makan, biarkan Lila istirahat." Venus mengangguk, tapi ia tidak kunjung beranjak dari tepian tempat tidur Kalila. Ia masih menatap ke arah gadis kecil itu dengan perasaan tidak menentu. Kekhawatiran yang begitu kuat, sedih dan takut, kenapa Venus merasakan perasaan seperti itu, padahal Kalila buah hati Selvi dan Ahnaf. Venus kembali teringat akan ucapan Rei saat di mobil tadi. Rei mengatakan Kalila memiliki wajah mirip dengan Regan. Apa benar? Tentu tidak mungkin. Kalila dan Regan tidak ada hubungannya, apalagi terikat hubungan darah. "Ahnaf belum pulang?" Venus menghampiri Selvi yang tengah berdiri di balkon, depan kamar Kalila. "Belum. Bilangnya cuman dua hari, tapi jadi nambah tiga hari." Selvi menghela dan menaruh ponsel di atas meja kecil yang ada balkon. "Mungkin urusan pekerjaannya belum selesai. Jangan terlalu dipikirkan." "Mungkin, tapi di luar sana aku tidak tau apa yang sedang dilakukannya. Mungkin kerja atau bukan. Siapa tahu!" Venus menoleh ke arah Selvi, wanita yang usianya hanya terpaut dua tahun lebih muda darinya. Selvi dan Ahnaf sudah menikah lebih dari lima tahun, waktu yang cukup lama untuk sebuah hubungan, ya g seharusnya mereka sudah ada di tahap saling percaya satu sama lain. "Kalian sudah lama menikah, aku yakin kekuatan cinta kalian sudah cukup kuat untuk menahan godaan di luar sana." Selvi tersenyum samar. "Waktu lama yang kami habiskan tidak bisa jadi jaminan dia tetap setia." "Kenapa kamu berpikir seperti itu? Sesuatu terjadi pada rumah tangga kalian?" "Namanya juga rumah tangga, Vee. Pasti ada aja masalahnya. Kamu juga dulu begitu, kan?" Venus hanya menyeringai samar, "Rumah tanggaku bukan hanya ada masalah, tapi angin ribut, badai tsunami dan banjir bandang." Balasnya sambil tersenyum getir. "Aku tidak punya cukup banyak pengalaman dalam bidang rumah tangga, bahkan aku menyerah hanya dalam waktu lima bulan saja." Lanjutnya. "Tidak ada yang namanya pengalaman menikah, semua pasangan sama. Sama-sama belajar, sama halnya dengan aku dan Ahnaf. Kami masih berusaha belajar untuk sabar, menanti buah hati yang sampai hari ini belum kunjung hadir. "Hah? Buah hati? Kalian kan," "Tapi kamu berhasil melewatinya, kamu sekuat itu Vee." Selvi menepuk pelan punggung Venus, mengalihkan pembicaraan. "Kalau aku jadi kamu, mungkin aku sudah memutuskan untuk loncat dari atap gedung." Tiba-tiba saja sekelebat bayangan dimana Venus berdiri diatas gedung sambil menggendong bayi kecil yang masih terbungkus kain berwarna merah muda muncul dalam benaknya. Venus terperanjat. "Vee, kamu kenapa?!" Melihat reaksi Venus yang tiba-tiba berubah membuat Selvi langsung mendekat untuk memastikan. "Vee, kenapa?" Tanya Selvi lagi. "Nggak apa-apa." Jawabnya sambil menggeleng kuat. Hanya sekelebat bayangan saja, tapi rasanya seperti nyata. Setelahnya Venus merasakan hatinya begitu sesak dan sakit. "Aku belum minum obat." Venus merogoh kantong celana dimana ia menaruh obat yang diresepkan Dokter Rima. "Masih mengkonsumsi obat?" Venus mengangguk sambil meneguk air beserta dua butir obat. "Sesekali saja kalau keadaan darurat." "Sekarang darurat?" Venus kembali mengangguk. "Iya." Ia menghela lemah. "Kenapa? Bukannya sudah sejak lama kamu tidak lagi mengkonsumsi obat-obatan?" "Benar, baru beberapa hari ini saja." "Kenapa?" Selvi kian dibuat penasaran. "Regan datang kembali." Akhirnya Venus menceritakan bagaimana kondisinya saat ini. Tidak mungkin menutupi masalah sebesar itu dari Selvi, dia cukup teliti dan bisa mendeteksi keanehan yang terjadi pada diri Venus. "Apa? Kembali? Maksudnya?" "Dia ada di Jakarta dan parahnya saat ini dia adalah bos di tempatku bekerja." "Kok bisa?" "Apa yang tidak bisa dilakukan Regan. Membunuh, melarikan diri bahkan menipuku saja bisa." Venus meringis. "Dia kaya, uang bisa melakukan apa saja. Termasuk menutupi kejahatan yang dilakukannya." "Vee," Tatapan Selvi kian prihatin. "Aku baik-baik saja. Aku masih punya kalian dan Kalila, aku tidak akan kalah seperti dulu lagi." "Jangan sungkan untuk cerita, Vee. Jangan dipendam sendiri." Venus mengangguk, "Aku nggak akan seperti dulu lagi. Aku kuat." Keduanya tersenyum bersamaan. Padahal sama-sama tengah menghadapi permasalahan masing-masing yang sama beratnya. Malam.harinya Venus dan Selvi tidur di kamar Kalila. Kondisi Kalila sudah membaik, demamnya turun dan gadis kecil itu tidak lagi rewel. "Lila sembuh ya? Udah nggak sakit lagi?" Venus mencubit pipi Kalila dengan gemas dan menciumnya. "Jangan sakit lagi ya, nanti Bubu ajak jalan-jalan. Oke!" Gadis kecil itu menganggukan kepalanya. "Peluk Bubu dulu," Pelukan hangat dan menenangkan dirasakan Venus. Bagaimana bisa gadis sekecil itu bisa menghadirkan ketenangan untuknya? "Aku harus ke kantor, kalau ada apa-apa segera hubungi aku." Ucapnya pada Selvi yang mengantar Venus sampai pintu gerbang. "Tentu. Kami Bubu nya Kalila, aku pasti akan selalu memberitahu apapun kondisinya." Venus mengangguk dan ia pun segera menuju taksi online untuk berangkat ke kantor. "Vee," panggil Selvi sebelum Venus benar-benar pergi. "Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Berikan kesempatan pada Regan untuk minta maaf, dengan begitu kamu pun akan berhenti membencinya." Venus hanya mengangguk sambil tersenyum. "Tiga tahun sudah cukup untuk menenangkan hati, kamu tidak perlu berbaikan dengannya jika tidak mau. Kalian hanya perlu saling memaafkan." Venus hanya mengacungkan ibu jarinya, lalu meminta supir taksi online untuk segera pergi meninggalkan rumah. Apa yang diucapkan Selvi maupun Rei mungkin ada benarnya. Venus terlalu menanamkan benih kebencian dalam hatinya hingga ia sulit untuk memaafkan Regan, atau mungkin juga karena Venus terlalu mencintai lelaki itu hingga saat kebohongan terungkap, sakitnya dan kecewanya terasa jauh lebih besar. "Mbak Vee, nggak konsen ya. Ini gelas kopi milikku, punya Mbak Vee ada di sebelah sana." Ucap Mega. Saat ini ia dan Mega tengah berada di rumah milik Regan untuk meninjau secara langsung dan kebetulan Regan pun ikut hadir bersamanya. "Ah,, iya. Maaf, aku nggak sengaja." Venus segera menukar gelas kopi miliknya yang secara tidak sengaja tertukar. "Nggak apa-apa. Kenapa? Lagi banyak pikiran ya?" Selidik Mega. "Iya. Anak lagi sakit." Balas Venus. "Mbak Vee udah punya anak? Kukira janda tanpa anak." "Aku janda anak satu, Mega." Tanpa Venus sadari Regan sejak tadi mendengarkan obrolannya. Bahkan Regan semakin penasaran dengan sosok yang disebut anak oleh Venus. Mungkinkah anak kandungnya yang tidak diketahui selama ini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN