Setelah mengatakannya, aku segera meraih selimut untuk menutupi tubuhnya lalu mengenakan pakaianku, setelah itu berbaring miring membelakanginya. Apa aku kejam? Aku menarik napas, berkata pada diri sendiri bahwa aku tidak salah. Sebenarnya, aku tak tega mengatakan itu padanya, apalagi setelah melihat ia menangis tampak menahan sakit tapi masih mencoba tersenyum saat kurenggut kesuciannya beberapa menit tadi. Tapi entah mengapa saat menatap wajahnya berlama-lama berniat menenangkannya, tiba-tiba ingatanku melayang ke beberapa hari lalu saat menjemputnya di taman. Aku sama sekali belum melupakannya walaupun sudah berkali-kali mencoba membuang ingatan itu dari kepala. Kepada ketiga temannya, ia mengatakan dengan gamplang tanpa keraguan sedikit pun. Sakit hati, tentu saja. Perasaanku juga h