Aku terbangun saat mendengar bunyi berisik di dapur, segera beranjak menuju kamar mandi, memunaikan salat subuh lalu menuju ruang makan. Makanan telah tersaji di atas meja. Aromanya yang menggiurkan membuatku menelan ludah, pasti enak. Aku menarik napas, mencoba melupakan pertengkaran kemarin, menggeser kursi, lalu duduk, sesekali mencuri pandang ke arah Syafitri yang tengah menyendokkanku nasi dalam diam. Apa ia terpaksa melakukannya? Aku mengamati wajahnya dalam diam. "Apa kamu sungguh perempuan murahan, Mbak?" Akhirnya aku tak tahan juga untuk tetap diam. Aku ingin ia meminta maaf lalu berjanji tak akan mengulanginya lagi. "Terserah kamu mau mengatakan apa, Mas," sahutnya datar. "Mulai hari ini aku akan mengantar dan menjemputmu. Jadi, tak perlu menyuruh pacarmu datang." Ia lan