Aku merasa skeptis, bagaimana mungkin aku bisa menjadi Aluna? Kami sangat berbeda, baik dari segi fisik maupun kepribadian. Aku memiliki berat badan yang hampir seratus kilogram, sedangkan Aluna memiliki tubuh yang ramping dan cantik.
"Bagaimana caranya aku menjadi Aluna?" tanyaku, mencoba untuk memahami jalan pikiran Sam.
Sam hanya tersenyum. "Kamu harus diet, sampai tubuh kamu sama seperti Aluna," jawabnya dengan santai, seolah-olah itu adalah hal yang mudah.
Aku menggelengkan kepala. "Sam, ini tidak akan mudah. Entah, harus berapa lama aku mencapai bobot tubuh seperti Aluna," kataku, mencoba untuk membuatnya memahami kesulitan yang akan aku hadapi.
"Aku akan membantu kamu, dan kamu sepertinya harus operasi plastik untuk menghilangkan luka di wajah kamu."
Aku menghela napas berat, mendengar rencana Sam sudah membuatku lelah. Pasti prosesnya panjang, dan memakan waktu lama. Perusahaanku sedang membutuhkanku, aku tidak mau Mas Hanz mengambil alih semuanya.
Aku merasa terjebak, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus menerima tawaran Sam, atau menolaknya dan mencari jalan lain?
"Sekarang beri alasan kenapa aku harus menjadi Aluna? Apakah kamu belum bisa move on dari mendiang istri kamu?" tanyaku penasaran.
Pria itu terdiam sejenak, aku melihat seakan banyak beban berat yang sedang dia pikirkan. "Aku hanya ingin tahu kematian Aluna apakah murni karena melahirkan atau ada sebab lain," katanya, dengan wajah sedih.
Aku mengeryit kening, tidak mengerti. "Kenapa kamu tidak yakin dengan kematian Aluna? Memangnya saat Aluna tidak ada, kamu tidak mendampinginya?"
Sam menghela napas, dan aku bisa melihat kesedihan di matanya. "Saat Aluna meninggal karena melahirkan, aku sedang ke luar negeri menangani proyek besar. Di rumah, Aluna bersama ibu tiriku dan adik tiriku. Tapi, aku merasa ada yang janggal dengan kematian Aluna, karena di tubuhnya ada luka memar. Ibu tiriku mengatakan sebelum melahirkan, Aluna sempat terjatuh," jelasnya, dengan suara yang penuh keraguan.
Aku tiba-tiba curiga dengan ibu tiri dan sodara tiri Sam. "Sam, apa mungkin meninggalnya Aluna ada hubungannya dengan ibu tiri dan sodara tiri kamu," kataku, memberikan pendapat.
Sam menatapku, dan aku bisa melihat keraguan di matanya. "Aku juga tidak tahu, tapi aku harus cari tahu kebenarannya. Aku perlu seseorang yang bisa membantu aku, seseorang yang bisa menjadi Aluna," katanya, dengan suara yang penuh harapan.
Aku mulai merasa yakin, ini adalah keputusan yang tepat. Kami saling menguntungkan, dan aku bisa membalas Mas Hanz dengan bantuan Sam.
"Ok, Deal," kataku, menyodorkan tangan kearah Sam.
Pria itu langsung menyambut uluran tanganku, dengan senyum yang lebar.
"Mulai sekarang kita bekerjasama," balas Sam, sambil menggenggam tanganku dengan erat.
Aku merasa sedikit gugup. "Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanyaku, bingung, harus memulai dari mana dulu.
Sam tersenyum manis membuatku salah tingkah. "Selama satu bulan, aku akan jadi coach membimbing kamu melakukan diet ketat sampai tubuh kamu seperti Aluna," ucapnya.
Tiba-tiba aku merasa tidak yakin. Waktuku hanya sebulan untuk menurunkan berat badan. Sedangkan, aku harus menghilangkan lemak yang menumpuk di perut, paha, dan lengan dalam waktu yang sangat singkat. Apa bisa?
"Sam, satu bulan? mana mungkin cukup dalam satu bulan tubuhku turun 50 kilo gram," kataku dengan ragu.
"Aku yakin kamu bisa. Pertama, kita harus membuat rencana diet yang tepat untuk kamu. Aku akan membimbing kamu untuk mengatur pola makan dan olahraga yang sesuai dengan kebutuhan kamu," katanya, dengan suara yang penuh keyakinan.
Aku merasa sedikit tergerak dengan keyakinan Sam, tapi aku tidak bisa menghilangkan perasaan keraguan di dalam hati. Aku tahu diet bukanlah hal yang mudah, terutama jika harus dilakukan dalam waktu yang singkat.
"Baik, aku siap," kataku, masih sedikit ragu. "Tapi, bagaimana dengan olahraga? Aku tidak terlalu pandai berolahraga."
"Jangan khawatir, aku akan membimbing kamu. Kita akan mulai dengan olahraga ringan, seperti jogging atau yoga. Aku akan memastikan kamu tidak terlalu berat."
Aku mengangguk, dan sedikit lega. Aku memang harus melakukan ini, tidak hanya untuk menjadi Aluna, tapi juga untuk kesehatan aku sendiri.
"Kita akan mulai besok pagi," kata Sam, sambil menatap jam tangannya. "Aku akan membangun kamu jam 5 pagi, jadi pastikan kamu siap."
Aku sedikit terkejut, tapi aku harus siap. Aku mengangguk, dan Sam tersenyum.
"Kita bisa melakukannya, Alesya," katanya, dengan suara yang penuh keyakinan. "Aku percaya pada kamu."
"Iya, aku yakin bisa kurus," kataku. Aku terus menyemangati diri, tujuanku kurus bukan hanya menjadi Aluna tapi juga untuk membalas dendam ke Mas Hanz.
"Sekarang kamu istirahatlah dulu, nanti aku bangunkan saat makan malam. Kamu pasti sangat lelah," ucapnya.
Sam mengantarku ke sebuah kamar. Kebetulan villa ini memiliki empat kamar. Melihat ranjang yang hangat dan empuk aku langsung tidur, karena sangat lelah. Seluruh tubuhku sakit semua, termasuk dibagian wajah.
Aku membuka mata, hari telah gelap. Dan aku merasakan lapar mulai menggerogoti perutku. Suara ketukan pintu kamar yang lembut diikuti oleh suara Sam memanggilku, "Aluna, sudah waktunya makan malam."
Aku bangun dari ranjang, meregangkan tubuh yang terasa kaku. Aku berjalan menuju pintu, membuka gagang pintu, dan melihat Sam tersenyum lembut di depanku. "Kamu sudah bangun? Pasti sudah lapar," katanya sambil menatapku dengan mata penuh perhatian.
Aku hanya mengangguk lemah, karena terlalu lapar untuk berbicara. Sam tersenyum dan mempersilakan aku untuk mengikuti ke ruang makan. Aku berjalan di belakangnya. Perutku semakin berbunyi, karena aku belum makan sejak kemarin.
Saat memasuki ruang makan, aku disambut oleh aroma sedap yang menggantung di udara. Meja kayu yang luas telah diatur dengan rapi, menampilkan salad sayuran segar, ayam panggang yang dibumbui dengan rempah-rempah, dan sepiring kecil quinoa yang masih beruap. Aku langsung duduk di kursi, dan Sam duduk di sebelahku, tatapannya hangat dan penuh perhatian.
"Aku sudah masak menu diet, semoga kamu suka," katanya sambil menyodorkan garpu dan pisau.
"Terima kasih, Sam," kataku sambil mulai makan.
Rasa makanan yang lezat dan hangat langsung memanjakan lidahku. Aku menikmati setiap gigitan, merasa energi dan semangatku mulai kembali. Sam hanya duduk di sebelahku, dia melihatku makan.
Setelah selesai makan, Sam mengajakku ke ruangan lain. Villa yang megah ini memiliki desain yang sangat luas dan mewah, dengan fasilitas yang lengkap, mulai dari kolam renang yang jernih, lapangan tenis yang luas, hingga tempat gym kecil yang dilengkapi dengan peralatan modern.
Sam berjalan di sampingku, diam dan tenang, namun aku bisa merasakan kesedihan yang tersembunyi di balik matanya.
Kami akhirnya tiba di tempat gym, yang terletak di lantai atas villa. Sam membuka pintu, dan aku melihat peralatan gym yang modern dan terawat dengan baik.
"Alesya, aku ingin kamu menggunakan fasilitas ini untuk membantu kamu supaya bisa kurus," katanya sambil menunjuk ke arah peralatan gym. "Kamu bisa berolahraga di sini kapan saja. Besok, kita akan pergi berbelanja baju dan kebutuhan lainnya," katanya sambil tersenyum.
Aku mengangguk setuju, karena aku memang membutuhkan baju untuk mengganti pakaianku yang masih kotor dan kusut. Aku masih memakai pakaian semalam, dan aku merasa tidak nyaman.
"Terima kasih, Sam. Aku sangat membutuhkan itu," kataku sambil tersenyum.
Sam mengangguk, "Tidak perlu berterima kasih, Alesya."
Kami berdiri di sana sejenak, menikmati suasana yang tenang dan damai. Aku merasa sedikit lebih santai, dan untuk sejenak, aku bisa melupakan masalah yang membebani pikiranku.
*****
Pagi ini, aku dan Sam berada di pusat perbelanjaan terdekat dengan villa. Sam mengajakku ke toko pakaian, dan aku memilih beberapa baju olahraga dan baju untuk sehari-hari. Sam juga membeli baju ukuran untuk bertubuh langsing, yang membuatku penasaran.
"Sam, kenapa kamu membeli baju ini?" tanyaku, karena dia memasukan beberapa baju ke tas belanja.
"Kamu nanti membutuhkan ini. Sebaiknya, sekalian membelinya," jawabnya santai.
Setelah selesai membeli semua kebutuhanku, kami berbelanja kebutuhan dapur. Sam juga banyak membeli sayuran, beberapa kantong beras merah untuk menu dietku. Pria itu terlihat serius ingin mengubahku seperti Aluna.
Saat akan membayar, aku melihat layar televisi pusat perbelanjaan, dan terkejut saat menampilkan foto diriku dengan bertuliskan orang hilang. Beruntung saat ini aku sedang memakai masker, jadi mereka yang melihatku tidak akan mengenaliku. Diberita itu juga aku melihat wartawan sedang mewawancarai Mas Hanz, atas hilangnya aku.
Sam melihatku, lalu dengan cepat menarikku keluar dari tempat ramai setelah membayar belanjaan kami. "Yang diwawancarai wartawan. Apa itu suami kamu?" tanya Sam setelah kami sudah berada di dalam mobil.
Aku membalas dengan mengangguk lemah. "Tapi, kelihatannya suami kamu terpukul atas menghilangnya kamu?" tanya Sam terlihat penasaran.
"Dia itu hanya pura-pura, sebenarnya dia senang aku menghilang. Dia bisa menguasai hartaku, tapi tenang saja. Dia tidak akan menikmati lama hartaku, karena aku belum menandatangani surat pengalihan harta," kataku dengan tegas.
Sam hanya mengangguk, tanpa berkomentar lagi. Aku melihat ekspresi serius di wajahnya, dan aku merasa dia sedang memikirkan sesuatu. "Aku sebenarnya mengenal suami kamu, Alesya. Dia itu calon suami adik tiriku," katanya membuatku terkejut.
"Apa?!" aku hampir berteriak. "Apa adik tiri kamu bernama Sarah? Dia sedang hamil?" tanyaku, mencoba memastikan.
Sam mengangguk, "Iya, dia hamil. Tapi, Sarah mengatakan pacarnya akan menikahinya. Menunggu persetujuan dari istri pertamanya, karena istri pertamanya mandul tidak bisa memberikan anak," ungkap Sam membuatku semakin terkejut.