144. Meninggal

1248 Kata

Tangis Wahda kian menjadi-jadi saat alat itu masih bergerak-gerak di perutnya. “Ibu kenapa menangis?” tanya dokter. “Sakitkah?” “Terharu, Dok. Anak ini sudah lama saya dan suami saya nantikan.” Seorang asisten dokter mendekat, membawakan tisu untuk Wahda. Wanita itu menerima dan mengusap air matanya lembut. “Sudah berapa lama nikahnya?” “Baru setahun lebih. Tapi, saat kebahagiaan ini datang, suami saya sedang koma setelah kecelakaan. Kehamilan ini pasti akan menjadi kabar terindah untuknya jika sadar nanti.” Ah, tangis Wahda kian kencang. Dokter kandungan itu menggenggam telapak tangan Wahda lembut. “Yang sabar ya, Bu. Berarti Ibu ke sini sendiri? Atau ditemani saudara?” “Sendiri, Dok. Awalnya saya ingin mengajak suami saya periksa berdua setelah dia sadar, tapi sampai sekarang be

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN