Wahda mengangguk lemah. Ia tidak lagi membantah. Melawan orang ini pun percuma, buang-buang energi hanya akan membuatnya lelah. Bukannya menang, yang ada jatuhnya durhaka dan tetap kalah. Wahda yang biasanya hanya berbaring di ranjang, terpaksa turun demi menemui mertuanya ini. “Apa akta cerainya sudah turun?” tanya Wahda pasrah. Tidak apa untuk sementara ia berpisah dulu dari Kenrich. Semua dilakukan demi ketenteramannya menjalani kehamilan. Jika terus berontak dan melawan, yang ada stres badan juga pikiran tanpa ada hasil. Ia tetap tidak bisa bertemu Kenrich. Takutnya nanti janinnya malah kenapa-napa. Jika suatu saat semua sudah membaik, Wahda berjanji akan memperjuangkan kembali cinta, suami, dan poros kebahagiaannya. “Belum,” jawab Marissa. Ia menelisik. Ada yang berbeda dengan me

