Alana sedang bersiap-siap untukl pergi ke Suplier bunga bersama Damian, ketika bel pintu Unitnya berbunyi. Sejak kedatangan Argo yang membuat keributan sebelumnya, Alana sedikit trauma dengan tamu yang datang ke rumahnya.
"Alana ini aku, ayo kita bicara sebentar di bawah." Benar saja, itu adalah suara Argo. Alana menghembuskan napas berat dan berusaha mengendalikan emosinya karena kehdairan laki-laki itu masih menggoreskan luka di hati Alana, jika teringat kembali apa yang sudah terjadi.
"Kalau begitu silahkan tunggu di Lobby. Aku tidak mau berjalan ke sana bersamamu." balas Alana tegas. Terdengar Argo mendengus kesal, tapi setelah itu Alana mendengar suara langkah kaki menjauh. Itu artinya Argo menuruti permintaan Alana yang memintanya untuk menunggu di bawah.
Alana diam selama beberapa saat, sampai akhirnya dia menyadari tangannya bergetar. Ternyata trauma yang ditanggungnya karena pemukulan yang dilakukan oleh Argo lebih parah dari yang dia bayangkan. Pada malam-malam awal setelah kejadian itu Alana memang tidak bisa tidur nyenyak dan selalu mimpi buruk. Tapi setelah dia banyak berinteraksi dengan Maria dan Damian, Aana jadi lebih tenang sebab dua orang itu sangat positif dan juga lucu.
Gadis itu pikir, semuanya sudah baik-baik saja. Tapi mengetahui ada Argo di sekitarnya apalagi dia harus bertemu dengannya dan berbicara rupanya mengundang kembali ketakutannya. Karena itu dengan tangan bergetar, Alana mengambil ponselnya kemudian menghubungi Maria.
"Kenapa Al? kamu udah kangen sama aku aja yah?" Maria terkikik di seberang sana.
"Mar, bisa temani aku ketemu sama Argo di bawah nggak? Ternyata aku masih takut nemuin dia sendiri. Tapi kalau kamu lagi sibuk nggak usah nggak papa kok." Ucap Alana tidak enak.
"Mau banget, aku kebetulan lagi nganggur di kamar. Aku OTW ke unit kamu." Balas Maria penuh semangat. Alana tersenyum lega. Sekalipun baru berkenalan, entah kenapa Alana bisa merasakan kenyamanan menjadi teman Maria. Apalagi posisi Alana sekarang terasa seperti tidak memiliki siapapun. Mengenal Maria seperti memiliki kembali sahabat yang sekarang sebagian besar sudah menjadi musuh Alana karena hasutan Nanaw dan Argo.
Tidak sampai lima menit, Maria sudah memencet bel pintu Unit Alana. Setelah selesai bersiap-siap, Alana keluar dan menemui Maria yang tampak santai dan ceria seperti biasanya.
"Aku pokoknya akan jadi pelindung kamu kalau dia sampai berani macam-maca. Kecil-kecil gini aku udah sabuk hitam loh." Ucap Maria pamer. Alana terkekeh geli, sahabat barunya itu memang selalu bersemangat dalam hal apapun. Itulah yang membuat Maria terlihat selalu menarik. Entah kenapa Alana yakin Maria pasti banyak yang naksir. Hanya saja gadis itu terlalu serius dengan pekerjaanya sehingga tidak pernah ada topik percintaan yang dibuka ketika mengobrol dengan Alana.
"Makasih banyak yah Mar. Tadinya aku mau minta tolong mas Damian, tapi takut malah jadi bertengkar. Soalnya pertemuan terakhir mereka berakhir dengan pertengkaran." Ucap Alana sambil berjalan beriringan bersama Maria.
"Santai aja Al, kamu pokoknya boleh ngerepotin aku kapanpun. Soalnya kan aku lumayan pengangguran kalau pas lagi nggak ada kerjaan." Balas Maria sambil tersenyum manis. Sepanjang perjalanan menuju Lobby, Maria terus membuka topik pembicaraan yang seru karena dia tahu Alana sedikit gemetaran dan terlihat gugup serta takut.
Berkat obrolan itu, Alana terlihat lebih baik. Tapi begitu mereka sampai di Lobby, Alana kembali terlihat takut sekalipun berusaha untuk tegar.
"Mau ngomong apa?" tanya Alana tanpa basa-basi.
"Ayo kita bicara di kafe depan, tapi singkirkan teman kamu itu." Balas Argo sambil melirik Maria tidak suka.
"Kalau aku nggak sama teman aku, berarti kita nggak perlu bicara apapun. Biar nanti ucapan kamu di sampaikan melalui pengacara aku aja." Ucap Alana tegas. Tidak ada raut wajah ramah atau nada kelembutan dalam ucapannya seperti dulu. Sejujurnya Argo lumayan kehilangan itu, karena Alana yang dulu sangat ramah padanya. Sementara Alana yang sekarang terlihat seperti orang asing.
"Kita mau membicarakan masalah Rumah Tangga dan kamu ngajak teman? yang benar saja Alana!"
"Nggak ada jaminan kamu nggak akan pukulin aku lagi. Harusnya kamu sadar diri Argo! seharusnya aku malahan bahwa Bodyguard kalau mau ketemu kamu. Aku cuma ajak teman itu artinya aku masih sedikit menghargai kamu." Jawab Alana cepat. Sorot mata kebenciannya terlihat menusuk. Argo mendesah kesal, di dalam hatinya ada penyesalan karena dia memukul Alana sampai seperti itu sebelumnya. Tapi tentu saja harga dirinya tidak akan pernah mengijinkan dia minta maaf.
"Baiklah terserah!" Balas laki-laki kemudian berjalan menuju Kafe yang tadi dia tunjuk, diikuti Alana dan Maria yang berjalan di belakangnya dengan jarak kurang lebih dua meter. Alana benar-benar terlihat tidak mau dekat-dekat lagi dengan Argo.
Sesampainya di Kafe, Argo duduk di salah satu bangku yang kosong, sementara Alana memilih bangku pojok yang tidak berada di hadapan Argo. Gadis itu malah meminta Maria yang duduk tepat di hadapan Argo. Hal itu membuat Argo kembali mendesah kesal.
"Batalkan perceraian kita kalau kamu mau perusahaan Ayah kamu baik-baik saja." Ucap Argo langsung pada intinya. Maria melirik sebentar dengan ekspresi mengejek kemudian memakan kue yang dia pesan dengan lahap. Hal itu membuat Argo merasa kesal, tapi di situasi sekarang Argo tidak bisa membuat keributan.
"Tidak mau!" Balas Alana tegas.
"Alana!" Argo memanggil nama istrinya dengan nada penuh peringatan. "Kalau kamu kaya gini terus, aku akan paksa kamu pulang bagaimanaapun caranya." Ancamnya.
"Kalau begitu, aku akan benar-benar sewa Bodyguard buat menjauhkan kamu dariku. Kamu pikir aku tidak bisa melakukan itu Argo?" Tantang Alana balik.
"Sebenarnya masalah kita hanya masalah sepele bukan? perceraian sialan ini bermula dari rasa curiga kamu yang berlebihan saja. Ayolah! jangan jadi wanita yang egois. Nanaw lebih sering ada di dekat aku karena dia bantu aku bekerja. Sementara kamu tugasnya di rumah. Kalau di rumah juga kan aku selalu sama kamu kan? Jangan cemburuan gini jadi perempuan. Kamu pikir kalau kita cerai kamu nggak rugi huh?" Ucapan Arogan Argo nyaris membuat Maria menyemburkan makanannya.
"Pokoknya keputusan aku udah bulat. Aku mau cerai. Aku malas menjelaskan kesalahan kamu karena terlalu panjang. Nanti kamu akan tahu sendiri pas kita udah sampai persidangan." Balas Alana lagi.
"Apa yang kamu inginkan? katakan! kamu mau aku nggak berhubungan lagi sama Nana? Oke! Fine! aku akan pindahkan dia ke divisi lain. Puas?"
"Enggak puas! karena masalahmu bukan cuma Nanaw. Dan aku sudah tidak mungkin kembali dengan laki-laki yang sudah dengan tega bikin aku babak belur. Aku nggak mau jadi orang bodoh yang terus terperangkap bersama laki-laki kaya kamu. Lagian aku juga udah nggak ada gunanya lagi kan Argo? perusahaan juga udah diambil sama kamu. Dan di surat perjanjian sebelum kita menikah yang kamu tanda tangani dengan sadar, jika aku tidak memiliki saham lagi di perusahaan yang aku percayakan padamu maka pernikahan kita selesai." ungkap Alana menegaskan. Alasan kenapa Alana akhirnya melepaskan saham miliknya untuk dimiliki Nanaw sekalipun cara Nanaw mengambilnya culas adalah karena ada perjanjian itu. Perjanjian yang sudah di buat sejak awal sebelum menikah, atas saran Denis.
Alana memang sedih karena perusahaanya hilang, apalagi cara Nanaw dan Argo mengambilnya dengan cara membodohi Alana. Tapi karena bersama Argo sama halnya dengan bunuh diri. Alana sudah sadar sepenuhnya, cinta yang dia harapkan akan tumbuh di hati Argo hanyaa ilusi. Karena itu lebih baik di lepaskan saja, sekalipun hati Alana sakit.
"Aku tidak akan pernah menceraikan kamu. Dan kalau kamu memaksa, aku akan benar-benar menghancurkan perusahaan Ayah kamu." Ancam Argo kesal.
Alana sudah terlalu kesal, karena itu dia berdiri dan mengajak Maria pergi tanpa menanggapi ucapan Argo lagi. Gadis itu terus berajalan menjauh dari kafe, sekalipun Argo meneriaki namanya beruang kali karena menganggap pembicaraan mereka belum selesai.
Sesampainya di depan Unitnya, Alana menangis sambil di peluk oleh Maria. Hatinya benar-benar sakit ketika mengingat seberapa ringan tangan dan kaki Argo ketika memukulnya. Laki-laki itu bahkan tidak mengucapkan permintaan maaf sepatah katapun. Padahal tadinya Alana berharap pembicaraan ini akan berisi permintaan maaf tulus dari laki-laki itu. Rupanya Alana terlalu banyak berharap.
Karena perasaanya tidak karuan dan matanyaa juga bengkak, Alana akhirnya membatalkan janji temu dengan Damian dan memilih untuk mengurung diri di dalam kamar. Damian memaklumi keputusan Alana karena dia sudah mendengar semua ceritanya dari Maria.
"Alana, kamu tahu nggak apa bedanya Alkana dan Alana?" sebuah pesan dari nomor baru membuat Alana penasaran. Dan melihat dari foto profilnya yang penuh kenarsisan itu bibir Alana langsung tersenyum. Dia tahu yang mengiriminya pesan menggunakan nomor baru itu adalah Damian.
"Apa mas?" Balasnya cepat-cepat. Entah kenapa berinteraksi dengan Damian selalu membuat Alana merasa tertarik.
"Kalau Alkana rumusnya CnH2n+2, kalau kamu rumusnya C1n+4 = cinta." Balasan Damian dengan emoticon hati itu membuat Alana tertawa terbahak-bahak. Damian yang mendengar tawa Alana dari ruangan sebelah ikut tersenyum.
"Kamu jago gombal banget loh mas, pasti pacar kamu banyak yah?" Balas Alana setelah selesai tertawa sampai puas.
"Aku nggak punya pacar kok Alana. Tapi kalau calon pacar punya sih. Yang tadi Rumusnya C1n+4 itu." ucap Damian lagi. Alana kembali terkikik geli. Rasanya seperti dia kembali ABG dan sekarang sedang di goda oleh ABG sepantarannya juga.
"Aku masih punya suami loh mas. Kamu nanti di katain Pebinor loh kalau godain aku."
"Aku jadi selingkuhan kamu aja rela, apalagi jadi Pebinor. Kalau Endorfin itu pereda nyeri tubuh, pokoknya aku adalah pereda nyeri di hati kamu." Balasan Damian kembali membuat Alana tertawa. Dan obrolan itu terus berlanjut sampai Alana akhirnya mengantuk dan tertidur.
Kehadiran Damian di hidup Alana setelah badai Rumah Tangganya yang dasyat itu, terasa seperti obat pereda nyeri yang Damian sebutkan dalam kalimat gombalannya itu. Alana menyadari bahwa Damian terasa begitu romantis dan perhatian padanya. Tapi Alana belum mau mengartikan bahwa sikap Damian adalah sikap seseorang yang menyukainya. Alana merasa Damian hanya bersimpati padanya karena tidak sengaja mengetahui masalah Rumah Tangganya yang memilukan.
"Nanti malam datang ke rumah sama Argo. Ayah mau bicara." Pesan dari Denis yang Alana baca pagi-pagi sekali itu membuat gadis itu mendesah. Padahal semalam perasaanya jauh lebih baik, tapi karena sepenggal kalimat dengan nada memerintah dari ayahnya, Mood Alana kembali buruk.
"Nggak perlu ada yang dibicarakan! aku tetap akan cerai sama Argo." Balas Alana cepat kemudian melempar ponselnya ke ranjang dan beranjak ke kamar mandi. Setelah selesai mandi, Alana melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari sang ayah.
"Ayah akan memberikan saham ayah pada Argo, dengan imbalan perceraian kamu. Kalau Argo lebih memilih membuang kamu demi mendapatkan perusahaanmu secara utuh maka Ayah tidak akan ikut campur lagi. Tapi kalau dia lebih memilih kamu dibanding perusahaan, Ayah tidak mau tahu, kamu harus kembali sama dia." Ucap Denis tegas. Alana mendesah keras. Dia sangat mengenal ayahnya. Denis akan selalu menerornya dengan berbagai macam cara, jika Alana tidak menurut.
"Baiklah aku akan datang. Tapi ayah yang menghubungi Argo." Balas Alana mengalah. Alana yakin sekali Argo akan tetap memilihnya dibanding perusahaan karena yang menginginkan perusahaan adalah Nanaw. Apalagi laki-laki itu tadi sampai datang menemuinya demi kembali bersama. Niatnya nanti Alana akan menggunakan cara lain untuk meminta perceraian.
***