Saat obrolan mereka nyaris mencair, mendadak klik!—suara saklar listrik terdengar dari kejauhan. Lampu-lampu kantor padam seketika, menyisakan kegelapan total. Hanya pantulan samar dari lampu jalan di luar gedung yang menembus sebagian kecil jendela, tapi tak cukup untuk menerangi ruangan. Athira langsung memekik kecil dan refleks berdiri. “A-astagfirullah... gelap...!” napasnya memburu, panik mulai melanda. Azka yang berdiri tak jauh darinya, belum sempat bereaksi saat tubuh Athira melangkah cepat dan—brruk!—pelukan tiba-tiba membungkusnya erat dari depan. Athira memeluk Azka dengan tubuh gemetar. “Saya takut gelap... maaf... saya takut...,” bisik Athira dengan suara bergetar. Azka membeku. Jantungnya berdetak kencang, bukan karena kegelapan—tapi karena pelukan itu. Lengan gadis yang

