6

1331 Kata
Setelah kembali dari makan siang bersama dan meletakkan belanjaan mereka di ruang bermain anak-anak. Syaquilla memilih untuk undur diri dan menyembunyikan diri di ruang kerja Adskhan yang juga sering ia gunakan. Ia memiliki dua alasan untuk itu. Alasan pertama adalah Gilang, dan alasan kedua karena memang dia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya. Qilla memang kuliah di jurusan administrasi. Namun berkat pamannya, Lucas yang merupakan arsitek handal, ia belajar bagaimana caranya membuat rancangan bangunan dengan menggunakan aplikasi komputer yang saat ini banyak digunakan para arsitek berbakat. Qilla sudah mengukur ruko yang akan mereka sewa, dan sekarang ia sedang merencanakan desain interiornya sebelum memutuskan para tukang mengerjakannya. Pekerjaannya memakan waktu, sehingga ia hanya keluar untuk melaksanakan shalat ashar dan mengambil air minum dan setelahnya kembali bersembunyi di balik pintu jati lebar itu. Gilang memilih untuk mengajak Ilker dan adiknya Faiqa bermain di ruang yang dibuat khusus untuk area bermain anak yang cukup luas. Ia tidak melihat keberadaan Qilla sejak gadis itu memilih untuk mengurung diri di ruang kerja ayahnya. Entah sibuk bekerja, atau mungkin menghabiskan waktunya untuk membaca novel yang baru saja dibelinya. Namun saat waktunya shalat Ashar, ketika ia dan Ilker hendak pergi ke Masjid yang tidak jauh dari rumah Adskhan, ia melihat gadis itu keluar. Masih rapi dengan hijab birunya. Sepertinya ia tidak menyadari keberadaan Gilang yang melihatnya menghilang ke area belakang rumah. Syaquilla bukannya tidak menyadari keberadaan sang paman di rumahnya. Selain memang ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya, ia juga memang sengaja menghindari pamannya itu. Walau bagaimanapun, meskipun tahun-tahun telah berlalu. Rasa dalam hati Syaquilla itu masih ada. Padahal ia sudah sekuat mungkin mengalihkan hati dan pikirannya dari pria itu. Syaquilla segera kembali keruangan Papanya untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia tidak mau pikirannya kembali dipenuhi Gilang dan berakhir menangis semalaman karena merindukan pria itu. Tidak. Dia sudah dewasa sekarang. Bukankah cinta yang dimilikinya untuk Gilang hanyalah sekedar cinta monyet. 'Ya Allah, sadarkanlah hati hamba. Hilangkanlah rasa ini untuknya. Bagaimana bisa hamba masih menyimpan rindu sementara sosok orang yang ia rindukan ada dalam jangkauan tangannya?' Alhasil, sampai magrib menjelang, bukannya pekerjaan yang ia selesaikan. Tapi diam dalam lamunan. Mengingat masa lalu yang ia lewatkan dengan kesibukan demi menghabiskan waktu melupakan pria itu. Tapi selalunya, saat tidak ada lagi hal yang harus dilakukan. Ia kembali mengingat sosok itu. Meskipun ia sudah berusaha menahan diri untuk tidak membuka akun media sosial pria itu, tetap saja ia tidak bisa menahan diri. Jemarinya selalu mengusap layar pipih miliknya sampai berjam-jam. Tidak sampai disitu, penderitaannya bertambah setiap kali ia berkunjung ke rumah neneknya. Tak pelak lagi pembicaraan tentang pria pujaannya selalu menjadi topik yang sepertinya menyenangkan untuk dibahas. Terus menghindar Syaquilla tidak mungkin. Tapi terus berada di sana dan mendengarkan pembicaraan mereka pun Syaquilla tak sanggup. Untung ada Carina yang seolah mengerti deritanya. Sahabatnya itu selalu membantunya mengalihkan pembicaraan para orang tua. Dan kalau hal itu tidak berhasil. Carina selalu mengajaknya menyingkir dari sana. Jika saja Carina laki-laki. Syaquilla yakin dia akan jatuh cinta. Carina dan kepekaannya. Persahabatan yang terjalin tanpa sengaja membuat Syaquilla mendapatkan keberuntungan tak terkira. Carina lah yang dengan baik hati bersedia membantunya menyatukan ayahnya dengan Caliana, sang tante. "Kak, udah mau magrib. Udahan dulu kerjanya." Pucuk dicinta ulam pun tiba. Panjang umur sekali Mama tirinya itu. Baru saja dipikirkan sudah memanggilnya begitu saja. "Iya, Ma. Kakak simpen dulu kerjaannya." Seru Syaquilla. Ia benar-benar menyimpan file yang sedang dikerjakannya. Gambar yang hanya ia lamunkan sepanjang sore. Syaquilla keluar dari kamarnya. Di ruang tengah Papa nya, adik-adiknya dan juga pria pujaannya sedang menonton sambil sesekali berbincang. Syaquilla berjalan mendekat ke arah papanya dan mencium punggung tangannya. Seperti kebiasaannya. "Gimana urusan Kakak? Udah beres semua?" "Lima puluh persen, Pa. Ahamdulillah." "Alhamdulillah." Jawab Papanya. "Qilla mandi dulu ya Pa." Adskhan mengangguk. Syaquilla beranjak naik ke lantai dua tempat kamarnya berada. Setibanya di kamar, bukannya menuju kamar mandi. Syaquilla malah terduduk di atas tempat tidur. Mengusap dadanya dan menarik napas perlahan. Ya ampun, hanya melirik dari sudut mata saja jantungnya berdebar sedemikian rupa. Bagaimana dengan makan malam nanti? Syaquilla tidak mungkin terus menerus menghindari pamannya itu, bukan? Syaquilla kembali menarik napas panjang. 'Apa yang terjadi, terjadilah'. Lirihnya lalu bergegas. Selesai dengan kewajibannya Syaquilla turun dan melihat ayah, paman dan kedua adiknya sudah kembali dengan tayangan tv setelah melaksanakan kewajiban mereka. Syaquilla berjalan menuju dapur. "Mama, biar Qilla aja. Mama mending duduk aja. Kasihan nanti debay kecapekan." Syaquilla meraih makanan yang ada di tangan ibunya dan meminta ibunya untuk duduk di meja makan. "Gak apa-apa, Kak. Mama itu cuma hamil, bukan sakit." Tolak ibunya. Syaquilla hanya mengangguk. Ia sendiri merasa takut akan kondisi ibunya. Bukankah melahirkan di usia tiga puluh lima sekaran termasuk usia rentan? Mereka sudah selesai menata meja. Meskipun ada asisten rumah tangga, untuk urusan masak, Caliana lebih suka melakukannya sendiri. Kecuali jika ia sedang sakit atau benar-benar sibuk baru ka minta Syaquilla atau asisten rumah tangga yang melakukannya. Ya, karena Caliana yang suka masak. Otomatis kegemaran itu menular padanya. Bahkan Carina. Dan sekarang sepupunya, putri uncle Erhan yang baru berusia sembilan tahun pun sudah gemar sekali memasak. Mereka sudah mengelilingi meja makan persegi panjang itu. Ayahnya duduk di ujung meja, di samping kanannya ada Caliana, istrinya. Di samping Caliana ada Syaquilla. Sementara di sisi kiri ayahnya ads Gilang, lalu Ilker dan Faiqa adik bungsu yang sebentar lagi statusnya akan digantikan si jabang bayi. "Abang rencananya jadi pindah kesini?" Tanya Caliana memandang kakak kembarnya. Syaquilla bisa melihat dari sudut mata ketika Gilang mengangguk. "Rumah Sakit mana?" Gilang menyebutkan salah satu nama rumah sakit yang terkenal di kotanya. "Wah, deketan sama Cafe nya Qilla donk. Sering-sering ajakin temennya nanti ke cafenya Qilla. Promosiin sama temen-temen abang." Gilang lagi-lagi mengangguk. Sepanjang makan malam Syaquilla hanya diam. Hanya sesekali berkomentar jika ia ditanya. Kedua orangtuanya faham akan karakternya. Jika Syaquilla sedang demikian berarti dia sedang ada pikiran. Jadi mereka tidak memaksa Syaquilla untuk terlibat dalam obrolan. Takutnya otak Syaquilla kelebihan beban. Karena kondisi Syaquilla saat ini tidak sama seperti kondisi saat remaja nya dulu. Semua orang mengira Syaquilla sedang sibuk memikirkan cafe nya. Padahal faktanya, dia sedang menghindar supaya tidak bertatap mata dengan pamannya. Setelah selesai mencuci piring, Syaquilla pamitan untuk kembali ke kamarnya. Lagi-lagi menjadikan pekerjaan sebagai alasannya. Kedua orangtuanya tidak keberatan dan mengijinkannya saja. Syaquilla menarik napas panjang, bersyukur akan pengertian keduanya. Seperginya Syaquilla, Gilang memandang adiknya dengan tatapan heran. "Apa Qilla baik-baik aja? Kayaknya dia kerjanya terlalu keras." Caliana hanya tersenyum sedih. Bukannya ia tidak peka dan tidak tahu perasaan putri sambungnya itu. Hanya saja, ia berusaha menutupinya sebisa mungkin. Jika Syaquilla memang ingin merahasiakannya, maka itu tetap menjadi rahasia. "Qilla baik-baik aja bang. Dia memang lagi ada kerjaan. Abang tahu kan kalau dia baru aja dapet musibah." Gilang mengangguk. Carina memang mengatakan itu di apartemen tempo lalu. "Dia juga lagi ngurusin kuliahnya. Dia pengen cepet-cepet beres supaya bisa segera kerja di kantor." Lanjut Caliana lagi. Gilang hanya menganggukkan kepalanya. "Abang juga denger dia dijodohin?" Caliana terkejut dengan ucapan kakaknya. Ia menoleh pada sang suami, meminta bantuan. "Gak dijodohin, Bang. Cuma ya iseng-iseng berkenalan aja. Qilla nolak pacaran. Jadi kami pikir mungkin cara ini lebih baik buat dia." "Padahal Qilla masih muda. Gak usah diburu-buru juga." Komentar Gilang lagi. Padahal memang sejak mengetahui Syaquilla dekat dengan pria lain, Gilang merasa ada rasa tak nyaman di hatinya. "Gak diburu-buru sih. Tapi Qilla pernah ngomong sama Ana kalo dia mau nikah muda." Jawab Caliana mewakili. "Lagian Natta juga orangnya baik. Sopan pula. Iya kan, Mas?" Caliana memandang suaminya. Adskhan mengangguk. "Abang sendiri? Udah tua masih sendiri aja? Gak niat punya anak banyak aku?" Gilang meringis. Bukannya ia tidak mau menikah ataupun punya anak. Hanya saja... "Belum ada jodohnya." Jawabnya singkat. "Makanya, jangan terus-terusan kumpul kebo sama buku." Jawab Caliana lagi. "Sayang, bahasanya dong." Tegur Adskhan melirik ke arah Ilker dan Faiqa yang juga ada disana. Meskipun keduanya masih anteng dengan mainan mereka masing-masing. "Maaf.." bisik Caliana dengan cengirannya. _________ Baiknya sebelum baca cerita ini, baca dulu kisah emak bapaknya di Caliana, Bukan Istri Cadangan. Jangan lupa untuk tap ♥️ ceritanya, follow penulisnya dan pantau informasinya di story ig Restianirista.wp ya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN