Tama berbaring di samping Rahma. "Begini saja dulu ya. Menunggu inspirasi apa lagi yang harus dilakukan. Kata orang naluri akan menuntun. Ini naluri kemana ya, kok tidak datang untuk menuntun." Tama menggenggam telapak tangan Rahma. Rahma tertawa mendengar ocehan Tama. "Aku merasa sedang ngobrol dengan Zia kalau begini. Tertawa terus." Rahma menolehkan kepala. Sejak awal Rahma tahu kalau Tama humoris. Karena mereka sering komunikasi lewat telepon. "Santai saja, pelan-pelan saja. Kita nikmati dulu seperti orang pacaran. Kalau si naluri sudah datang baru gaspol berbagi hak dan kewajiban suami istri." "Naluri! Woi naluri kamu dimana!?" Rahma berbisik memanggil naluri. "Eh tanganku bergerak sendiri. Ini nalurinya sudah datang barangkali ya." Telapak tangan Tama mendarat di atas dadan