Ayu terduduk mengusap kasar wajahnya. Ia lihat gadis kecil yang sudah tertidur lelap di sebelahnya. Ia kecup keningnya dengan penuh kasih dan sayang.
“Kamu satu-satunya yang mami punya. Meskipun kamu hadir dalam kelamnya hidup Mami, tapi Mami sangat mencintaimu, Nak. Tumbuhlah menjadi wanita yang tangguh, semoga kebahagiaan selalu menyertaimu,” ucap Ayu.
Ayu meninggalkan kamar Alina. Ia masuk ke kamarnya sendiri. Ayu menutup pintu kamarnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada pintu. Entah kenapa bayangan kelam itu kembali menghantui pikirannya. Setelah sebelas tahun terkubur dalam, sekarang kembali hidup bayang kelam itu saat Azmi kembali hadir di depan matanya.
Ayu terduduk di lantai kamarnya dengan bersandar pintu. Ia menangis, mengingat luka masa lalu yang disebabkan oleh Azmi. Ia mengingat bagaimana kejamnya Azmi saat dulu menolak bertanggung jawab. Azmi dengan tegas bicara dia tidak melakukan apa pun pada dirinya.
^^^
Rindang kembali ke sekolahannya. Namun, ia berangkat selalu pagi-pagi sekali dan pulang lebih awal. Ia tidak mau bertemu dengan Azmi dan kedua temannya itu, meskipun dia sekelas dengan mereka. Sudah pasti teman Azmi yang saat sore itu menyeret dirinya ke dalam gedung kosong itu, yaitu Bagas dan Denis, teman akrab Azmi yang ke mana pun mereka selalu bertiga.
Mereka anak konglomerat yang hidupnya bebas, minim didikan moral dari kedua orang tua mereka, hingga membuat Azmi, Denis, dan Bagas menjadi pemuda yang sangat liar dan bebas. Mereka suka dunia malam, sering menghabiskan di sebuah club malam sampai menjelang pagi. Bahkan Denis kerap kali memakai jasa wanita penghibur, namun tidak dengan Bagas dan Azmi. Dia hanya suka gemerlapnya dunia malam saja, tidak dengan bermain wanita.
Rindang pulang lebih dulu, setelah selesai pelajaran. Tak disangka dia dihadang oleh Bagas dan Denis di depan pintu. Padahal masih ada teman-teman lain di dalam kelas, tapi tidak ada yang berani kalau Azmi dan geng nya sedang menjahili siswa lain. Namun, Azmi langsung melarang kedua temannya itu supaya tidak mengganggu Rindang. Kedua temannya itu menurut dengan ucapan Azmi, dan melepaskan Rindang supaya pulang. Mereka juga bingung dengan sikap Azmi yang begitu pada Rindang.
Dua bulan berlalu, Rindang merasa aman dengan keadaannya, meski sempat was-was karena belum juga datang bulan. Ia takut untuk cek kehamilan, karena itu masih awam untuk dirinya. Dan katanya terlambat datang bulan juga karena hormon di tubuhnya yang tidak stabil. Rindang berpikir mungkin dia kelelahan dan karena masalah itu Rindang menjadi stres lalu berpengaruh dengan datang bulan.
Saat selesai olahraga, Rindang merasakan kepalanya pusing, juga perutnya terasa kram. Sakit sekali. Rindang mengira itu karena dirinya tidak sarapan. Dia mencoba baik-baik saja, tapi semakin ia mencoba baik-baik saja, ternyata malah pandangannya semakin kabur, dan dia jatuh pingsan.
Azmi sangat takut melihat Rindang yang makin pucat wajahnya. Dia tanya dengan teman yang dekat dengan Rindang, tapi mereka semua tidak tahu karena tiba-tiba Rindang jatuh pingsan.
Tidak menunggu lama Azmi membopong tubuh Rindang. Azmi takut sekali melihat Rindang yang pucat sekali wajahnya.
Azmi membawa Rindang ke klinik sekolahannya. Dia diperiksa oleh Dokter yang bertugas di klinik sekolahan mereka. Kedua temannya merasa aneh dengan sikap Azmi akhir-akhir itu sejak kejadian sore di gedung kosong itu. Bahkan Lira pun melihat Azmi aneh sekali sikapnya.
Azmi keluar dari klinik, dia masih menunggu dokter memeriksa Rindang. Lama dokter tidak keluar, dan terlihat pintu ruangan klinik terbuka. Rindang berjalan di sebelah Dokter, Wali Kelas, dan Guru Penjaskes yang tadi baru mengajar olahraga.
Azmi hanya diam menatap mereka berjalan, entah mereka mau ke mana. Terlihat mereka masuk ke ruang kepala sekolah. Di susul dengan laki-laki yang sangat Azmi kenal, siapa lagi kalau bukan Papanya Azmi? Azmi langsung mendekati papanya yang akan masuk ke dalam ruang Kepala Sekolah. Azmi bertanya kenapa Papanya ada di sekolahan, dan wajahnya begitu menegangkan. Namun, bukannya menjawab pertanyaan Azmi, tapi Papanya Azmi malah menyuruh Azmi mengambilkan ponselnya yang tertinggal di mobil.
Azmi menuruti apa kata papanya, dia keluar mengambilkan ponsel milik papanya. Di dalam Ruang Kepala Sekolah semua tegang, apalagi Rindang. Rindang tidak tahu kalau dirinya ternyata hamil. Ia baru merasakan pusing dan sakit di bagian perutnya tadi setelah selesai olah raga dan akan berganti pakaian. Dia begitu terkejut karena hasil pemeriksaan tadi dia hamil.
“Jelaskan pada ibu, Nak? Kenapa bisa begini?” tanya Bu Masnah, tapi Rindang hanya diam dan menangis. Dia sangat takut, takut sekali untuk bicara yang sebenarnya.
“Rindang, kamu benar-benar mengejutkan kami. Kamu itu murid yang terbaik di sini, kenapa bisa terjadi seperti ini? Coba ceritakan pelan-pelan pada ibu,” ucap Wali Kelasnya.
“Coba jelaskan, Nak? Kenapa? Pelan-pelan saja,” ucap Kepala Sekolah dengan bijak, tanpa memojokkan Rindang.
“Bu, Sa—Saya ....” Ucapan Rindang terhenti lagi. Dia memeluk Bu Masnah dengan erat, menangis hingga tubuhnya bergeter.
“Rindang, ayo coba jelaskan pada kami, Nak? Tidak apa-apa, perlahan, kenapa bisa seperti ini? Kenapa siswa sebaik kamu bisa mengalami hal seperti ini,” ucap Wali kelasnya.
“Kamu jangan takut, ceritakan peralahan, Rindang,” imbuh Kepala Sekolah.
“Sa—saya ... dilecehkan, Bu. I—ini bukan mau saya, saya takut, saya sudah kotor,” ucap Rindang dengan menangis sesenggukkan dan tubuhnya bergetar.
“Siapa yang melakukannya, Rindang?” tanya Kepala Sekolah.
“Preman atau siswa dari sekolahan ini?” tanya Wali Kelas.
Saat sedang seperti itu, Azmi masuk dengan membawakan ponsel milik papanya. Azmi melihat Rindang yang menangis, Rindang menatap Azmi dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Siapa, Nak? Katakan pada kami, siapa pelakunya?” tanya Kepala Sekolah lagi.
“Di—dia, Bu. Dia yang melakukannya. Azmi yang melakukan itu padaku,” ucap Rindang terbata.
Jantung Azmi berdetak kencang saat Rindang menunjuka ke arahnya dengan wajah penuh dengan air mata. Bisa Azmi lihat, betapa hancurnya seorang Rindang saat ini, dan semua itu terlihat begitu jelas dari sorot matanya yang ditujukan kepadanya.
“Maksud kamu, putra saya?” tanya Mario.
“Kamu yakin Azmi pelakunya?” tanya Kepala Sekolah yang tidak percaya.
“Iya, dia memaksa saya, dia melakukannya sore itu di gedung kosong yang ada di sebelah sekolahan,” jawab Rindang dengan menangis.
Azmi semakin ketakutan, jantungnya berdetak begitu kencang lagi saat Rindang menceritakan kronologi kejadian sore itu.
“Tidak mungkin anak saya melakukannya!” tegas Mario.
“Azmi, benar kamu melakukannya?” tanya Mario tegas.
“Gak mungkin lah, Om! Masa Azmi melakukannya. Dia hamil dengan pria lain om, sudah pasti sama pria lain! Dia kan cewek panggilan? Dia sering sama om-om. Ini lihat saya punya buktinya!” ucap Lira yang tiba-tiba muncul, karena dari tadi ikut Azmi sebab dia Kepo, melihat Rindang di bawa ke ruang Kepala Sekolah.
“Azmi jelaskan! Kamu benar melakukannya atau tidak! Atau ini hanya Fitnah?” tanya Mario tegas.
Rindang menatap Azmi, dia berharap Azmi mengatakan yang sejujurnya, dan bertanggung jawab atas apa yang telah ia perbuat padanya. Namun, Azmi malah menggelengkan kepalanya, dan menjawab kalau dirinnya tidak melakukan apa pun pada Rindang, Rindang hanya memfitnahnya.
“Tidak, aku tidak tahu apa-apa soal itu, Pa. Ini fitnah!” tegas Azmi.
“Kamu bohong, Azmi!” teriak Rindang.
“Aku tidak melakukannya!” bantah Azmi.
“Jadi sudah jelas semuanya, dan dengan berat hati, kami memutuskan untuk mengeluarkan Rindang dari sekolahan ini, karena ini adalah aib untuk sekolahan kita,” terang Kepala Sekolah.
Seketika itu tangis Rindang berhenti, berganti dengan tatapan kosong yang penuh luka, dan kecewa. Bahkan Rindang sampai tak sadarkan diri lagi. Pihak Sekolah akhirnya mengeluarkan Rindang dengan alasan pencemaran nama baik sekolah, dan pencemaran nama baik keluarga Mario. Padahal satu bulan lagi akan ujian nasional, Rindang tidak dapat mengikutinya karena dikeluarkan pihak sekolahan.
Setelah Rindang dikeluarkan dari sekolahannya, Rindang memutuskan untuk pergi dari kotanya, dia pergi ke Panti Asuhan milik adik Bu Masnah. Dia mencoba hidup di sana, memulai hidup barunya yang begitu berat, namun harus ia jalani demi anak dalam kandungannya. Hingga dia mematikan nama Rindang Ayu Maeta. Dia mengubahnya menjadi Ayu Utami setelah dia berada di kota lain. Rindang juga menghapus semua jejak kehidupannya dulu, mematikan kehidupan Rindang yang dulu.