Ayu sudah sampai di rumahnya. Rumah sederhana yang ia dapatkan dari hasil butiknya itu. Meski kecil dan sederhana, tapi nyaman untuk tempat tinggal Ayu dan Alina. Ayu menemani Alina yang akan tidur, setelah lelah dari pusat perbelanjaan dan ke panti asuhan, Alina langsung membersihkan diri, dan bersiap untuk tidur.
“Selamat tidur putri cantiknya Mami. Mimpi indah ya, Sayang?” ucap Ayu pada putrinya saat akan tidur.
“Iya, Mami ... Mami juga harus mimpi indah. Selamat tidur Mami sayang yang cantik jelita seperti aku,” ucapnya dengan mengusap pipi Ayu.
“Kamu bisa saja, ya sudah tidur ya, Sayang? Mami akan ke kamar setelah kamu tidur,” ucap Ayu.
“Oke. Terima kasih ya, Mi? Aku senang sekali hari ini, mami udah menuruti apa yang aku mau.”
“Iya, Sayang ... sama-sama. Tidurlah, sudah malam.”
Ayu mengusap-usap kepala Alina sambil memandangi wajah cantik putrinya dengan lekat. Tidak bisa Ayu pungkiri, wajah cantik Alina begitu mirip dengan ayah biologisnya. Sayang, dulu sang ayah tidak mau mengakui kehadiran putri cantiknya itu.
“Tapi kenapa sekarang kamu datang lagi? Aku gak akan memberitahukan semuanya pada Alina. Maafkan Mami ya, Nak? Semoga kamu akan mendapatkan kebahagiaan, meski kamu tidak pernah tahu siapa ayahmu,” gumam Ayu sambil mengingat kembali kejadian kelam sebelas tahun yang lalu.
^^^
Ayu masih terpaku di tempat tidur putrinya itu. Memori lama yang menyakitkan kembali terulang diingatannya. Semua terlihat jelas rekaman pilu itu di matanya.
Saat itu hari hampir gelap. Gerimis membasahi bumi. Seorang gadis berjalan sendirian menikmati gerimis syahdu sore itu. Sepulang sekolah. Dia sampai sore karena ada tugas yang harus ia selesaikan di Perpustakaan, merasa sekolahan masih ramai karena anak basket dan cheers belum pulang, jadi dia mengerjakan semua tugas di Perpustakaan yang kebetulan tutup setelah anak basket selesai. Jalan cukup sepi sore itu, karena gadis itu melewati jalan pintas supaya cepat sampai di Panti Asuhan, tempat tinggalnya selama ini.
Di saat yang bersamaan, saat dia sampai di depan gedung kosong dekat dengan sekolahannya, terlihat tiga orang pria menghadangnya. Mereka memaki topi dan masker wajah, hingga gadis itu tidak mengenali siapa. Tidak menunggu lama, dua di antara pria itu menarik paksa gadis itu, dan membawanya ke dalam gedung kosong itu.
Gadis itu adalah Rindang Ayu Maeta.
Rindang benar-benar ketakutan saat ketiga pria yang mukanya tertutup oleh masker membawa dirinya masuk ke dalam gedung kosong yang sepi, pengap, dan kotor. Rindang teriak, tapi semua itu sia-sia, karena tidak ada yang mendengarnya.
Tubuh Rindang dihempaskan begitu saja ke lantai. Ketiga pria itu tertawa lepas saat melihat Rindang tersungkur di lantai yang kotor itu. Rindang langsung bangkit, lalu berlari ke arah belakang meja rusak yang ada di dalam gedung itu untuk melindungi dirinya. Rindang benar-benar ketakutan, dia tidak tahu harus bagaimana. Satu pria menyuruh dua temannya itu keluar dari gedung, siapa lagi yang menyuruh kalau bukan Azmi.
Setelah kedua temannya itu pergi, pria itu langsung melangkah maju, mendekati Rindang yang sedang ketakutan di balik meja. Wajahnya pucat pasi, karena dia takut. Sangat takut sekali. Rindang sudah yakin, jika hari ini sesuatu buruk akan terjadi pada dirinya. Rindang tetap berusaha untuk kabur dari tempat menyeramkan itu, namun sayangnya saat Rindang berusaha lari, pria itu langsung menarik seragam Rindang hingga kancing seragamnya terlepas tiga. Sontak Rindang kembali terduduk, dengan menutupi bagian dadanya yang terbuka, karena kancing bajunya terlepas. Dan, Pria itu mendekatinya lalu duduk di depan Rindang, dan terlihat sudah ingin menerkam tubuh Rindang.
Rindang terus memberontak, meski pertahanannya akan runtuh. Hingga pada akhirnya dia berhasil meraih topi dan masker yang digunakan pria itu. Terlihat sudah wajah pria itu, dan Rindang sangat mengenalinya. Bagaimana tidak mengenalinya, pria itu adalah teman sekelasnya sendiri. Azmi, jelas itu Azmi, dan seringai Azmi jelas terlihat di depan mata Rindang.
Rindang sudah kehilangan seluruh tenaganya, karena tenaga Azmi begitu kuat, ditambah fitnahan dari mulut Azmi, yang bilang dia cewek murahan, p***n, dan sering dinikmati om-om tubuhnya, yang membuat Rindang makin kehilangan tenaganya. Hingga pada akhirya, Rindang pun hanya bisa pasrah, saat Azmi terus mencumbu seluruh tubuhnya. Dan, Azmi pun melesakkan inti tubuhnya ke inti tubuh Rindang.
Azmi tersentak, ia merasa susah memasukkan benda tumpulnya itu pada inti tubuh Rindang, tapi akal sehatnya menolak, tidak mungkin Rindang masih perawan. Azmi semakin bersemangat mengoyak bagian inti Rindng, hingga pada akhirnya Azmi merasakan sesuatu yang seperti sebuah sobekan diiringi cairan merah yang mengalir di pangkal paha Rindang. Hingga Pandangan Rindang semakin kabur, dan akhirya ia pun pingsan, saat Azmi berhasil menjebol gawangnya. Rindang pun tidak lagi bisa merasakan sakit pada inti tubuhnya, bahkan ia tidak tahu berapa kali Azmi menumpahkan lahar panasnya di rahim Rindang.
Beberapa menit kemudian, Rindang tersadar dari pingsannya. Azmi sudah terlihat memakai bajunya lagi. Rindang pun meraih bajunya yang beserakan di lantai. Ia memakainya dengan tubuh bergetar. Azmi melempar segepok uang ratusan ribu di depan Rindang. Itu adalah uang untuk tutup mulut. Namun, Rindang tidak peduli itu, dia tidak mengambil uang itu sepeser pun. Setelahnya Azmi pergi dari gedung itu, dan melarang kedua temannya untuk masuk.
Hancur sudah dunia Rindang, setelah Azmi merampas apa yang paling berharga di dalam hidupnya. Entah dirinnya harus bagaimana menghadapi dunia ke depannya nanti dengan kondisi yang seperti sekarang. Yang pasti, Rindang berharap, apa yang terjadi hari ini, tidak meninggalkan jejak di rahimnya. Jika itu terjadi, Rindang benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Dia akan kehilangan seluruh harapan masa depannya kelak jika itu terjadi.
Rindang pulang dengan langkah gontai, seragam yang basah kuyup, dan berantakan. Membuat Ibu Panti sangat khawatir melihat keadaan Rindang saat itu. Rindang hanya diam saat ibu panti menanyakan soal keadaannya yang berantakan. Rindang langsung masuk ke kamarnya, namun ibu Panti tidak mau diam begitu saja, beliau kembali menanyakan perihal keadaan Rindang, akan tetapi Rindang hanya menjawab tidak apa-apa, dia hanya jatuh terpeleset saat pulang tadi, sehingga seragamnya berantakan dan kotor.
Setelah kejadian itu, Rindang mengurung diri di kamarnya selama satu minggu. Rindang mengunci kamarnya, ibu panti pun sampai khawatir dengan keadaan Rindang di dalam kamarnya. Tidak keluar kamar setelah kejadian sore itu, tidak makan, dan minum, Rindang hanya meratapi nasibnya yang entah nantinya bagaimana.
Seminggu berlalu, akhirnya Ibu Panti berhasil membujuk Rindang untuk membuka pintu kamarnya. Itu karena Ibu Panti kedatangan surat dari sekolahan Rindang, karena selama seminggu Rindang tidak ada kabar, tidak berangkat ke sekolah.
Bu Masnah, ibu panti itu, membujuk Rindang supaya mau sekolah lagi. Bu Masnah yakin, Rindang telah mengalami perundungan di sekolahannya, seperti dulu saat pertama dia masuk ke sekolahan elit itu. Akhirnya Rindang mau ke sekolahan lagi, setelah tiga hari beruturut-turut Bu Masnah membujuknya.