Ayu masih terdiam, tatapannya kosong ke arah pintu masuk butik setelah Azmi dan istrinya pergi. Pikirannya berkecamuk, ia takut Azmi akan kembali datang dan menanyakan soal Alina. Karena, melihat Azmi tadi menatapnya, seolah Azmi ingin tahu soal Alina.
“Mbak Ayu? Mbak ...?” Seorang wanita menepuk bahu Ayu yang sedang melamun, hingga tidak menyadari kedatangan wanita itu. Bahkan telefon di mejanya berdering pun Ayu tak mendengarnya.
“Astaga ... Maya! Kamu ngagetin Mbak aja deh!” ucap Ayu dengan mengusap dadanya karena kaget.
“Loh kenapa Maya yang disalahin, Mbak? Itu lho telefon bunyi, Mbak melongo aja lihatin pintu depan? Ada apa sih? Apa ada Lee Min-ho datang tadi?” ucap Maya.
“Lee Min-ha, Lee Min-ho! Tuh angkat telefonnya, kali saja Lee Min-ho yang telefon!” ucapnya kesal.
Maya hanya menggelengkan kepalanya saja, lalu ia menerima panggilan dari klien yang menanyakan perihal gaun pengantinnya. Sedangkan Ayu, dia menemui Alina di dalam yang baru saja menyelesaikan PR nya.
“Kok sudah belajarnya?” tanya Ayu.
“Kan sudah selesai ngerjain PR-nya, Mami?” jawab Alina.
“Mi, Mami gak lupa sama janji Mami, kan?” tanya Alina.
“Enggak dong ... yuk kita berangkat sekarang?” ajak Ayu.
Ayu memang menjanjikan pada Alina, kalau nilai ulangannya bagus, Ayu mengajak Alina jalan-jalan, ke mana pun Alina mau, asal masih dalam satu kota. Alina memilih ke toko buku. Dia sudah janji dengan teman sekelasnya yang tinggal di panti asuhan, dia ingin membelikan buku dan alat tulis untuk temannya itu, juga ingin sekali membelikan beberapa buku bacaaan dan alat tulis untuk teman-temannya dari teman sekelas Ayu itu yang ada di panti asuhan.
“Mi boleh gak Alin minta sesuatu?” tanya Alina.
“Mau apa, Sayang? Tapi, jangan aneh-aneh ya mintanya?” jawab Ayu.
“Iya, Alin gak minta ketemu Papi lagi kok. Alin minta dibelikan beberpa buku, alat tulis, buku bacaan, itu sih yang Alin minta. Untuk anak-anak panti, Mi. Teman Alin sekelas ada dua anak yang dari panti, kasihan tahu, Mi? Boleh, ya?” pinta Alina.
“Kalau minta itu, Mami akan turuti, kamu mau beli buku dan alat tulis berapa pun, Mami akan belikan untuk teman kamu itu. Asal ....”
“Jangan tanya atau minta ketemu Papi, Mi?” potong Alina.
“Ya seperti itu,” jawab Ayu.
“Kenapa sih, Mi? Papi gak sayang ya sama kita? Sampai Alin umur sepuluh tahun, kenapa Papi lama gak pulang kerja?”
“Tuh kan, tanya Papi lagi? Nanti Papi pasti pulang, percaya sama Mami. Yuk berangkat sekarang,” ajak Ayu.
Mereka berangkat ke sebuah pusat perbelanjaan. Ayu selalu menuruti apa yang Alina mau, selagi dia mampu memberikan untuk Alina. Ayu berusaha menjadi ibu yang terbaik untuk Alina, hingga Alina lupa dengan sosok Ayahnya, meskipun setiap hari Alina pasti sangat merindukan kehadiran sosok Ayahnya.
Akhir-akhir ini, Alina memang selalu menanyakan di mana Papinya bekerja, kenapa lama sekali tidak pulang. Bahkan pernah ada temannya yang bilang dengan dirinya, kalau Papinya Alina sudah tiada, tapi Alina tidak percaya dan tidak mau mendengarkan ucapan temannya itu. Dia percaya pada Maminya, jika suatu hari nanti Papinya pasti akan pulang. Dan, ternyata seperti ada ikatan batin antara Alina dan Azmi, hari ini Azmi datang ke butik, dan bertemu langsung dengan Alina. Itu sangat membuat Ayu takut, kalau nanti Azmi pasti akan datang lagi, dan menanyakan perihal Alina pada dirinya.
“Enggak, itu gak mungkin! Dia gak mungkin datang lagi, dia saja dulu menolak kehadiran Alina? Dia dulu tidak mengakui perbuatan bejatnya! Untuk apa dia datang lagi dan tanya soal Alina?” batin Ayu.
Ibu dan anak itu menghabiskan waktu cukup lama di sebuah pusat perbelanjaan. Alina hanya menghabiskan waktunya di toko buku yang ada di sana. Dia mencari beberapa buku untuk pendamping belajarnya juga. Dia memang cerdas dan pintar, dia selalu mendapat peringkat satu di kelasnya. Jiwa sosialnya juga sangat besar, kalau ada teman yang kesusahan pasti Alina membantunya, kadang tanpa sepengetahuan Maminya, Alina membantu dengan uang saku yang sengaja ia sisihkan.
“Sudah ini saja?” tanya Ayu.
“Iya, ini sudah lebih dari cukup, Mi. Terima kasih ya, Mi? Sudah mewujudkan keinginan Alina hari ini,” ucap Alina.
“Iya, Sayang ... selagi Mami mampu, Mami akan turuti apa yang Alina mau,” ucap Ayu.
“Ayo Mi, pulang,” ajak Alina.
Ayu melihat sosok pria yang tadi di Butiknya. Sebetulnya Ayu tahu, pria itu dari tadi mengikutinya. Tapi, Ayu berusaha tenang, dia tidak mau terlihat tegang di depan putrinya. Meskipun dia takut Pria itu akan mendekatinya dan tanya soal Alina.
Sosok Pria itu adalah Azmi. Setelah pulang mengantarkan istrinya, dia kembali ke butik Ayu. Dia melihat Ayu masuk ke dalam mobil bersama dengan Alina, lalu dia mengikuti ke mana Ayu dan Alina pergi.
Ayu membuka bagasi mobilnya, lalu ia memasukkan belanjaannya ke dalam. Memang cukup banyak belanjaan hari ini, dan cukup berat, karena isinya buku-buku di dalam kardus yang cukup besar. Ayu sedikit kesusahan mengambil kardus berisi buku dari troli belanjanya. Biasanya ada Satpam yang berjaga di tempat parkir, tapi kali ini tidak ada. Ayu berusaha mengangkatnya sendiri.
“Mami bisa? Aku bantu, ya?”
“Ini berat, biar Mami saja.”
“Sini saya bantu, Mbak,” ucap seorang pria yang begitu Ayu kenal. Dia langsung mengangkat kardus itu, lalu memasukkannya ke dalam bagasi mobil Ayu. Dua kardus sudah dia masukkan ke dalam. Ayu hanya bisa diam, tidak bisa menolak, karena memang dia butuh bantuan itu.
“Sudah,” ucap Pria itu.
“Terima kasih, Tuan,” ucap Ayu.
“Terima kasih ya, Om? Eh Om yang tadi di butik ya?” ucap Alina.
“Oh iya, kamu gadis kecil yang tadi di butik, ya?”
“Iya, Om. Sekali lagi terima kasih, ya?” ucap Alina.
“Kamu sangat cantik, boleh Om tahu siapa namanya?” tanya Azmi.
“Aku Alina, Om. Salam kenal,” jawab Alina.
“Nama Om, Azmi. Salam kenal juga anak cantik,” ucap Azmi.
“Ayo masuk, Nak! Sudah sore, kita mau mampir ke panti dulu, biar gak kemalaman pulangnya. Sekali lagi terima kasih,” ucap Ayu.
Ayu langsung mengajak Alina masuk ke dalam. Benar, dia pasti mendekatinya. Dia pasti berusaha untuk mendekatinya, pastinya juga akan cari tahu tentang Alina.
Ayu fokus mengemudikan mobilnya. Ia sesekali melihat spion arah belakang. Lagi dan lagi mobil itu membuntutinya, dan Ayu tahu siapa pemilik mobil itu.
“Apa maumu? Dulu kamu menolak kami, dulu kamu membuang kami, lalu sekarang, kenapa kamu kembali? Kenapa kamu seolah tidak memiliki dosa, dan kembali mendekati kami? Aku tidak akan membiarkan dia merebut anakku, aku tidak ingin Alina tahu dia Papinya. Papi yang tidak mau menerima kehadirannya dulu,” batin Ayu.