Setelah kepergian Azmi, Ayu langsung masuk ke ruangan pribadinya, dan mengunci pintunya. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa yang ada di dalam ruangannya itu. Tangis Ayu kembali pecah saat kembali mengingat semua kejadian kelam sebelas tahun lalu itu. Di mana hidupnya dibuat hancur oleh pemuda yang bernama Azmi Fahriza.
Setelah merasa cukup puas menangis, Ayu pun segera beranjak dari tempat duduknya. Ia sadar, sebentar lagi pasti Alina pulang bersama Maya. Ia langsung pergi ke toilet yang ada di dalam ruangannya. Ayu membersihkan wajahnya, ia mencuci wajahnya supaya jejak air matanya tidak terlihat. Ia juga memoleskan make-up tipis lagi di wajahnya, untuk menyamarkan matanya yang sembab, dan hidungnya yang sedikit merah karena habis menangis.
Ayu tidak ingin Alina dan Maya tahu kalau dia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ia tidak ingin membuat Alina da Maya khawatir. Tidak ingin kedua wanita yang cukup berarti dalam hidupnya selama ini tahu, kalau dirinya sedang tidak baik-baik saja saat ini.
Bagi Ayu, kehadiran Maya sangat berarti dalam hidupnya selama ini. Ayu merasa memiliki saudara setelah bertemu dengan Maya, meski tidak terikat tali persaudaraan sedikit pun. Kebaikan dan ketulusan hati dari Maya membuat Ayu merasa nyaman, dan akhirnya membuat Ayu menganggap Maya seperti adiknya sendiri.
^^^
Merasa sudah sedikit baik-baik saja, Ayu keluar dari ruangan pribadinya itu. Dia tidak mau, jika Alina pulang, dia masih berada di ruangannya dengan pintu terkunci. Ayu mencoba bersikap baik-baik saja, meski hatinya masih bergemuruh sejak pertemuan ketiganya tadi dengan Azmi.
Benar, Maya masuk ke dalam bersama dengan Alina, mereka terlihat sedang bersenda gurau saat memasuki butik. Alina memang begitu dekat dengan Maya, sejak Maya ikut bekerja dengan Maminya. Maya kerap menjadi pengasuh dadakan Alina saat Ayu sedang sibuk dengan pekerjaannya. Meski begitu, Maya tidak pernah merasa keberatan atau mengeluh saat Ayu meminta bantuan untuk menjaga Alina sebentar.
“Kalian ketawa-ketiwi lagi ngomongin apa sih? Bahagia sekali sepertinya anak mami ini?” ucap Ayu, saat melihat Alina tergelak di depan Maya.
“Ini nih, Tante May lucu, Mi, biasa suka ngelawak,” jawab Alina.
“Lagian kamu dari tadi cemberut gitu? Pulang sekolah bukannya happy malah cemberut?” ucap Maya.
“Habisnya nilai ulangan matematika ku turun, ya memang sih nilai paling tinggi di kelas, tapi kan gak kayak ulangan minggu lalu, Mi?” ucapnya dengan wajah merengut.
“Lho kan udah dapat nilai paling tinggi di kelas. Itu artinya kamu sudah baik, Sayang? Kan materi ulangannya beda dari materi minggu lalu, tingkat kesulitannya juga pasti beda dong, Sayang? Yang terpenting, kamu dapat nilai paling tinggi lagi, itu artinya kamu mempertahankan prestasimu, Nak?” tutur Ayu dengan lembut.
“Tuh, Mami sama kan ngomongnya sama Tante? Yang penting kamu dapat nilai paling tinggi, dan tetap mempertahankan prestasi kamu, Sayang?” imbuh Maya.
“Iya sih, tapi kurang puas,” jawabnya.
“Ya sudah, biar gak badmood gini, makan yuk? Tuh Mami udah masakain udang saos tiram, sama sayur sop kesukaan kamu. Mau makan?” ucap Ayu.
“Yeay ... makasih, Mami!” soraknya gembira.
“Ya sudah, masuk ke ruangan mami, bersih-bersih, lalu ganti bajunya, mami sudah siapkan di kamar,” tutur Ayu.
Sepulang sekolah, Alina selalu di butik, tidak pulang ke rumahnya, karena jarak dari rumah ke butik cukup jauh, kalau di rumah pun tidak ada yang jagain Alina. Jadi Ayu menyiapkan kamar yang cukup nyaman di ruang pribadinya untuk istirahat Alina, dan belajar. Juga ada dapur di belakang untuk ia memasak, juga untuk keperluar karyawan Ayu yang lain, apalagi di bagian produksi banyak tenaga kerjanya, ditambah bagian produksi untuk memproduksi baju-baju seragam sekolah, kantor, dan pabrik. Ada juga ruang tamu, untuk menemui kliennya.
^^^
Sementara di tempat lain, Azmi memutuskan untuk pulang saja ke rumah. Setelah pertemuannya dengan Ayu, dan juga perdebatan yang terjadi di antara mereka tadi, membuat pikiran Azmi sangat terganggu, hingga dia tidak fokus untuk melanjutkan pekerjaannya di kantor. Akhirnya Azmi memutuskan untuk pulang saja ke rumahnya.
“Tumben, Mas sudah pulang?” tanya perempuan cantik, yang tak lain adalah Syakila, yang berdiri tidak jauh dari pintu, saat Azmi memasuki rumah mewahnya itu.
Tanpa menjawab sepatah kata pun, bahkan Azmi tak menolah sedikit pun ke arah Syakila. Azmi berlalu begitu saja, melewati Syakila yang ada di depannya, kemudian Azmi menaiki anak tangga, untuk menuju ke kamarnya.
Setelah sampai di kamarnya, Azmi langsung mengunci pintu kamar pribadinya itu, agar tidk ada siapa pun yang bisa masuk ke dalam kamarnya tanpa seizinnya.
“Selalu begitu,” gumam Syakila dengan menghela napasnya berat, saat melihat sikap dingin dari pria yang sudah hampir empat tahun ini menikahinya.
Pernikahan yang begitu membuat Syakila bahagia, karena dia bisa menikah dengan pria yang sangat dicintainya. Namun, pernikahan itu tak berarti apa-apa bagi Azmi. Selama empat tahun, Azmi sama sekali tidak pernah menganggap kehadiran Syakila dalam hidupnya, yang kini telah menjadi istri sahnya.
Pernikahan Azmi dan Syakila memang hasil dari sebuah perjodohan. Kesal tak mau kunjung menikah, akhirnya kedua orang tua Azmi menjodohkan Azmi dengan Syakila, anak dari salah satu relasi bisnis Papanya Azmi.
Mario yang mengetahui jika salah satu putri dari relasi bisnisnya memiliki ketertarikan dengan Azmi, putra tunggalnya itu, akhirnya memutuskan untuk menjodohkan Azmi dan Syakila.
Azmi hanya bisa pasrah saat itu, karena tak kunjung menemukan Rindang. Gadis yang mati-matian dia cari, bahkan Azmi tidak pernah menyerah meski tak kunjung menemukannya.
Hingga suatu hari, di empat tahun yang lalu, Azmi mendapat kabar jika gadis yang bernama Rindang Ayu Maeta, yang dia cari itu dikabarkan meninggal dunia. Akhirnya, Azmi pun menyerah dan pasrah menerima pernikahannya dengan Syakila.
Namun, setelah hampir empat Azmi tidak lagi mencari keberadaan Rindang, Azmi malah dipertemukan kembali dengan Rindang secara tidak sengaja di sebuah butik milik Rindang, yang ia datangi dengan Syakila saat mengambil baju pesanan Syakila dan dirinya.
Syakila memang perfeksionis, dan modis. Dia selalu mengikuti trend busana, jadi setiap ada acara, dia harus mengenakan gaun terbarunya, seperti kemarin, dia membuat gaun dan jas untuk Azmi, hanya untuk menghadiri acara ulang tahun klien besarnya Azmi saja, padahal menurut Azmi itu acara biasa. Tapi tidak untuk Syakila, dia harus tampil memukau, memperlihatkan bahwa istri dari seorang Azmi harus terlihat cantik, dan bahagia, meski kenyataannya, bahagia itu tidak ada dalam hidup Syakila selama menikah dengan Azmi.
Azmi melempar tubuhnya ke atas tempat tidurnya yang nyaman, empuk, dan mahal itu. Namun, semahal dan senyamana apa pun kasur itu, tetap saja tidak bisa membuat Azmi tidur dengan nyaman dan nyenyak. Karena, dia terus diliputi rasa bersalah dan dosa, atas apa yang sudah ia lakukan pada Rindang dulu.