Part 4 : Deal

1672 Kata
Rendy berdeham sambil membenarkan posisi duduknya yang terasa tak nyaman. Bagaimana tidak? Sedari tadi Adrea hanya diam menatapnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Mereka hanya berdua di ruangan kerja pria itu dan duduk saling berhadapan. "Jadi, kita akan selesaikan dengan cara apa?" tanyanya tiba-tiba membuat Rendy kembali membenarkan posisi duduknya. Ia tidak takut, Rendy tidak pernah takut pada apapun dan siapapun. Ia hanya merasa gelisah karena malu, pria seusianya meniduri seorang bocah? Ia merasa tertangkap basah seperti pencuri, apalagi jika Adrea mengatakan pada ayahnya. Apa kata pria tua itu nanti? Dulu Rendy adalah seseorang yang paling menentang ayahnya menikahi gadis muda, tetapi sekarang? Sungguh, ia merasa ingin tenggelam saja. Rendy harus mencari seribu satu alasan agar dapat menghindari pernikahan yang mungkin saja sudah Adrea rencanakan. Selain karena malu, yang pasti Rendy tidak mencintai Cherry. Ia merasa seperti dijebak, mana Rendy tahu jika usia Cherry jauh dibawahnya? Apalagi mereka melakukan atas keinginan mereka, tanpa paksaan sedikitpun. Oh come on, bukankan jaman sekarang keperawanan sudah tidak penting lagi? Setidaknya itu yang ada di kepala Rendy mengingat ia kini tinggal di negara yang menganut paham modern. "Begini, Tuan Adrea, mungkin yang kau maksud adalah sebuah kecelakaan--" "Kecelakaan?" "Hm, maksud saya, kami secara tidak sengaja--" "Tidak sengaja?" "Sebenarnya aku dan putrimu bertemu di kelab malam." Rendy memasang wajah sesantai mungkin. Ia ragu untuk menceritakannya pada Adrea. Mungkin Cherry sengaja diam-diam datang ke tempat itu, ia juga tidak ingin menempatkan Cherry dalam posisi yang sulit, karena ia akan terlihat seperti seorang pengecut. Akan tetapi, gadis itulah yang menempatkan Rendy dalam masalah yang sesungguhnya. "Lanjutkan saja, aku akan mendengarkan bagaimana kisah cinta kalian berdua bersemi hingga ke ranjang." Rendy menghela napas, mendengar sarkas yang dilontarkan ayah Cherry itu. "Baiklah, aku akan mengatakan yang sejujurnya. Aku dan putrimu baru bertemu malam itu, dan tanpa sengaja kami melakukannya, karena dia mendekatiku, dan akupun sedang dalam pengaruh alkohol," jujur Rendy. "Lalu kau meniduri seorang gadis yang--" "Aku tidak mengetahuinya, aku tidak mengetahui jika Cherry adalah putrimu yang masih bersekolah, lagipula dia memperkenalkan dirinya sebagai orang lain dan dari penampilannya malam itu membuatku salah paham tentangnya." "Baiklah, kau sudah menodainya, aku akan membicarakan ini pada pak Sandjaya, dan akan menentukan hari pernikahan kalian." "Tunggu? Apa Anda serius?" "Ya, tentu saja, tolong berkacalah dengan usiamu." "Putrimu yang menggodaku." Mendengar perkataan Rendy, Andrea terdiam sejenak, kemudian Ia melepas ikat pinggang yang ia kenakan. "Baiklah, kalau begitu aku akan menghukumnya." Rendy terbelalak melihat Adrea yang tiba-tiba bangkit dari kursi. "Apa yang ingin Anda lakukan?" cegah Rendy. "Tentu saja menghajar putriku yang tidak tahu malu itu," tukas pria itu membuat Rendy semakin panik. "Tu-tunggu dulu, aku akan membicarakan hal ini dengan Cherry, jika untuk menikah, kau harus mempertimbangkan usia dan pendidikannya, aku akan bertanggung jawab, tapi tidak untuk menikahinya sekarang," lanjut Rendy asal, yang terpenting saat ini Cherry tidak mendapat hukuman dari ayahnya yang terlihat keji itu. Jika tidak, Rendy akan merasa bersalah karena menumbalkan gadis itu atas kesalahan yang juga ia perbuat. Adrea kembali duduk dan menatap Rendy tajam. "Putuskan secepatnya." . "Ada apa? Apa yang ingin kau bicarakan?" Rendy menyesap kopinya dan memperhatikan gadis yang baru saja duduk di hadapannya dengan menggunakan kaus ketat, skinny jeans, juga rambut lurus yang ia biarkan terurai. Berapa kali pun Rendy lihat, gadis itu tetap saja seorang bocah di matanya. Wajah, penampilan, gaya bicara, tubuh, sama sekali tidak mencerminkan sosok wanita di mata Rendy. Bagaimana mungkin malam itu ia bisa tergoda? "Kau lapar? Pesanlah apapun yang kau mau," tawar Rendy mencoba bersikap ramah dan dewasa. Ia sadar menghadapi anak-anak tidak mungkin dengan paksaan. "Hm, boleh." See? Gadis seusianya memang mudah dirayu, apalagi dengan makanan. Rendy tersenyum memperhatikan tingkah Cherry yang memilah milih menu makanan dan minuman sembali memainkan bibirnya. "Hei, kau yang akan membayarnya kan?" tanya Cherry tiba-tiba hampir membuat Rendy terkekeh. "Tentu, apapun." "Baiklah." Cherry menyebutkan beberapa jenis makanan dan dua jenis minuman. "Wow, makanmu banyak juga," ledek Rendy ketika pelayan sudah meninggalkan kursi mereka. "Aku sedang dalam masa pertumbuhan," celetuk Cherry. Ya, dan kesalahan terbesar Rendy adalah tidak menyadari jika gadis itu sedang dalam masa pertumbuhannya. Benar-benar memalukan. "Lalu, ada urusan apa kau menyuruhku datang kesini?" lanjut Cherry sembari memainkan kuku-kuku panjangnya. Bahkan gadis itu tidak mempunyai sopan santun dengan memanggil Rendy dengan sebutan paman atau om. Rendy menelan air liurnya sendiri, merasa geli karena sebutan paman yang ia sematkan dibenaknya barusan. Memang pantas ia dipanggil paman oleh gadis delapan belas tahun itu, ia sudah menginjak tiga puluh dua tahun sekarang. Tangan mungil Cherry melambai tepat di depan wajah Rendy, membuat lamunan pria itu buyar. Ia berdeham kembali fokus dengan masalah yang sedang ia hadapi. "Aku ingin membuat kesepakatan denganmu," ucap Rendy menjalankan rencana awalnya tanpa basa basi. "Kesepakatan macam apa?" "Ayahmu memaksaku untuk menikahimu." "Lalu? Kau tidak ingin menikahiku bukan?" "Tentu saja, kau bahkan mengerti alasannya, akan sangat lucu jika kita menikah." Cherry hanya menganggukkan kepalanya, seperti mengerti. "Aku juga, tentu saja tidak ingin menikah denganmu saat ini." "Lalu? Apa yang membuatmu datang ke kelab malam itu?" Rendy sedikit penasaran. "Hanya untuk bersenang-senang, kau tahu bukan bagaimana cara bersenang-senang gadis seusiaku? Dan ayahku yang kolot itu merusak segalanya." Mendengar jawaban Cherry, Rendy tersenyum, ia mengulurkan tangannya tanpa sadar mengacak rambut Cherry, membuat gadis itu terkejut. "Kau masih sangat muda, sweetheart, sebenarnya tidak baik untukmu berada di tempat seperti itu, apalagi jika melihat ayahmu sangat menjunjung tinggi adat ketimuran. Lagipula kau sangat cantik, laki-laki akan dengan senang hati memanfaatkanmu," tukas Rendy seperti seorang kakak. "Maksudmu, lelaki sepertimu?" Lontaran Cherry membuat Rendy kembali menarik tangannya. Baiklah kali ini ia memang benar-benar merasa bersalah, sungguh ia tidak akan menyalahkan Cherry karena hal ini lagi, Rendy-lah yang bersalah karena terbuai dengan rayuan Cherry. Ternyata, insting lelakinya memang kurang tajam untuk menilai seorang wanita. "Baiklah, aku minta maaf padamu." Ucapan yang Cherry tunggu-tunggu akhirnya keluar dari mulut Rendy. "Aku minta maaf, sungguh, aku tidak bisa menikah denganmu. Kita melakukan one night stand, hal yang biasa aku lakukan jika aku ingin." Tapi bukan karena itu alasannya, justru ucapan Rendy barusan membuat Cherry semakin geram. Ia memejamkan mata, jika ia berteriak-teriak saat ini untuk memaki Rendy, maka pria itu akan semakin menganggapnya bocah. Hey, memangnya dia terlihat ingin sekali menikahi pria itu? Cherry hanya ingin mendengar kalimat "maaf karena sudah meninggalkanmu pagi itu" atau "maaf sudah menganggapmu w************n dengan meninggalkan cek untukmu" tapi apa? Apa yang Cherry dengar? Rendy justru tidak membahasnya sama sekali. Baiklah, niat untuk memaafkan pria itu berubah. Cherry pastikan Rendy akan meminta maaf padanya suatu saat nanti. "Baiklah, ayo buat kesepakatan, apa yang kau tawarkan padaku?" tanya Cherry tersenyum, menahan emosinya. "Satu bulan ini, jika kau mengandung anakku, maka aku akan benar-benar menikahimu, seperti yang kau katakan kemarin, aku tidak sengaja mengeluarkannya di dalam." Oh, Cherry bahkan baru mengingat kebohongan yang asal ia lontarkan kemarin, ternyata membuat pria itu terus mengingatnya. "Lalu?" "Tapi jika tidak, kau harus benar-benar menentang pernikahan ini, dan mengatakan pada ayahmu jika kau tidak ingin menikah denganku. Aku pikir ayahmu akan luluh jika kau yang berkeras hati." "Baiklah, tapi dengan satu syarat," pinta Cherry mencondongkan tubuhnya memandang wajah Rendy, kemudian ia terdiam melirik waiters yang baru saja mengantar pesanan Cherry setelah sekian lama. Bola mata Rendy ikut berputar, menanti pelayan itu menyajikan makanan, menunggu hingga ia pergi. "Apa itu?" lanjutnya setelah hanya berdua saja dengan Cherry. "Ah, lupakan saja, aku yakin kau tidak akan sanggup memenuhinya." Rendy menyunggingkan senyumnya, meremehkan apa yang Cherry katakan. Apa yang tidak bisa ia lakukan? "Katakan saja." "Apa kau yakin?" "Tentu," Rendy mengangguk tanpa ragu. "Baiklah, jika kau memaksa, kau tidak bisa menarik kata-katamu lagi, karena aku sudah menerima kesepakatanmu, jika tidak aku akan mengatakan pada ayahku jika aku ingin menikah dengan--" "Katakan apa persyaratanmu," potong Rendy cepat, membuat Cherry menyembunyikan kekehannya. "Kabulkan apapun keinginanku, turuti semua permintaanku," tukas Cherry akhirnya. "Hanya itu?" Sungguh, persyaratan yang sangat mudah untuk Rendy, bahkan jika Cherry menginginkan mobil mewah sekalipun, Rendy akan memberikannya. "Ya, hanya itu." "Baiklah, deal," Rendy mengulurkan tangannya mengajak Cherry untuk berjabat tangan. Jadi memang benar ya, anak muda seusia Cherry lebih mudah untuk diajak bernegosiasi daripada orang-orang tua yang menyebalkan. "Untuk saat ini, aku tidak menginginkan apapun, cukup kau membayar seluruh makananku saja, jika aku menginginkan sesuatu, kau harus segera menurutinya," ujar Cherry sambil melahab kudapannya. "Dengan senang hati, Sweetheart." Cherry terlihat manis ketika sedang meminum milkshake pesanannya. Tentu saja dengan senang hati Rendy akan memperlakukan Cherry seperti seorang adik bahkan seperti keponakannya, jika gadis itu terus bersikap manis. "Oh ya, satu lagi, aku akan membuat surat perjanjian di atas materai untuk kesepakatan kita hari ini, bagaimana?" "Lakukan apa saja yang membuatmu senang, bukankan aku harus menuruti semua permintaanmu?" Cherry hanya tersenyum, membayangkan apa yang ada dibenaknya. Cek itu, akan Cherry simpan hingga suatu saat Rendy sendiri yang akan memintanya, merobeknya dan meminta maaf di hadapan Cherry. Satu jam berlalu dengan cepat ketika mereka memutuskan untuk berbasa-basi sembari menghabiskan minuman mereka. "Dengan siapa kau datang?" tanya Rendy berniat untuk mengantar pulang gadis itu. "Supirku, tapi sepertinya ia tidak bisa datang menjemputku." "Kalau begitu aku akan mengantarkanmu." "Tidak perlu." "Tidak perlu?" Rendy menaikkan alisnya. "Liora mengirim pesan, jika pacarnya sedang dalam perjalanan saat ini, ia akan menemui Liora, jadi sekalian saja menjemputku," terang Cherry. "Oh." Rendy mengangguk-anggukkan kepalanya, ia sebenarnya penasaran, sudah sedekat apa hubungan Liora dengan kekasihnya itu, tapi ia tidak mungkin akan bertanya macam-macam pada Cherry. Tak lama, pria yang mereka bicarakan datang. Ia melambaikan tangan pada Cherry dari kejauhan. "Baiklah, kalau begitu, sampai jumpa lagi, aku akan menghubungimu secepatnya," pamit Cherry yang dengan cepat meninggalkan Rendy. Sedangkan Rendy, sibuk memperhatikan pria berbadan tegap dengan kaus hitam dan kacamata hitam yang sama sekali tidak mau mendekat ke arah mereka tadi. Pria itu tersenyum pada Rendy, lalu membukakan pintu untuk Cherry. Dan mereka menghilang dari pandangan Rendy. Rendy belum bisa bernapas lega, setidaknya ia harus memastikan apakah Cherry hamil anaknya atau tidak. Juga yang membuat Rendy sedikit bersemangat, ia mendapatkan satu keuntungan, untuk dekat dengan Liora dan mencari tahu lebih banyak tentang gadis berwajah Mikaela itu. Tbc...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN