“Aku mau belajar bersamamu. Bukan hanya soal sholat, bukan hanya soal agama, tapi semuanya. Aku mau menjalani semuanya denganmu,” ucap Harven, tatapannya serius, dalam, penuh keteguhan yang membuat udara di sekitarnya terasa lebih hangat. Rielle mengerjap pelan, sorot matanya berkilat. Senyum tipis merekah, kali ini bukan senyum basa-basi, melainkan senyum yang datang dari relung hati terdalam. Ada sesuatu yang sulit dijelaskan, rasa tenang, rasa aman, seolah ada tangan tidak kasat mata yang perlahan menyingkap kegelisahan di dadanya. “Terima kasih, Harven,” ucapnya lembut, suaranya nyaris bergetar. Ia menarik napas dalam, lalu berusaha berdiri. “Aku mau sholat dulu. Kalau kamu masih ngantuk, tidur saja,” katanya lirih. “Hum,” jawab Harven singkat, hanya menatap dengan tatapan teduh.

