Rielle sudah berdiri dengan bantuan Jingga, meski langkahnya masih limbung. Nafasnya memburu, wajahnya merah padam bukan hanya karena kejadian barusan, tetapi juga rasa malu yang seakan membakar kulitnya. Jingga berdiri di sisinya, menatap Harven dengan sorot mata penuh api. Dan tiba-tiba ... Plak! Satu tamparan mendarat telak di pipi Harven. Suaranya menggema, memecah keheningan yang melingkupi tempat itu. Semua orang terperanjat, bahkan Rielle sendiri menatap sahabatnya dengan mata membulat tak kalah terkejut. “b******k lo, Harven!” Jingga memekik, nadanya bergetar di antara amarah dan kecewa. Jemarinya yang tadi menampar kini gemetar, sementara telunjuknya teracung ke arah Harven. “Lo sadar enggak apa yang baru aja lo lakuin? Lo mau bikin nama sahabat gue hancur cuma karena ego lo?”

