"Saya permisi," ucap Teysya lirih, suaranya nyaris tenggelam di antara desir angin sore yang menyusup masuk lewat celah pintu besar itu. Hanya dua kata sederhana, tapi terasa berat menekan tenggorokannya. Bibirnya bergetar, seolah menahan sesuatu yang sudah terlalu lama mengendap di d**a. Ia tahu, melawan hanya akan menyalakan bara yang selama ini berusaha ia padamkan. Namun langkahnya baru sejenak menjauh ketika suara berat yang sangat ia kenal kembali memecah udara. "Berhenti!" Langkah Teysya membeku. Ia memejamkan mata sesaat, menarik napas yang terasa lebih seperti luka. "Begini caramu bersikap pada orang tua?" Suara itu meninggi, keras, penuh kemarahan yang tidak pernah benar-benar surut meski waktu telah banyak berlalu. Perlahan, Teysya berbalik. Tatapannya bertemu dengan pria ya

