Pagi hari ini, mereka semua sudah berada di mobil dan dalam perjalanan menuju bandara.
Thresa dan Evan jelas saja mengantarkan mereka yang ingin kembali dan putrinya akan pergi meninggalkan mereka dalam waktu yang lama untuk yang pertama kalinya.
"Mom, ayolah. Jangan menangis. Aku masih bisa mengunjungimu, begitupun dengan kalian, kalian bis amengunjungiku kapan saja, Kan." Catherine menghapua air mata ibunya yang malah menangisinya ketika dia ingin pergi.
"Mommy hanya ingin menangis, jangan cerewet, sudah sana. Pesawatmu akan berangkat." Ucap Thresa mengusir putrinya yang membuat Catherine tersenyum dan menciumi ibunya. Jelas saja ayahnya tidak mau kalah dan juga menciuminya dan memeluknya dengan erat.
"Dia adalah permata hati kami, Max. Berjanjilah akan menjaganya dan tidak akan membiarakan orang lain menyakitinya." Ucap Evan kepada adiknya yang di mengerti oleh dia.
"Bahkan dia juga permata di hatiku, Kak. Kalian bisa mempercayakan Catherine kepadaku, aku akan memukulnya jika dia nakal." Ucap Max yang berncanda namun Catherine malah tersenyum.
"Dia sudah dewasa, Sayang. Memang seharusnya dia mandiri dan keluar seperti ini. Dia akan memiliki banyak pengalaman nantinya." Ucap Evan menenangkan istrinya ketika Catherine dan Max sudah pergi darinya.
"Aku hanya takut akan ada yang merebutnay dariku mengingat dia—
"Tidak akan ada yang bisa merebutnya karena Catherine adalah milik kita." Ucap Evan dengan tegas yang di angguki oleh Thresa.
"Ya, dia memang milik kita."
Sedangkan di dalam pesawat kini malah Catherine yang menangis, dan jelas saja membuat Max terkekeh.
"Kau tadi menenangkan ibumu dan mengatakan jika dia tidak boleh menangis, tapi sekarang kau sendiri yang malah menangisinya." Max menggoda keponakannya yang membuat Catherine cemberut.
"Aku hanya ingin menangis saja," jawabnya yang membuat Max malah menahan tawanya karena jawabannya sama seperti Thresa tadi.
Perjalanan udara mereka memakan waktu dua jam lamanya sampai akhirnya mereka sampai di bandara, Max dan Catherine di jemput oleh asisten dan sahabat dari Max.
"Waah, ternyata keponakanmu sangat cantik, Max." Ucap Daniel,
Catherine hanya menanggapinya dengan senyuman meskipun dia belum tau sipa pria tampan yang memujinya.
"Namaku, Daniel. Aku sahabat pamanmu," ucap Daniel memberikan tangannya agar berjabat tangan dengan Catherine.
"Catherine Miller, keponakan kesayangan Paman Max." Jawab Catherine yang membuat Daniel tertawa,
"Dia bukan hanya cantik, tapi ternyata dia juga menggemaskan, Max."
"Tentu saja, Paman."
"Sebenaenya aku belum setua itu jika kau memanggilku dengan sebutan paman, bagaimana kalau kau memanggilku Kakak saja." Daniel memprotes karena Catherine memanggilnya dengan sebutan paman, yang menurutnya terlalu tua baginya yang masih berumur 35 tahun.
Catherine terkekeh dan menyetujuinya, "Kau memang seperti masih muda, tapi tetap lebih tampan dan lebih muda pamanku." Catherine memegang lengan Max dengan erat yang membuat Max tersenyum.
"Ini Samuel, Cath. Asisten pribadiku." Max juga mengenalkan asistennya yang sedari tadi diam saja.
"Nona." Sapa Samuel yang di senyumi oleh Catherine.
Mereka akhirnya pergi dari bandara menuju mansion,
Setelah sampai, Max menunjukkan kamar Catherine sebelum dia mengobrol dengan sahabatnya di bawah.
"Kamar paman ada di mana?" Tanya Catherine.
"Ada di sebelah kamarmu, jika kau membutuhkan apapun kau boleh memanggilku." Ucap Max yang di mengerti oleh Catherine.
"Terima kasih." Catherine tersenyum yang membuat Max mengelus pelan rambutnya dan pergi dari sana.
Catherine merebahkan dirinya di atas ranjang, dia yang tadinya hampir lupa mengabari ibunya akhirnya melakukan panggilan vidio dengan mereka.
"Mommy sudah tidak menangis kan?" Tanya Catherine yang malah seperti menggoda ibunya.
"Mommy tau jika kau juga tadi pasti menangis, jangan menggoda Mommy." Omelnya yang membuat Catherine akhirnya tertawa.
Mereka cukup lama melakukan sambungan vidio sampai akhirnya Catherine mematikannya karena dia juga ingin menghubungi sahabatnya dan menanyakan kapan dia datang ke negara ini.
"Kapan kau ke sini? Aku akan bisan jika di sini tanpamu, kuliah kita akan mulai masih lama." Ucap Catherine.
"Satu minggu lagi, kau tau sendiri aku di sana sendirian, banyak yang harus di beli. Untuk itu orang tuaku ingin menyiapkan peralatanku dengan maksimal."
"Baiklah, jangan lama-lama, nanti kita mabuk bersama." Ucao Catherine sambil terkekeh.
"Ingat! Kau tidak boleh nakal saat di sana, atau pamanmu akan mencubitmu dan memukulmu." Ucap Viola.
"Tidak masalah, jika dia mencubitku, aku akan menggigitnya, dan jika dia memukulku, aku ingin dia memukul bongkahan padat belakangku." Ucap Catherine yang malah membayangkannya.
"Jangan sampai pamanmu ketakutan karena sikap messum-mu, Cath." Viola tertawa dengan perkataan Catherine
"Mana tau dia lebih berhbahaya dariku,"
Mereka berdua mengobrol cukup lama sampai akhirnya Catherine mengakhirinya karena dia mengantuk.
Dia tidur dengan asal dan bahkan posisinya juga asal karena dia tadi langaung tertidur.
Dia bahkan tidak sadar ketika pamannya sedari tadi memanggilnya dari luar kamar. Karena Max khawatir tidak ada sautan dari dalam.
"Astaga! Pantas saja dia tidak menjawabnya, dia tidur." Gumam Max tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya pelan.
Karena posisi Catherine tidak tepat, Max membenarkannya, namun ketika sudah benar, Catherine malah merubah posisinya di mana rok-nya terangkat dan jelas saja terlihat dalamannya.
Max sempat terkejut dan tiba-tiba saja menjadi canggung sendiri ketika dia melihat apa yang ada di depannya.
"Sial." Umpatnya