Meja kaca di ruang kerja Ezra tampak sedikit berantakan—map, pena, dan bahkan beberapa kertas catatan bergeser tak beraturan akibat guncangan beberapa menit lalu. Napas Cantika masih belum sepenuhnya stabil ketika ia menarik kembali blouse-nya, merapikan kancing dengan jari gemetar, pipinya bersemu merah menyala. Sesekali ia menoleh ke arah Ezra yang sedang meraih gagang telepon dengan wajah santai, seolah baru saja tidak terjadi apa-apa. Ezra menekan nomor cepat. Suaranya masih berat, tapi tenang. “Pa?” Suara tawa rendah langsung terdengar dari seberang. “Ezra… Ezra… anakku. Get a room, malah main di kantor dasar sangeaan,” kata papa Nicholas sambil tertawa. “Iya kaya Papa,” balas Ezra santai sambil tersenyum menatap Cantika. Cantika refleks memutar badannya menghadap dinding kaca

