Gisela Pov
Ini sudah 1 minggu aku menjadi teman Vabian, aku tau berbagai cara dilakukannya agar aku bisa pergi atau memutuskan pertemanan kami, selalu setiap hari setelah aku latihan balet dia menjemputku dan membawaku ke tempatnya bertransaksi, bahkan membawaku ke club malam. Aku hanya diam, oh satu lagi penampilanku kembali menjadi Gisela seperti dulu, ternyata dia lebih menyukai Gisela yang lugu dan apa adanya.
Siang itu kami janjian untuk bertemu, tapi sudah 1 jam aku menunggu dirinya tak juga menunjukkan batang hidungnya. Ponselnya ku hubungi malah tidak aktif.
“Kamu kemana sih Va, bikin aku kuatir saja bisanya” aku masih menunggu dirinya, 2 jam aku menunggu tetap tak ada tanda – tanda kedatangannya.
“Lebih baik aku ke apartemennya, siapa tau dia kenapa – napa” ketika akan pergi, aku melihat mobil Papa hendak menjemputku dengan cepat aku bersembunyi, gawat jika Papa melihatku dan membawaku pulang, untungnya Papa tidak melihatku dan langsung masuk ke dalam sanggar, entah apa yang dilakukan mereka disini tapi aku tidak peduli, dengan cepat aku menghentikan Taxi dan pergi ke apartemen Vabian.
Apartemen sepertinya juga kosong, sudah berulang kali aku menekan bel pintu, tapi tak ada yang membukakan. Lagi – lagi aku menunggu dengan sabar.
1 jam aku menunggu, bukannya Vabian yang datang, aku malah melihat Vivian, dengan santainya hendak masuk ke apartemen itu.
“Loh Gisel, kamu ngapain disini?”
“Vabian ada?”
“Kak Va? Bukannya kak Va lagi balapan?”
“Balapan? Dimana? Dan satu lagi, kenap akamu sering sekali menginap di apartemen Vabian, kamu tidak risih tidur 1 atap dengan pria yang bukan suami kamu” tanyaku.
“Hahahhaha Gisel, Gisel… makanya jadi orang jangan terlalu lugu, aku ini sepupu kak Va kok bukan kekasihnya, hmmm sini deh aku bisikin, tapi kamu janji anggap saja kamu tidak tau, bisa – bisa nanti Kak Va marah lagi sama aku”
“Apa” aku mendekatinya dan dia mulai berbisik.
“Kak Va suka kok sama kamu, dia bilang aku kekasihnya agar kamu pergi dan aku ingin sepupuku itu bahagia dan sepertinya kamu cocok buat itu, jadi aku akan jujur, aku ini sepupunya, paham?”
Aku mengangguk dan tersenyum. “Vabian balapan dimana Vi? Aku ingin bertemu dengan dia”
Vivian menulis alamatnya di sebuah kertas, setelah mendapat kertas itu dengan cepat aku menuju arena balapan. Sesampainya disana aku kira hanya dirinya yang ada, ternyata arena sangat ramai, sepertinya ada acara pertandingan, aku membuka mataku dan mulai mencari keberadaan Vabian.
“Kamu dimana Va, ayo tunjukkan sama aku” kataku. Tiba – tiba mataku berhenti di suatu tempat dimana aku melihat Vabian sedang tertawa berbicara dengan beberapa wanita. Aku mengejarnya dan betapa kagetnya dia melihatku ada disini.
“Hai Va” aku melambaikan tanganku. Senyumnya kepada para wanita tadi berubah menjadi kemarahan melihatku ada disini.
“Ngapain kamu disini” katanya sedikit kasar.
“Aku lupa kita janjian hari ini, aku kira kamu kenapa – napa, makanya aku cari sampai disini” kataku dengan riang. Melihatnya saja sudah membuatku sangat bahagia, senyum tak pernah hilang dari bibirku.
“Ya Tuhan Gisel, hidup aku bukan untuk kamu saja!!” senyum tadi langsung menghilang mendengar bentakannya.
“Maaf Va, tapi jangan marah dan bentak – bentak aku seperti ini, oke aku pergi” ketika aku hendak pergi, langkahku terhenti ketika melihat 3 orang pria menghadangku, mereka mengenakan baju yang sama seperti yang dikenakan Vabian.
“Wah, lo bawa wanita kesini, tumben amat? Jangan bilang dia taruhan kita kali ini” aku hanya dia mendengar perkataan mereka.
“Jangan asal lo, dia adik gue”
Jleb
Adik, Vabian mengenalkan aku kepada teman – temannya sebagai adik. Airmata yang sejak tadi hendak turun, langsung tanpa komanda mengalir di pipiku. Aku menghapus dan melihat ketiga pria tadi.
“Kalian mau balapan?” tanyaku lagi.
“Iya Nona manis, mau ikutan?”
“Hadiahnya apa?”
“Biasanya sih hadiahnya mobil yang kalah menjadi milik pihak pemenang, tapi itu sangat membosankan, bagaimana kalo kita ubah taruhan kita hari ini, siapa yang menang berhak mencium kamu nona manis, kalo berlanjut bolehlah langsung ke hotel, buka kamar” kata pria satunya lagi.
“Jangan gila kalian, dia adik gue… jangan jadikan dia barang taruhan, yang lain saja”
“Wah kakak kamu nolak nih nona manis, sayang sekali”
“Aku setuju!!!” balasku langsung.
Vabian menarik tanganku dan membawaku menjauh dari mereka. “Lepas Va, sakit tau”
“Kamu gila ya, ngapain kamu buat taruhan gila seperti itu, kamu mau tidur sama mereka?”
“Kamu bilang hidup kamu bukan aku saja, ya sudah aku juga hidupku bukan kamu saja, aku capek mengejar kamu Va, tapi keberadaanku tak sedikitpun membuatmu luluh”
“Tapi tidak seperti ini caranya Gisel, ini sama saja kamu menghancurkan dirimu”
“Makanya kamu harus menang melawan mereka” kataku member semangat.
“Aku gak tau bagaimana lagi membuat kamu menjauhi aku Gisel, baru kali ini aku bertemu wanita keras kepala dan egois seperti kamu” gerutunya.
“Aku sudah bilang, aku tidak akan menjauh dari kamu, ya sudah sana pergi dan kalahkan mereka”
Aku berdiri di garis start, aku berdoa supaya Vabian yang memenangkan pertandingan ini dan dengan begitu aku bisa mendapat ciuman darinya.
“Baiklah nona manis, kami tidak sabar untuk menciummu, ayo Va… pertandingan ini akan sangat menarik dengan taruhan wanita cantik ini”
“Jaga mulut lo, gue gak akan biarkan lo menyentuh dia”
“Wow galak amat” mereka bertiga tertawa sedangkan aku tersenyum melihat wajah manyunnya.
****
Arena balap mobil semakin malam semakin ramai karena kabar pertandingan antara Vabian dengan 3 pria tadi menyebar didunia perjudian, banyak diantara mereka mengeluarkan uang yang tidak sedikit demi gengsi dan juga harga diri, aku dan para wanita pendamping berdiri ditepi garis finish, aku memandang beberapa wanita. Mereka mengenakan tanktop dan hotpant yang tidak bisa dibedakan itu celana atau celana dalam saking pendeknya, sangat kontras sekali dengan diriku yang memakai rok dibawah lutut dan kemeja lengan panjang.
“Senang ya Mbak dijadikan taruhan lelaki tampan seperti mereka” ujar salah satu wanita yang umurnya aku perkirakan masih belasan tahun.
“Biasa aja sih” jawabku acuh tak acuh, mereka sedikit kesal dan lebih memilih melihat arena dengan wajah antusias, sedangkan aku mengepalkan kedua tanganku dan mengucapkan doa untuk kemenangan Vabian.
Ketika aku masih sibuk berdua, aku merasakan seseorang didepanku dan dengan cepat aku membuka mata dan hanya sejengkal Vabian sudah berdiri dihadapanku.
“Va”
“Kamu jangan kemana – mana, ingat pesan aku Gisel, jika ada seseorang mengajak kamu kemana – mana jangan mau dan tetaplah disini, aku akan usahakan secepatnya menyelesaikan pertandingan ini dan mengantarmu pulang” cepat, dingin dan bisa mengintimidasiku. Aku mengangguk dan mencium kedua pipinya.
“Gisel” dia memegang pipinya dan menatapku dengan tajam.
“Itu buat kamu semakin semangat untuk menang, dan ingat keselamatan dan harga diriku ditangan kamu” ujarku pelan tapi mampu membuatnya terbebani, itu tujuanku agar dirinya bersemangat dan memenangkan pertandingan ini.
Dia membuang nafasnya dan memakai helm keselamatan dan menaiki mobil balapnya, suara knalpot memekakkan telinga para penonton, aku melihat Bandar judi sibuk mengumpulkan uang transaksi sedangkan para penonton sibuk menebak pemenangnya siapa. Walau aku tidak ikut bicara tapi aku mendengar pembicaraan mereka dan mereka semua menjagokan lawan Vabian.
“Ayo Va, kamu pasti menang demi aku” aku melihat para gadis melambaikan bendera untuk memberi aba – aba dimulainya pertandingan ini.
Aku gelisah, aku cemas dan juga resah. Setiap 5 menit aku melirik jam ditanganku, aku tidak tau membutuhkan waktu berapa lama untuk menyampai garis finish, tapi sungguh ini sangat mendebarkan mengalahkan saat – saat pengumuman pemenang ketika aku ke Wina tempo hari.
30 menit berlalu belum juga menunjukkan tanda – tanda mereka kembali, aku semakin gelisah, bahkan perutku yang belum terisi semenjak siang tadi tidak ku pedulikan. Tanah tempatku berdiri mungkin sudah lelah ku tendang karena kegugupan dan juga ketakutan.
“Woho, itu lampu mobil sudah kelihatan” teriak salah satu penonton, tepuk tangan dan juga sorakan memenuhi arena balap, aku menjulurkan badanku kedepan dan melihat sinar mobil semakin mendekati garis finish, terangnya sinar itu membuat mataku perih. Tapi aku masih menatapnya. Para gadis pembawa bendera sudah menggoyang – goyangkan bendera sambil menunggu pemenangnya.
Mobil yang melaju dengan cepat melewatiku dan membuat badanku sedikit mundur akibat kencangnya kecepatan mobil itu. Penonton masih bersorak sorai, bahkan aku tidak tau siapa pemenangnya.
“Mas siapa yang menang” tanyaku penasaran kepada cowok yang berdiri tepat disampingku.
“Varrel Drostine” lututku melemas, bukan Vabian yang menang tapi salah satu dari ketiga orang itu, aku menggigit bibirku. Keringat membasahi telapak tanganku. Aku mencari sosok Vabian dan berharap dia bisa membawaku lari dari tempat ini.
Mataku masih sibuk mencari keberadaannya yang semenjak tadi belum menampakkan batang hidungnya, ketika aku masih sibuk mencarinya sebuah mobil berhenti disampingku dengan. Aku melihat kearah mobil itu dan melihat seseorang keluar dan melepaskan helmnya.
“Va” panggilku dengan senang. 3 orang lainnya mengikuti dibelakang Vabian dan tersenyum penuh arti melihatku.
“Va” aku mendekatinya dan memegang tangannya.
“Oke bro… lo menang kali ini, silahkan lo cicipi gadis polos ini”
“Diam lo!!” bentak Vabian.
“Loh bukannya yang menang siapa tadi astaga aku lupa namanya, tapi kok mereka bilang Va yang menang ya” hatiku penuh dengan tanda tanya. Aku menggelengkan kepalaku, mungkin mereka salah orang, buktinya mereka bilang yang menang Vabian dan itu tandanya!!! Tandanya!!!
Aku akan berciuman dengan Vabian, ya Tuhan… ciuman pertamaku di tempat seramai ini dan dengan Vabian. Jantungku tak berhenti berdetak, antusias dan juga takut, takut aku tak bisa mengimbangi Vabian, mungkin ini bukan ciuman pertama baginya.
“Va, kamu menang?” tanyaku antusias.
“Kalo iya kenapa, kalo tidak kenapa?” ish ini cowok bisa gak ya sedikit lembut, jutek amat.
‘Ya gak, nanya doang kok” aku memilin bajuku.
“Udah deh bro sok jual mahal banget sih lo, perlu peran pengganti?” kata salah satu temannya, Vabian menatapnya tajam seakan mau menguliti temannya itu.
“Cium… cium…. cium” para penonton bertepuk tangan menyuruh Vabian menciumku, wajahku sudah berubah warna, malu dan juga pengen. Aku akui aku sangat menginginkan ini.
Dia mendekati telingaku dan berbisik pelan, mungkin hanya akan terdengar olehku saja.
“Aku lakukan tidak dari hatiku Gisel, ini hanya taruhan jadi jangan terlalu berharap tinggi” ujarnya pelan tapi mampu membuat lututku copot dan lemah.
Aku menatapnya, Vabian semakin mendekatiku bahkan tangannya kini sudah ditanganku dan mengarahkan kedua tangan ini kelehernya, tepuk tangan dan juga teriakan dari penonton seakan tidak aku dengarkan, sekarang aku menganggap kami hanya berdua disebuah taman penuh bunga.
Aku menutup mataku dan merasakan benda kenyal berada di bibirku, apa ini bibirnya Vabian, hangat dan lembut, bibir itu semakin intents menciumku bahkan memintaku membuka bibirku yang semenjak tadi tertutup. Aku merasakan giginya sedikit menggigit bibirku, perih tapi nikmat dan aku mohon waktu tolong berhenti saat ini juga.
1 menit kemudian bibir itu menjauh dan aku membuka mataku, sesak baru terasa ketika bibir itu sudah lepas.
“Wohoooooo ciuman yang sangat panas bro, katanya adik… kalo adik kok cium penuh nafsu gitu” ledek salah satu temannya.
Aku merona dan memegang bibirku, rasa bibirnya masih terasa hingga sekarang dan aku janji gak akan melupakan ciuman pertamaku ini.
“Ayo pulang” katanya dingin dan menarikku kemobilnya.
“Ciyeeee mau checkin ya, ciyeeee” ledekan masih aku dengar dan aku hanya diam ketika dia menyeretku dan menyuruhku untuk duduk. Tanganku tak berhenti memegang bibirku.
“Seatbelt” katanya, aku yang masih memikirkan ciuman tadi hanya diam dan tidak mengikuti perkataannya tadi.
“Seatbelt”
Aku masih diam.
“Lama!!!” aku merasakan wajahnya didepanku dan tangannya menjangkau seatbelt yang berada disampingku.
“Maaf”
Kami hanya diam selama diperjalanan, aku masih membayangkan ciuman kami tadi, tapi lamunanku terhenti ketika mendengar bunyi cacing di perutku yang sudah bernyanyi karena kelaparan.
“Belum makan kamu?” tanyanya masih datar. Aku menggeleng, dia menghentikan mobilnya disalah satu restoran dan menyuruhku untuk turun.
Kami masuk kesebuah ruangan VVIP dan mulai memesan makanan. Vabian hanya memesan 1 porsi dan ketika aku bertanya dia hanya diam tanpa kata.
“Aku ke toilet dulu” katanya pelan.
Tak lama pesananku datang, tanpa menunggu Vabian aku mulai menyantap makananku saking laparnya, maaf ya Va, cacingku udah nangis hehehehe. Sampai habispun makananku, sosok Vabian belum juga muncul dan aku melihat pintu terbuka.
“Kamu kemana sih Va……” aku melihat bukannya Vabian yang membuka pintu tapi Papa.
“Pa, kok bisa papa disini” tanyaku kaget
“Bereskan barang kamu dan besok pagi kita ke Wina” ujar Papa, aku hendak menolak ketika melihat 2 orang pria berbadan besar berdiri dibelakang Papa dan aku tau itu pasti penjaga yang disuruh Papa untuk membawaku paksa jika aku menolak.
“Va kamu dimana, tolong aku… aku gak mau pergi” ratapku dalam hati
****