Masih di Malam yang sama, Di tempat yang sama sekali jauh dari jangkauan semua orang. Sahda seorang diri di dalam kamar, memikirkan kemana perginya adik kesayangannya itu.
"Seharusnya Aku bilang kepada Baba dan Umma untuk pergi beribadah sendiri. Maksud ku Aku akan pergi ke salah satu tempat untuk memfokuskan diriku dekat dengan Tuhan, Tempat yang hening, sepi dan lebih dekat dengan Tuhan." Ucapnya sembari bersandar di samping jendela, ia menatap langit-langit tanpa bintang. Apalagi langit gelap itu baru saja menurunkan hujan, angin pun masih bersiur dingin hingga menembus relung hati Sahda.
"Sahra! Kakak menikah bukan untuk Abi ataupun Baba! Tapi untuk kamu! Bagaimana mungkin lelaki soleh itu seperti Fathur, bagaimana pun lelaki baik akan mendambakan pernikahan semua karena Tuhan dan dia tidak mungkin berbicara mengenai syarat-syarat pernikahan!" Air matanya menetes mengingat semua Syarat yang di ajukan oleh Fathur.
"Biarkan Aku yang menderita! Biar saja Aku yang merana! aku tahu Fathur tidak sebaik yang Baba dan Abinya pikirkan, biarkan aku yang menelan lula. Aku tidak ingin kau yang merasakan kesedihan setelah menikah dengan Fathur, biarlah ini menjadi jalan ibadah ku!" Ucapnya kembali.
"Ya Tuhan!" Sahda melihat jam yang masih memutar cepat, waktu pun sudah menunjukkan pukul setengah tiga pagi. setiap detiknya pun di rasakan oleh Sahda dengan perasaan yang sangat Gundah, entah mengapa perasaanya sangat bercampur aduk.
"Ada apa dengan mu Sahra? Sungguh aku merindukan mu!" Ucap Sahda pelan, Sahda mencoba
"Ya Tuhan jagalah dia! Tolong lindungilah dia!" Ucapanya kembali, ia meraih ponselnya. Ia melihat semua akses untuk Sahra tidak lah dapat di raih, Sahra memblokir semua akses pada ponselnya.
"Ya Tuhan, mengapa dengan nya!" Ucap Sahda bertanya-tanya, ia mencoba menghubungi adiknya melalui panggilan suara. Tetap saja Sahra memblok akses itu, bahkan semua sosial media nya pun di blok. Sahda semakin merasa frustasi dengan keadaan ini.
Sahda merasa haus dan berpikir untuk membawa segelas air ke dapur, namun saat Sahda akan menuruni anak tangga, Sahda melihat pintu kamar milik adiknya itu terbuka dan seketika Sahda masuk. Sahda melangkahkan kakinya menuju meja belajar milik Sahra, di sana terlihat Sahra menyimpan foto mereka berdua.
"Sahra!" Ucapnya sembari menahan tangis.
"Aku benci perjodohan ini! Perjodohan ini membuat aku dan kamu berpisah? Kamu ingat mengenai janji kita? Kita tidak akan pernah bertengkar walaupun nanti kita menyukai satu lelaki yang sama! Aku mohon Sahra, Kembalilah!" Ucapnya sembari menangis terisak.
"Sahra! Aku harap kau mengerti! Aku menyayangi mu!" Hiks Hiks, Nada terisak keluar dari bibirnya. Sahda benar-benar merasa sangat sedih karena merasa kehilangan adiknya, "Aku merindukan mu Sahra! Kau benar-benar berubah semenjak kau mengenal Fathur! Kau seakan tak mau menganggapku saudara mu, bahkan terkadang hari-hari mu selalu kau habiskan bersamanya!"
Sahda mengingat pertengkaran pertama nya bersama adiknya, saat itu Sahda mengingatkannya untuk tidak berpacaran dengan Fathur. Sahda tahu walaupun banyak nya lelaki yang dekat adiknya, tak ada satupun yang berani mengajaknya berbohong. namun saat bersama Fathur, Sahra selalu membuat kebohongan.
Sahra pernah menaiki sebuah gunung bersama Fathur, yang Sahda tahu mereka pergi bersama-sama dengan teman-teman Fathur. Namun, saat itu Sahda hanya ingin Sahra berkata Jujur pada Baba serta Ummanya dan saat itu Sahra berbohong, Sahra berucap bahwa dirinya akan melakukan bakti sosial bersama kampusnya dan ternyata Sahra hanya pergi berdua bersama Fathur.
"Bisakah kamu jujur padaku?" Tanya Sahda, kalimat yang Sahda tanyakan serta pertengkaran diantara dirinya dan Sahra itu terlintas dalam ingatannya.
"Jujur? " Decih Sahra, "Jujur apa? Untuk apa?" Tanya nya kembali.
"Apa benar kau pergi bersama teman-teman Fathur? Ucok, Salim sama Rendi ada kok! bahkan Gita dan Sohwa pun ikut? Tapi kemarin aku melihat story sosial media Sohwa dia sedang berada di kota Banjar bersama keluarga besarnya! Bahkan, aku bertemu dengan Gita di sebuah Mall dan dia ... "
Kalimat yang sedang Sahda ucapkan itu di pungkas habis oleh Sahra seakan Sahra tak ingin bahwa kakaknya ikut campur dengan kehidupannya, "Udahlah, Lu mau nya gw kuper gitu?" Tanya Sahra.
"Enggak bukan gitu! Maksud aku, "
"Udah lah, gak usah ikut campur. Pergi, keluar dari dalam kamarku dan lupakan celotehan mu!" Tukas Sahra dengan nada yang sangat sarkas.
"Sahra! Kamu kenapa sih? Apa bisa sopan sedikit?" Tanpa mendengar dan menjawab kalimat yang sedang Sahda ucapkan, Sahra malah mendorong pelan tubuh kakaknya agar keluar dari dalam kamarnya.
"Sahra! Ya Tuhan! Aku lagi ngomong!"
Bug! Suara pintu di tutup paksa oleh Sahra, hingga angin dari pintu itu menerpa wajah Sahda. Tak hanya itu, Sahda juga pernah memergoki Sahra yang sedang berjalan di Mall tanpa hijab dan pulang ke rumah dengan santai seakan tak ada masalah.
Gaya ancaman Sahra itu sudah membuat Sahda ketakutan, "Kalau lu bilang sama Baba sama Umma! Habis lu! Gw mau kabur gak akan balik-balik lagi" Ancam Sahra dan Sahda terlihat takut jika hal itu terjadi dan benar hal ini terjadi sekarang, Sahda mengingat betul bagaimana ketakutannya saat itu dan benar hal itu terjadi saat ini, rasa kehilangan pun menggunung di benak Sahda.
Sahda mengusap lembut wajah adiknya yang berada di dalam sebuah foto yang di pegang olehnya, "Sahra! Maafkan Aku! Tapi aku akan tetap menikahi Fathur, dengan atau tanpa ijin darimu!"
Sahda pun mengingat bagaimana dirinya menghubungi Dendi, meminta Dendy agar membatalkan lamarannya. Karena sebelumnya Sahda mendengar percakapan Abqori dan Daud, Daud sangat berharap jika Sahda bisa mengubah sisi gelap Fathur.
Walaupun setahu Fathur abinya tak mengetahui kenakalannya, namun sebenarnya beberapa laporan mengenai kenakalan Fathur sudah sampai ditelinganya dan mengenai permintaan Sahda kepada Dendi, memang sangatlah di sengaja. Dendi pun mendengar permohonan Daud yang sangat ingin menikahi Fathut dan Sahda, Dendi mengalah karena rasa sayangnya pada Daud dan Fathur. Walaupun sebenarnya Dendi sendiri sangat lah mengagumi sosok Sahda dan Dendi melakukan itu karena baktinya terhadap Daud, Apalagi Dendi kecil yang tak merasakan pelukan Ayah selalu mendapatkan sebuah pelukan dan usapan kecil pada air matanya.
"Maafkan Aku Mas Dendi!" Ucap Sahda, "Aku akan menerima apapun konsekuensinya! Bagaimanapun dan seberapa sakit pun, InshaAllah aku akan melewatinya!" Ujar Sahda seorang diri.
"Sahda! Loh kok belum tidur?" Tanya Risna.
"Mm, Iya Umma. Umma sendiri kok belum tidur? Apa Umma membutuhkan sesuatu?" Tanya Sahda.
"Mmm Iya, Umma ... Mmm" Ucapan Risna sedikit terbata, matanya melirik ke kanan serta kekiri seakan sedang mencari alasan yang masuk akal.
"Umma pasti mengkhawatirkan Sahra kan?" Tanya Sahda, Risna terlihat membendung air matanya.
"Sahda!" Tanpa menunggu lama, Risna pun memeluk anak sulungnya. Risna menangis di dalam pelukan Sahda, "Umma tak mengerti mengapa dengan Baba mu! Umma sangat khawatir tapi Baba mu seakan tidak peduli!" Ucap Risna sembari menangis terisak.
"Apa karena Sahra bukanlah anaknya hingga dia begitu!" Ceplosnya, Risna pun membekap mulutnya menggunakan satu tangannya.
"Apa Umma?" Tanya Sahda sembari menatap wajah ibunya.
"Umma?" Tanya Sahda kembali, Risna terdiam dan hanya menangis.
"Tidak Umma, dia adik kandungku kan?" Tanya Sahda.
"Pernahkah Sahda berpikir jika Sahda dan Sahra tidaklah mirip?" Tanya Risna, Sahda mengangguk. Risna menatap lekat mata Sahda, "Karena dia bukanlah anak Umma dan Baba! Dia bukan darah daging kami nak, makadari itu Umma tidak heran jika sikapnya tak sebaik dirimu! Dia keras, dia seakan seperti batu dan Umma sudah sadari hal itu sedari lama." Sambungnya.
"Lalu Sahra anak siapa?" Tanya Sahda.
"Nanti di saat Umma sudah siap, Umma akan menceritakan pada mu dan padanya! Ini yang membuat Baba bingung saat akan menikahkannya, siapa wali nya? Siapa yang duduk di hadapan calon mempelai prianya! Umma tak tahu dan Umma begitupun Baba sedang memikirkan hal itu!" Jelasnya kembali.
"Umma, Sahda tau Umma pasti sedang merasa bingung! Sahda harap Umma baik-baik saja!"
"Maafkan Umma baru cerita sekarang! Umma ... "
Sahda mencium kedua tangan ibunya, "Umma, Hentikan! Biar nanti saja ceritanya, sekarang Umma kembali ke kamar dan istirahatkan tubuh Umma. Sahda Mohon!" Ucaonya pelan, Risna mengangguk dan Sahda mengantarkan ibunya hingga masuk kedalam kamar pribadinya.