Drrt ... Drrt... Ponsel Sahra bergetar hebat, Sahra yang memang sedang bersama Fathur itu terlihat kaget saat melihat siapa yang sedang mencoba menghubunginya.
"Mas Andi!" Ucap Sahra dalam hati, entah mengapa Andi menghubungi Sahra melalui nomor ponselnya. Andi yang juga kakak angkat Fathur ini, terlihat beberapa kali menghubungi Sahra.
"Siapa?" Kata Fathur bertanya.
"Bukan siapa-siapa Mas! Eh Mas, Kak Sahda gak akan curiga gitu kalau kita pergi barengan lagi?" Tanya Sahra balik.
"Gak tau juga sih, biarin lah lagian." Sahut Fathur, "Kopi nya kurang enak!" Keluh Fathur, Sahra terlihat memfokuskan dirinya pada ponsel miliknya.
"Sayang! Kamu lagi apa sih?" Tanya Fathur sembari menarik sebelah tangan milik Sahra, "Katanya pingin Ngopi bareng Mas Fathur, udah ada malah sibuk! Tau gitu ajak aja Sahda sekalian, biar Mas gak merasa di cuekin!" Tambah Fathur, Sahra segera menatap wajah Fathur dengan tatapan penuh keheranan.
"Mas Andi menghubungi ku!"
"Ada apa dia menghubungi mu?" Tanya Fathur terkejut.
"Dia bertanya apakah aku masih memiliki perasaan untuk mu? Dia juga bertanya mengapa aku semudah itu merelakan mu? Emang Mas Andi tahu ya hubungan aku dan kamu sejauh mana?"
"Enggak tahu! Aku gak cerita, kayanya sih Mbak Citra yang cerita. Dia kan pernah lihat aku boncengin kamu pakai motor, terus Mbak Citra juga pernah lihat kita di Mall bareng!" Sahut Fathur, Sahra mendengus kesal dan merasa tidak menyukai sosok Citra.
Sahra pun terlihat terdiam tanpa mengatakan apapun, Fathur mencoba melambaikan tangannya dan mencoba menyadarkan lamunan Sahra. Di dalam hatinya Sahra pun berkata, "Coba aja kalau Abi kamu gak minta sama Mas Dendi buat tarik lamarannya dan gak minta kamu buat gantiin Mas Dendi! Mungkin saat ini Mas Dendi sama Sahda yang lagi sibuk siapin acara pernikahan!" Sahra sangat kesal dengan sosok Daud yang selalu memimpikan Sahda menjadi menantunya, Sahra merasa iri dengan keadaan ini. Apalagi di depan matanya tadi, pujian-pujian yang di lontarkan Daud dan Una untuk Sahda sangat terdengar jelas di telinga Sahra.
"Sahra? Kenapa sih?" Tanya Fathur.
"Eh Enggak Mas! Sahra lagi mikirin aja, nanti kamu nikah sama Sahda, serumah, punya anak, terus hidup bahagia! Ya semacam gak rela gitu!" Keluh Sahra, ia sedikit berkelit dan mencoba mencari perhatian Fathur.
"Aku tuh berharapnya punya anak sama kamu lagian! Mm, ya semoga aja Tuhan menjodohkan kita! Entah kapan aku pun gak tahu tapi aku janji sama kamu, aku gak akan sampai punya anak dari Sahda!" Tanpa berpikir apapun kalimat Fathur ini di ucapkan olehnya dengan sangat lantang, Sahra tersenyum menanggapi kalimat yang di ucapkan oleh Fathur dan sebenarnya diam-diam hubungan mereka memanglah sudah sangat jauh.
Diam-diam Sahra dan Fathur pernah melakukan hubungan badan dan itu terjadi bukanlah hanya sekali ataupun dua kali, Sahra sudah memberikan seluruh hati dan raga nya untuk Fathur. Dia memberikan itu karena dirinya sangatlah mencintai Fathur dan Fathur pun sebaliknya, Sahra menarik tangan Fathur lalu mengecupnya dengan pelan.
"Kalau gitu gak usah tunggu satu tahun menikahi Sahda! Kelamaan buat aku nunggu kamu!" Keluhnya, "Ya maksimal 6 bulan lah!" Tambahnya kembali.
"Enggak bisa, nanti keliatan banget sayang!" Tukas Fathur, "Sabar ya! Cinta aku cuma buat kamu kok!" Ujar Fathur menyusul.
"Ya sudah, aku sih bisa aja sabar. Asalkan jangan mesra-mesraan di depan Aku aja!" Sahra berucap dengan nada yang sangat manja, Fathur tersenyum dan mencubit pipi Sahra.
"Makasih ya Sayang, makasih udah pengertian banget sama aku!" Ucap Fathur kembali.
Di tempat lain, Sahda yang baru saja keluar dari dalam rumah dan akan pergi menuju Klinik itu terlihat memikirkan keadaan Fathur dan Sahda. Berulang kali Sahda berpikir bahwa apa yang di ucapkan oleh Siti tidaklah benar, Sahda mencoba melupakan keadaan dari hubungan calon suaminya dan Adiknya.
"Tinggal 3 minggu lagi, dan setelah itu pernikahan aku dan Fathur akan berjalan dengan sangat lancar! Aku yakin Sahra tidak akan mengecewakan aku!" Ucapnya sembari mengendarai sebuah mobil, jalanan di depannya terlihat sangat macet. Sahda pun kembali memfokuskan dirinya untuk tetap mengendarai mobil, air matanya menetes tanpa sebab saat itu juga.
"Ya Tuhan, apa aku mengantuk?" Ucap nya sembari menyeka air mata yang jatuh membasahi pipinya, "Tapi tidak ah, aku tadi sudah mandi dan meminum air yang sangat segar." Ia mencoba melupakan perasaan gundah yang berada di dalam hatinya itu.
Tin Tin...
Suara klakson mobil di belakangnya mencoba menyadarkannya, "Ya Tuhan, Lampu Ijo!" Gumam Sahda, Ia pun segera menekan pedal Gas kembali.
Sesampainya di halaman parkiran, Sahda segera keluar dari dalam mobil. Sahda pun berjalan masuk ke dalam klinik, "Bu Bidan?" Panggil seseorang dari luar gedung klinik, Sahda menoleh.
"Ya Ampun Citra! Kok kesini!" Ucap Sahda sembari tersenyum, "Kamu mau periksa?" Tanya nya kembali, Sahda pun memberikan pelukan untuk Citra dan tak lupa mengecup pipi kanan dan kiri milik Citra.
"Iya sebenarnya tadi mau cerita, tapi kan kamu sibuk Fitting!"
"Iya udah masuk yu!" Ajak nya pada Citra, sebenarnya Citra menemui Sahda untuk mengajaknya berbincang santai. Tentunya Citra tak ingin jika Sahda melanjutkan pernikahan ini, walaupun Citra terlihat mendukung namun, Citra tahu bahwa pernikahan Sahda dan Fathur adalah pernikahan yang hanya bersifat sementara.
Citra lebih memilih Dendi lah yang menjadi Calon suami Sahda, namun saat ini Citra merasa bingung saat akan memulai pembicaraan bersama Sahda.
"Kamu udah telat berapa minggu Cit?" Tanya Sahda.
"Mm, belum sih. Aku kesini emang pengen ketemu kamu aja!" Ucapnya pelan.
"Ya Tuhan, tahu gitu aku gak akan ke Klinik."
"Iya kata Umma sebenarnya kamu gak ada kerjaan di Klinik, tapi katanya kamu lagi sumpek aja!" Sahut Citra, "Ya Udah kita ke tempat kopi Yuk! Sambil ngobrol, sambil ngopi kan enak!" Ajak Citra.
"Mm, boleh kalau gitu." Ucapnya sembari menganggukkan kepalanya, Sahda pun segera mengajak Citra untuk masuk kedalam mobil dan segera pergi ke tempat yang di tuju oleh mereka.
"Eh ini tempat kopi nya dimana?" Tanya Sahda.
"Di Jalan Anggrek Aja Sahda, ingat gak waktu jaman nya kuliah aku sering banget minta anterin beli kopi ke situ?" Sahda menoleh dan menganggukkan kepalanya sembari tersenyum.
"Sumpah ya kalau ingat sama itu tuh aku suka senyum-senyum sendiri, kita beda Universitas. Ya notabene aku kan Bidan dan Univ nya jauh banget! Tapi selalu nyempetin buat ketemuan sama kamu! Atau kamu, kamu yang dulu selalu sibuk seminar tapi masih sering sempetin buat menghubungi aku! Ah the best deh Citra ini!" Puji Sahda, Senyuman Sahda terlihat sangat lebar.
"Sahda kamu bahagia ya bisa nikah sama Fathur?" Tanya Citra, "Ya aku tahu dulu kamu sempet cerita kan suka sama dia!" Sambungnya.
Wajah nya berseri, Sahda terlihat seakan merasa tersipu malu dan Sahda menjawab hanya dengan anggukan serta tatapan yang sangat lekat. Citra merasa tidak tega saat ingin membicarakan maksud dan tujuannya menemui Sahda, Citra pun kembali mengurungkan niatnya.
"Citra tahu gak, kalau ini salah satu doa aku sama Tuhan! Aku gak nyangka aja gitu kalau Tuhan mengabulkan doa aku 6 tahun lalu! Padahal aku nyaris lupa, aku cuma berharap kalau Mas Fathur bener-bener bisa bawa aku menjadi istri yang Solehah!" Ujar Sahda.
"Mm, Aamiin Sahda. Aku pasti selalu kasih doa sama kamu, semenjak Mama aku meninggal cuma kamu loh yang selalu bikin aku tersenyum!" Citra memegang sebelah tangan Sahda, rasa sayang sebagai sahabat itu terlihat sangatlah tulus.