Air Mata Sahda - Chapter 13

1432 Kata
Setelah acara fitting pakaiannya selesai, Daud meminta Fathur mengantarkan Sahda untuk pulang ke rumahnya menggunakan mobil miliknya. Namun Sahda menolak, ia tak ingin berada dalam satu mobil bersama Fathur saja. Alasannya tidak ada yang mengawasi mereka berdua dan saat itu Fathur menyarankan Sahra untuk ikut bersama dengannya dan Sahda, Sahda pun terlihat menyetujui saran dari Fathur. Dan kini, mereka sudah berjalan bersama menuju tempat Fathur menyimpan mobil. Daud dan Abqori beserta keluarga lainnya berjalan beriringan di belakang anak-anaknya, sepertinya diantara Abqori sendiri sudah melupakan gosip-gosip yang beredar mengenai hubungan Fathur dan anak keduanya. "Silahkan," Ucap Fathur sembari membukakan pintu samping yang akan di duduki oleh Sahda dan Sahra sendiri terlihat duduk di belakang kemudi, Sahra terbakar api cemburu saat melihat Fathur membukakan pintu untuk Sahda. Matanya mendelik kesal dan Fathur memperhatikan delikkan mata Sahra melalui kaca spion yang berada di hadapannya, "Maafkan aku Sahra!" Ucap Fathur di dalam hati. Berbeda dengan Sahra, "Caper depan keluarga! Hah Bulshit!" Pekiknya dalam hati, mobil pun melaju dengan sangat cepat. Didalam perjalanan, tak sepatah kata pun kalimat di ucapkan oleh Fathur. Wajahnya pun terlihat sangat datar, namun Sahda berpikir bahwa Fathur sedang memfokuskan dirinya di dalam kemudi. Sahda pun terdengar memanggil Sahra dengan pelan, "Sahra!" Panggil Sahda untuk Adiknya, Sahra seketika itu menoleh dan menatap wajah sang Kakak. "Ada apa kak?" Tanya Sahra. "Tadi pakaian pengantinnya bagus gak?" Tanya Sahda balik memastikan, Sahda tak berniat memanasi adiknya. Justru Sahda selalu meminta saran jika dirinya akan mengenakan pakaian apapun dan bagi Sahda, Sahra adalah wanita yang sangat super modis dan tahu bagaimana uniknya sebuah desain. Sahra pun menjawab dengan nada yang terbata-bata, "Mm, Mm, Kalau buat Sahra sih bagus. Lagian warna nya pas buat kulit Kak Sahda, Navy Gold kan baju setelah akad nya?" Sahda mengangguk, "Baju ketiga aku sengaja pilih warna abu Gold. Karena, kata Umi Abu kesukaan Mas Fathur!" Ucap Sahda. Fathur menyela kalimat Sahda, "kamu mau tau gak kenapa aku suka warna abu?" Tanya Fathur, "Kenapa?" Tanya Sahda. "Karena hidupku selalu Abu-abu, kadang hitam legam namun terkadang putih kusut!" Jawabnya, Sahda mengerutkan dahinya. Ia tak mengerti dengan kalimat kiasan yang di berikan oleh Fathur untuknya, "Gak ngerti? Gak usah ngerti deh Sahda, Aku aja bingung ucapin nya!" Ucap Fathur kembali bernada seru. Sahda terlihat terdiam dan merenungi maksud yang di ucapkan oleh Fathur, "Udah lupain aja! Aku becanda kok!" Sahut Fathur kembali, hati Sahra malah tertawa melihat wajah kikuk yang di tunjukkan sang kakak. Ia pun menatap jalanan yang sedang di lewati olehnya, lalu tersenyum dengan sangat lebar. "Tau diri dong lu! Dia milik gw bukan milik lu!" Ucapnya dalam hati dengan sarkas itu ditujukan untuk kakak nya sendiri, entah bagaimana jalan pikir dari Sahra. Entah mengapa Sahra sangat membenci Sahda dan entah bagaimana Sahra berpikir jika Sahda orang yang selalu rendah di matanya saat ini. Padahal sebenarnya dulu, Sahra adalah orang pertama yang selalu melindungi Sahda. Beberapa menit pun berlalu kembali tanpa pembicaraan diantara Sahda dan Fathur begitupun dengan Sahra yang terdiam dan hanya menatap jalanan ibu kota, Mobil pun telah sampai di depan halaman rumah. Sahda keluar dari dalam mobil sendiri, sebelumnya Sahda menunggu namun Fathur memintanya untuk keluar saja sendiri. Sahda tak berpikir apapun, ia keluar dari dalam mobil seorang diri. Setelah Sahda keluar dari dalam mobil, Sahra mengikuti langkahnya namun ia menghentikan sedikit langkahnya dan berbicara dengan lantang, "Bagus banget gak pamer kemesraan depan aku, kamu lelaki yang baik!" Serunya sembari tersenyum, Sahda melihat raut wajah Sahra dan Fathur yang tersenyum bersama. Setelah Sahra keluar, hati Sahda ingin sekali bertanya, ada apa dengan kalian ini. Namun, lagi dan lagi tak ada keberanian di dalam hatinya untuk bertanya. Fathur pun ikut keluar dari dalam mobil, "Mas mau masuk dulu?" Tanya Sahda sembari memegang tas nya, rasa gugup itu selalu hinggap kala Sahda berbincang dengan seorang lelaki. "Enggak! Aku langsung pulang." Jawab nya datar, "Aku pamit salam nanti sama Baba dan Umma!" Tambahnya kembali. "Mm, Iya mas!" Sahut Sahda sembari tersenyum. Setelah berpamitan Fathur pun masuk kembali kedalam mobil, Sahda menunggunya hingga dirinya beserta mobil yang dikendarainya hilang dari pandangan. Dan tak berselang lama, mobil yang dikendarai Abqory pun berpapasan bersama mobil Fathur. Fathur terlihat membuka kaca dan berpamitan kepada Abqory, Abqory pun mengiyakan pamitan yang Fathur ucapkan. Sahda masih terdiam terpaku hingga ayah dan ibunya keluar dari dalam mobil miliknya, "Loh kok bukannya masuk?" Tanya Risna. "Mas Fathur kan baru aja pergi Umma, Sahda gak mungkin masuk kalau mobil nya Mas Fathur belum hilang dari pandangab Sahda!" Jawab Sahda di sambut senyuman oleh Ayahnya. "Calon istri solehah nya Baba dan Umma ini, beruntungnya Baba miliki kamu. Ingat sayang, kalau kamu patuh terhadap suami mu, kamu membantu Baba dan Umma mendapatkan pahala dari Tuhan yang maha kuasa dan jika seorang istri menuruti keinginan suaminya dan selalu menjadikan suaminya orang pertama di dalam kehidupannya, dan menuruti perintah-perintah yang di ucapkan Tuhan atas nama suaminya, kamu akan masuk ke dalam surga dari pintu manapun!" Jelas Abqory sembari menunjukkan senyuman. "Aamiin Baba, Insha Allah Sahda akan menjadi istri yang diamanati oleh Baba dan Umma. Sahda cuma minta doa dari Baba dan Umma ya, semoga Sahda kuat dan diberikan kemampuan untuk menjalani nya!" Ucapnya dengan pelan, Abqori berjalan bersama Risna dan Sahda. Ia merangkul keduanya, "Baba sangat bahagia memiliki kalian dan memiliki Sahra! Kalian semua perempuan-perempuan Hebat!" Timpal Abqory sembari tetap tersenyum. "Eh Sahra kemana?" Tanya Abqori. "Kayanya tadi masuk duluan Baba," Jawab Sahda. Sahda mengira jika Sahra sudah masuk kedalam rumah terlebih dahulu, tapi sebenarnya Sahra berjalan melalui jalan belakang. Kebetulan rumah Abqori ini tersimpan di dekat belokan kompleks, Sahra memanjat pagar samping dan kembali masuk kedalam mobil Fathur. Mereka berniat untuk pergi bersama-sama untuk menghabiskan waktu bersama dan saat itu Sahda keanehan, ia melihat pintu yang masih terkunci. Sahda pun mengetuk pelan, "Bi Siti, Sahra!" Panggilnya, Abqori maupun Risna pun menatap aneh kearah Sahda. "Kalau Sahra sudah masuk, kenapa dikunci lagi nak?" Tanya Abqori. "Mm Iya sayang," Timpal Risna. "Gak tau Umma, Sahda sih mikirnya udah masuk. Soalnya tadi dia keluar dari dalam mobil bareng sama Sahda," Sahut Sahda mencoba meyakinkan kedua orang tua nya, walaupun Sahda sendiri merasa sangat kebingungan dengan sikap adiknya itu. Sahda terus menerus memanggil Siti, "Bibi Siti," Panggilnya berulang karena kondisi Bel yang sering macet otomatis Sahda hanya mampu berteriak pelan dan mengetuk pintu utama yang berbahan kaca itu. "Iya Non, sebentar!" Sahut Siti sembari berjalan. Pintu pun di buka oleh Siti, "Maaf ya Non, Bu, Bapa saya lama buka pintu lagi masak barusan!" Sahut Siti sembari tersenyum manis. "Gak apa-apa Bi, Sahra kok main kunci aja sih kan kakaknya belum masuk!" Protes Abqori. "Non Sahra pak?" Tanya Siti. "Iya, Sahra sudah masuk kan?" Tanya Risna menimpali kalimat Abqori, wajah Siti maupun keduanya terlihat kebingungan apalagi dengan Sahda yang saat ini jantungnya berdetak hebat. "Saya gak bukain pintu untuk Neng Sahra, Ibu." Ucap Siti "Lah dia kemana dong kalau gitu?" Tanya Abqori. Risna menatap wajah Sahda, "Kamu yakin si Sahra ini udah keluar dari dalam mobil Fathur?" Tanya nya kepada Sahda. "Udah Umma, Sahda keluar duluan terus Sahra nyusul keluar." Jawab nya. "Sudah jangan di pikirkan mungkin Sahra tadi keluar saat Fathur berbincang dengan Sahda!" Sahut Abqori yang berusaha berpikiran positif terhadap anak keduanya. "Ya Umma, mungkin seperti itu." Jawab Sahda, wajah Siti terlihat cemas. Siti berpikir jika Sahra menaiki tangga yang ada di samping rumah dan pergi melalui pagar yang berada di samping rumah itu, Siti pun menunggu semua anggota keluarga itu masuk kedalam kamar masing-masing dan setelah itu Siti terlihat berjalan menyusuri luar rumah lalu mendapati sebuah tangga kecil yang di pakai oleh Sahra untuk memanjat pagar pembatas jalanan dan halaman rumah milik Abqori. "Mmmmm, Sudah ku duga! Aneh, adik kok jahat banget sama kakak nya padahal Non Sahda mah baik! Ya ampun Gusti lindungi Neng Sahda atuh Ya Tuhan, kasihan bibi Mah!" Ucapnya sembari mengelus dadanya. "Makasih ya bi udah doain Sahda!" Ucap Sahda yang berdiri di belakang Siti, Siti menoleh kearah suara Sahda. Seketika itu Sahda memeluk Siti dan menangis di dalan dekapan Siti, "Sabar ya Non, Allah maha tahu Non. Mudah-mudahan aja mereka Insyaf secepatnya, " Ucap Siti sembari mengusap punggung milik Sahda. "Aamiin Bibi, bibi lagi masak kan? Awas lupa," Ucap Sahda sembari menyeka air matanya yang menetes sedikit demi sedikit. "Oh Iya, ayok Non temani bibi. Tadi sih bibi matikan dulu kompornya," Ajak Siti, Sahda pun mengikuti langkah Siti. Di dalam benaknya ia berucap, "Ya Tuhan, Lindungilah adik ku serta calon Imam ku! Berikanlah mereka hati yang baik hingga mereka tahu bahwa yang mereka lakukan itu adalah keburukan dan semoga mereka gak berbuat yang aneh-aneh!" Ujar Sahda sembari mencoba menguatkan dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN