Air Mata Sahda - Chapter 3

1256 Kata
Pada Malam itu Abqori mendapat telepon penting dari Dendi sebagai calon yang ingin melakukan ta'aruf dengan Sahda, Sahda dan ibunya sendiri sedang berada di ruang tamu. Menonton bersama sembari berbincang hangat. Terlihat sekali jika kabar yang di dapat Abqori sedikit membuat nya kecewa, Abqori pun memilih berbicara di luar rumah dan berniat menjauhkan raut wajah kecewa itu dari anak dan istrinya. "Umma, Baba kenapa ya?" "Gak tau, sudah lah... Mungkin ada hal penting!" "Ah Sahda tahu, palingan juga Mas Dendi mau membatalkan lamaran nya untuk Sahda kan?" Tanya Sahda, raut wajahnya begitu sangat serius. Ceklek.. "Assalamualaikum!" Sapa Sahra yang sedari sore tadi pergi entah kemana, Sesudah Sahra mengusir Sahda dari dalam kamarnya. Ia pergi entah kemana, orang tua nya pun seakan sudah tak bisa lagi berbicara. Sahda dan Sahra sangatlah berbeda, sifatnya pun berbalik seratus delapan puluh derajat. Sahra selalu berpergian meskipun tanpa ijin Orang tuanya dan saat ia pulang, wajah kesal selalu ditunjukkan olehnya. "Waalaikum salam!" Balas Sahda dan ibunya bersamaan, tanpa menatap wajah keduanya, Sahra memilih untuk langsung masuk kedalam kamarnya. Abqori pun membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, sepertinya Abqori sudah selesai berbincang dengan Dendi. Ia duduk di hadapan anak gadis nya dan juga istrinya, wajahnya terlihat muram dan tak bersemangat. "Baba, kenapa?" Tanya Sahda. "Mmm begini Nak! Mmm" Abqori sepertinya terlihat sedang berpikir, Sahda menaikan alisnya seraya bertanya mengenai kegundahan sang Ayah. "Suami ku apakah permasalahan nya rumit hingga terlihat keringat bercucuran di dahi mu?" Tanya Risna yang terlihat mengkhawatirkan suaminya. "Mmm begini, Dendi memberitahu bahwa dirinya tidak bisa pulang ke Indonesia untuk waktu dekat hanya untuk mengikat Sahda dalam ikatan pertunangan saja atau mengkhitbah Sahda. Di sana dia mendapatkan pekerjaan yang luar biasa dan di sana sedang terjadi wabah jadi, tidak memungkinkan jika dia secepatnya pulang!" Ucap Abqori. "Dia mengundurkan diri dan meminta maaf yang sebesar-besarnya pada Baba dan dirimu!" Sahda menundukkan kepalanya, lagi dan lagi ia berpikir akan kegagalan proses pernikahan. Sahda benar-benar sudah berpikir dengan hal ini, lamaran dari Dendi untuknya pasti akan gagal kembali. "Baba, nanti Sahda pasti menikah kok!" Sahda mencoba meyakinkan Abqori, "Biarkan Sahra saja dulu yamg menikah, Sahda yakin itu hanyalah Mitos!" Sambungnya kembali. "Bukan masalah nya Mitos nak, tapi Baba ingin sekali melihat mu menikah. Siapa tahu usia Baba tidak lama lagi, Baba sudah bisa menikahkan kamu kan!" Ucapnya bernada sendu. "Baba, Baba pasti sembuh.. Sehat lagi dan Baba bakalan tua bareng Sahda, Umma, Sahra dan nantinya cucu-cucu Baba bangga karena bisa memiliki kakek yang baik seperti Baba!" Ucapnya. "Terimakasih sayang! Tapi kau tak perlu khawatir, Baba akan berbicara dengan Abi Daud. Tadi Dendi bilang kalau Dendi sudah bilang kepada Abi Daud, bahwa dirinya sudah membatalkan lamaran terhadap mu!" Jelasnya, Sahda semakin risau saat mengetahui bahwa Fathur lah calon keduanya. "Mmm, apa tidak di ganti saja sama yang lain Ba?" Tanya Sahda. "Mmm tidak sepertinya, Saat Mama nya Dendi mengajak Baba dan Umma mu berbesanan, Abi Daud juga memikirkan hal yang sama!" Ujar Abqori, "Tapi Abi Daud mengalah karena Umi Esih lah yang terlebih dahulu melamar mu!" Ujar Abqori. "Baiklah, " Sahda menundukkan kepalanya. "Sahra dari mana tadi? Dia pulang jam 9 malam, mau jadi apa dia itu. Selalu saja membantah peraturan yang Baba buat!" Sahda pun memindahkan duduknya tepat di samping Abqori, ia mengusap lembut tangan Baba nya. "Ingat jantung Baba belum pulih, ini sudah jam setengah sepuluh malam. Baba dan Umma tidur ya, Sahda juga mau tidur ini." Sahda membujuk Ayahnya, Ayahnya pun tersenyum dan segera beranjak untuk masuk kedalam kamar. Di ruang televisi, kini Sahda tinggal seorang diri. Ia terhanyut dalam diam nya memikirkan perjodohan yang di rangkai ayah dan orang yang berjasa dalam kehidupannya yaitu Abi Daud, Daud adalah guru pesantren yang juga Ayah Fathur. Daud sangatlah menyayangi Sahda, kepribadian Sahda lah yang membuat Daud menyayanginya. Selain sabar, Sahra juga menjadi wanita yang penyayang. Beberapa murid di dalam pesantren nya sangat dekat dengannya, keponakan Fathur serta kakak kandung dan kakak ipar nya pun mengenal sosok Sahda. Mereka mengagumi sosok wanita berkulit putih itu, bagi mereka Sahda adalah bidadari yang diturunkan Tuhan untuk lelaki yang menjadi suaminya kelak. Mengapa mereka berpikiran seperti itu, itu semua karena Sahda terlihat mampu menjaga pandangannya. "Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan sosok lelaki yang sudah sangat dekat dengan adik ku sendiri! Sahra sangat mencintainya dan aku tahu itu!" Ungkap Sahda dengan pandangan lurus ke depan, beberapa kali Sahda melihat jika Fathur selalu mengantar, mengajak hingga memberikan perhatian pada adiknya. Daud sebagai Ayah dari Fathur pun tak mengetahui bagaimana sisi buruk anaknya, bukan hanya menjalani pacaran di belakang ayah dan ibunya. Fathur juga sering meminum-minuman keras, Fathur juga selalu bermain wanita saat dahulu semasa SMA. Sahda pun sempat menolak cinta dari Fathur, lalu Fathur mendekati Adiknya dan saat itu Sahra terpincut dengan buaian Fathur. Sungguh kebingungan itu menyelimuti hati seorang Sahda, "Ya Tuhan, aku bingung. Jika aku berbicara kepada Baba permasalahan ini, aku takut Baba malah melarang Sahra bersama Mas Fathur! Tapi jika tidak, Baba akan tetap menikahkan ku! Ya Tuhan.... Bagaimana ini! " Ucap Sahda dalam hati, Ia benar-benar merasa bingung dengan keadaannya saat ini. Satu minggu pun berlalu, Sahda sedang menata barang-barangnya di atas kasur. Sahda memang seorang bidan, di usia nya yang masih sangat muda. Sahda sendiri sudah memiliki gelar sebagai Bidan dengan nilai yang sangat tinggi, bahkan Sahda bekerja di sebuah klinik yang lumayan besar di kota Bandung. Kabar demi kabar pun sudah berhembus di telinga Sahda, Daud dan Abqori sudah menata tanggal untuk acara khitbah yang akan di lakukan Fathur untuk Sahda. Fathur sendiri sudah menyetujui pernikahan ini, entah bagaiman itu bisa terjadi. Tanpa memikirkan perasaan Sahra, Fathur memutuskan hubungannya bersama Sahra dan memilih menuruti keinginan Abi dan Umi nya. Hal itu pun sudah Sahda ketahui dan Sahra sendiri sudah mengetahui hal itu, dan pagi itu Sahra mendatangi Sahda yang sedang berada di dalam kamarnya. "Kamu udah denger kabar kan? " Tanya Sahra. "Mm iya, maafin aku Sahra. Aku gak bisa menolak keinginan Abi, maafin Aku!" Ucapnya. "Udah aku duga kok! Lagipula gak akan selamanya saudara itu bisa baik!" Celetuk Sahra, "Banyak kok Saudara yang mau menyaingi Saudara nya sendiri!" Tambahnya bernada ketus. "Maaf Sahra, aku sendiri gak berniat gitu kok!" Balas Sahda kembali. "Ah sudahlah, terserah!" Brugh.. Suara pintu kamar yang di tutup secara paksa itu terdengar berbunyi dengan sangat keras hingga Sahda menutup matanya sebelah, Sahda tak tahu lagi bagaimana kondisi keadaan persaudaraan nya yang sangat hancur saat ini. Yang ia tahu adalah bagaimana berbakti dan menuruti keinginan Baba dan Umma nya. Ia memilih untuk segera mengemasi barang yang harus dibawanya untuk bekerja, berjalan dengan perasaan yang was-was, menuruni tangga dengan perasaan yang hancur kala menatap mata adik kandungnya yang sedang menatapnya sinis. "Umma, aku berangkat dulu!" Pamitnya sembari mengecup punggung tangan serta kedua pipi dan dahi Umma nya. "Hati-hati ya Nak, kata Baba nanti Baba jemput!" Ucap Risna. "Oh Iya Umma, Baba udah pergi duluan ya ke kantor" "Iya, tadi buru-buru katanya! Ya udah ini buat makan siang, udah Umma tata rapih sayang!" Sahda tersenyum karena melihat Umma nya membekali sekotak makan siang untuknya, Sahda pun segera pergi karena supir angkutan online sudah menunggu sedari tadi di depan pagar rumahnya. Selama perjalanan, Sahda benar-benar memikirkan perkataan yang di lontarkan adiknya. Kalimat nya sungguh menyakitkan, Sahda meneteskan air matanya. Ting! Ponsel nya berbunyi. "Selamat beraktifitas Sahda anak Baba!" ~ Baba. "Terimakasih Baba, I Love You more and more. Semoga Baba sehat selalu, Sahda sayang Baba" ~ Balasan Sahda untuk ayahnya. Pesan yang dikirim Abqori membuatnya sedikit bahagia, Ia membaca lalu membalas pesan tersebut dengan senyuman lebar di wajahnya. Entahlah, baginya Mood nya kembali dengan sangat baik saat Ayahnya memberikan pesan tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN