Menginap di Rumah Pria asing

1289 Kata
Awal pertemuannya dengan Mutiara Cantika, telah membuat Malvin harus membawanya ke Rumah sakit. Meski awalnya Malvin tak menyadarinya, namun sejak menunggu Ara di rumah sakit, Malvin mulai nemerhatikan Ara dengan seksama. Mutiara Cantika, memiliki tubuh yang sangat ramping. Kulitnya yang putih sama sekali tak memperlihatkan bahwa dirinya orang susah! Saat Ara masih pingsan, Malvin sama sekali tak meninggalkannya di ruang IGD. Hanya saja, Anak itu menunggunya dengan mengantuk. Awalnya Malvin mengira jika Ara adalah mahasiswa di kampusnya, namun dugaannya salah. Ara adalah pekerja fotografer yang membantu mengabadikan momen wisuda di Kampusnya. Hingga Malvin harus bertanggung jawab atas ulahnya, dengan membawa Ara ke rumah sakit. Tubuhnya yang ramping, serta wajahnya yang polos tanpa riasan, mebuat Ara terlihat lebih muda dari usianya. Seperti yang saat ini di rasakan oleh Malvin. Pria muda itu terperangah sejak tadi, karena baru saja mengetahui usia Ara yang sebenarnya. Malvin bahkan menelan salivanya, karena teringat sikap tak sopannya pada Ara. Apalagi, ketika ia menatap Ara yang masih tertidur dan merenggangkan tangannya. Ia ingat betul bahwa Ara tak mengenakan Kaos, ia hanya mengenakan Bra. Sebelum Ara terbangun, Malvin memilih pergi ke kamarnya agar tak membuat Ara kehilangan muka. Namun begitu, Malvin lebih dulu mengecek kamar mandinya yang memperlihatkan sebuah kaos oblong berwarna hitam, tergantung di tempat gantungan handuk. "Ah, sial! Ini pasti karena bajunya terkena mutahanku! Lo bener-bener memalukan, Vin!" Pria itu merutuki dirinya sendiri, karena membuat baju Ara jadi kotor. Malvin lalu berencana untuk mengecek baju Ara yang menggantung apakah sudah kering atau belum. Namun siapa sangka, kaos milik Ara justru malah terjatuh lagi di atas westafel dan membuatnya sedikit basah kembali. Malvin lalu menggerutu merutuki dirinya, dan menggantung kembali kaos itu. "Gue harus masuk ke kamar! Kalau dia tau Gue yang jatuhin ini, dia pasti bakal ngereog!!!" Malvin lalu terbirit ke kamarnya, setelah menggantung kembali kaos milik Ara. Karena tidak ada orang lain di rumahnya, Malvin membiarkan Ara agar tidur sampai ia bangun. * Kini hari semakin siang. Waktu telah menunjukkan pukul 10, sementara dari sudut lain terlihat Ara sedang meregangkan tubuhnya. Benar. Dia mulai terbangun dari tidurnya yang cukup pulas. Samar-samar Ara menatap ruangan yang asing di matanya, tak lama setelah itu Ara segera menegakkan tubuhnya, begitu menyadari bahwa dirinya ada di rumah orang. Namun ketika ia memposisikan tubuhnya menjadi tegap, tiba-tiba selimut yang menutupi dirinya ikut jatuh dan membuat dadanya terekspos. "Ah, sial! Aku lupa. Kaos-ku" Wanita itu beralari terbirit menuju ke kamar mandi, untuk mengambil kaos-nya. "Yah, kok belum kering sepenuhnya sih?" Terlihat Ara kecewa, karena kaosnya tak kunjung kering. Namun, mau tidak mau akhirnya Ara tetap memakainya dari pada harus bertelanjang. "Tapi siapa yang nyelimutin Gue? Jangan-jangan...." Pikir Ara, berdiri di depan cermin toilet sambil memegang selimut. "Nggak tau ahk! Aku harus pergi dari sini!!!" Tak mau menunggu lama lagi, Ara akhirnya keluar. Sejenak Ara berhenti, menatap ranjang tempat Malvin tidur semalam. Ranjang di depan tv itu terlihat kosong, yang menunjukkan bahwa Malvin sudah bangun lebih awal dari Ara. "Sial, kalau dia yang pakein Gue selimut, dia pasti melihat tubuh atas Gue!!!" Umpat Ara, dengan tangannya sibuk memungut tas dan juga jaketnya. Wanita itu pergi begitu saja dari rumah Malvin. "Tunggu!" Namun begitu ia sampai di ruang Makan, sebuah suara berhasil menghentikannya. Sontak Ara pun menoleh, ke sumber suara. Tak ada yang bisa Ara lakukan, selain menahan malu karena Malvin telah melihat tubuhnya. "Ekhem, sebelum pergi tolong makan dulu. Ta-tapi jangan salah paham, ini cuma sebagai rasa terimakasih Gu-gue" Malvin terbata, mengingat usia Ara yang terpaut jauh darinya. Ara sejenak mengernyit "Kenapa dia seramah ini? Tumben! Kemana sikap tengilnya itu? Apa dia begini kalau masih pagi?" Batin Ara penuh tanya. Wanita itu tak ragu untuk melangkah lebih mendekat, ketika Malvin menawaerinya makan. Tak di pungkiri, Ara sangat lapar sejak semalam. "Lo ngga ngeracunin Gue kan?" Cibir Ara, menatap sinis Malvin. "Nggak kok, paling sianida doang!" Celetuk Malvin, membalas cibiran Ara. "Heh, sembarangan!" "Nggak lah, mana mungkin Gue ngeracunin orang yang udah nolongin Gue!" Pria itu sangat tak terima, dengan pikiran buruk Ara, padanya. "Ck, siapa yang tau!" Tampaknya Ara tak percaya begitu saja. Akan tetapi, ia tetap duduk di meja makan tersebut. "Yaudah kalo Lo nggak mau. Gue mau makan sendiri! Terimakasih bantuannya!" Malvin memutar bola matanya, sambil menyuap makanan ke dalam mulutnya. "Kalau lo udah makan berarti aman kan? Yaudah Gue makan ya!" Ara yang sudah kelaparan pun tak pikir panjang lagi. Ia segera menyantap nasi goreng buatan Malvin, dengan toping telur di atasnya, serta selada dan wortel sebagai sayurnya. Sementara Malvin, ia manatap sinis Ara namun juga merasa Iba karena melihat Ara mengenakan Kaosnya yang masih terlihat basah. "Rumah Lo mana? Biar Gue anter!" Ujar Malvin, mengisi keheningan. Lalu Ara mengernyit menatap keheranan. "Heh inget ya, ini ungkapan terimaksih Gue sama Lo. Jangan mikir yang nggak-nggak!" Sergah Malvin, menyangkal tatapan Ara padanya. "Apa sih? Siapa yang mikir nggak-nggak? Setelah ini Gue mau kerja jadi ngga pulang ke rumah! Ngadi-ngadi Lo" "Kerja?" Ara mengangguk, membalas gumaman Malvin. Ia lalu melanjutkan, menyantap sarapannya. "Sebenarnya kehidupan macam apa yang dia jalani? Di usianya yang segini, dia masih sibuk kerja!" Batin Malvin, menatap lekat Ara. *** Beberapa menit kemudian, mereka akhirnya merampungkan sarapannya. "Woy, Thanks ya sarapannya!" Ucap Ara, setelah meneguk segelas air putih. "Lo kerja dimana, biar Gue anter" "Nggak usah!" "Tinggal sebutin juga!" Malvin yang kekeh pun, akhirnya membuat Ara mengiyakan tawarannya. "Gue kerja paruh waktu di Hotel, hari ini" Katanya, dengan suara rendah. "Oke, Gue ambil kunci mobil dulu!" Malvin sejenak beralih ke sudut lain untuk mengambil sesuatu. Sementara Ara, ia terlihat sedang menunggu Malvin di luar. Netranya memerhatikan tiap sudut rumah Malvin yang sangat mewah. Tetapi sayangnya, tidak ada banyak orang di rumah sebesar ini. Ara hanya melihat security di pos depan, yang jaraknya cukup jauh dari pintu masuk rumah Malvin. "Gilak, anak itu tajir juga ya? Halaman rumahnya bisa buat acara hajatan ini mah" Gumam Ara menatap kagum, setiap bagian rumah tersebut. Tak lama kemudian, sebuah kain mendarat di tubuhnya dan beruntung Ara berhasil menangkapnya. Namun Ara menatap bingung Malvin, yang telah melempar sesuatu ke arahnya. "Apa ini?" Tanya Ara, menatap Malvin. "Ekhem, itu... Itu baju Gue. Lo mau, kerja pakai Kaos basah gitu? Seenggaknya ganti dulu. Tenang, ini sebagai rasa terimakasih Gue aja kok!" Lagi-lagi, Malvin menjelaskan rasa terimakasih-nya pada Ara. "Padahal pertolongan Gue ke Lo tulus, dan nggak butuh kembalian," Tutur Ara terdengar lembut. "Tapi kalau bajunya sebagus ini sih, ngga mau nolak Gue! Haha, Gue ganti dulu ya bentar!" Timpal Ara, kembali masuk untuk mengganti pakaiannya. Sementara itu, Malvin terkekeh melihat sikap lucu Ara. "Kok ada ya, Cewek kayak dia" Malvin menutupi mulutnya sendiri yang tak bisa berhenti tersenyum. "Eh, Gue ngapain sih!" Seketika Malvin kembali datar, namun hal itu tak berangsur lama. Ia kembali tersenyum, mengingat sikap konyol Ara. Beberapa menit kemudian, Ara keluar dan telah mengganti pakaiannya dengan Kemeja kotak-kotak milik Malvin. "Ya, walau agak kedodoran tapi cocok lah" Tutur Ara, membanggakan diri karena mengenakan pakaian orang kaya. "Yaiyalah, baju siapa dulu!" Timpal Malvin, dan berjalan menuju ke mobilnya. Ara pun menyusul langkah Malvin, yang akan mengantarnya. Hingga kini, keduanya telah berada di dalam mobil. Ara terlihat masih menguap, meski telah bangun siang. "Eh, ngomong-ngomong siapa nama Lo?" Tanya Malvin, memecah keheningan. "Nanya itu terus Lo! Di bilangin, nama Gue Ara! Awas kalo nanya lagi Lo" Jawab Ara dengan ketus. Ia kesal, karena sejak semalam Malvin terus menanyakan namanya. "Ara..." Gumamnya, mendengar nama panggilan tersebut. "Kalo Lo? Siapa Nama Lo?" Kini bergantian dengan Ara, yang menanyakan nama Pria asing di sampingnya. Keduanya lalu saling menatap, ketika mobil mereka berhenti di lampu merah. Setelah di pikir-pikir, tindakan Ara sangat berani karena telah menginap di rumah Pria yang tidak ia kenal. "Nama Gue, Malvin..." Mereka saling beradu pandang, tak terlihat semakin hanyut terhadap satu sama lain. Apakah cinta mulai tumbuh di antara mereka? - NEXT-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN